7

2.5K 251 3
                                    

"Etdah muka lo kenapa?" selidik Devan ketika melihat Daffa menekuk wajahnya sedari tadi pagi.

Ya seperti biasanya.  Jika jam istirahat Daffa,  Devan,  Vano dan Aksa lebih memilih menghabiskan waktunya di ruang OSIS.  Kata anak organisasi ruangan itu adalah rumah kedua bagi mereka.

"Nggak usah ganggu gue." Daffa menepis tangan Devan ketika lelaki itu hendak mengganggu sang ketua bermain game online.

Persahabatan diantara ke empatnya sebenarnya sangat erat terjalin terlebih lagi mereka berada dalam satu kelas. Awal mula mereka mengikuti organisasi ini hanyalah berdasarkan kata ikut - ikutan.  Yang paling niat dan minat untuk bergabung dengan OSIS sejak awal hanyalah Daffa,  lainnya hanya titip nama siapa tahu bisa tenar di sekolah.  

"Woy,  Tino bawa boneka ke sekolah." teriak Aksa yang duduk tak jauh dari teman - temannya setelah melihat pesan grup kelas di whatsapp.

Vano dan Daffa yang awalnya mabar langsung menoleh ke arah Aksa,  sedangkan Devan langsung berlari mendekati Aksa.

"Mana mana?" Devan yang mulai kepo mendekatkan tubuhnya ke arah Aksa.

"Bisa munduran dikit nggak?" Aksa memandang Devan sinis karena tubuhnya menempel pada Aksa akibat penasaran dengan pesan di grup kelas.

"Ganteng gue kelewatan ya?" ujar Devan penuh dengan percaya diri.

"Burik lo yang kelewatan." Aksa menjauhkan ponselnya dari jangkauan Devan.

"Ih alah gue mau lihat." Devan hendak merebut kembali ponsel itu namun didahului oleh Daffa.

"Eh hp gue," ujar Aksa spontan.

Tampak Daffa serius membaca pesan tersebut.

"Shitt." Lelaki itu langsung menghentakkan kakinya keluar ruangan.

"Eh mau kemana lo?" tanya Aksa kebingungan.

"Ikutin aja ikutin." Devan berlari mengejar Daffa yang diikuti Aksa dan Vano.

🌈

"Pasti lo yang bawa kan?"

"Ngaku lo." Ledek teman - teman sekelas Daffa kepada Tino lelaki pendiam yang berkacamata dan duduk di bangku paling belakang sendiri.

Lelaki yang tengah dipojokkan itu hanya menggeleng gelengkan kepalanya tanda bahwa bukan dia yang membawa. Namun hal itu tidak membuat teman temannya percaya,  karena pada dasarnya di kelas itu hanya dia yang beda dengan yang lain.

Sedangkan boneka tayo berwarna biru tersebut asyik dilempar ke sana ke sini.

"Nama Tino tapi jiwanya Tina.  Hahaha." Ucapan itu membuat gelak tawa seisi kelas pecah.

Karena dirinya sudah tidak tahan dengan apa yang ia dengar akhirnya Tino menarik napas dalam sebelum sesaat mengatakan sesuatu.

BRAKK

Sesaat aktivas melempar boneka terhenti dan semua mata fokus menatap ke arah Tino.

"Boneka itu dititipin Daffa di bawah meja gue. Jadi yang punya boneka itu bukan gue,  tapi Daffa."

Glek

Daffa dengan susah payah menelan air liurnya ketika berdiri di depan kelas.  Sedangkan ketiga temannya yang sedari tadi mengikuti Daffa koni menatap wajah lelaki itu tak percaya.  Ah bukan hanya mereka bertiga,  melainkan semua siswa di dalam kelas itu.

ANONYMOUS CHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang