11

2.5K 268 20
                                    

Hari Senin. Upacara. Pulang sore. Hari yang panjang. Dan hari yang melelahkan. Pasti semua orang merasakan hal ini. Sama halnya dengan Alea, Yana dan Ifa yang saat ini tengah berdiri di lapangan untuk mengikuti upacara bendera. Sudah satu jam mereka mengikuti kegiatan ini, terik matahari juga turut menemaninya.

Terlihat di barisan samping ada sekitar 20 anak yang berbeda. Ya, mereka berdiri di sana tanpa sebuah alasan. Hari ini ada razia mendadak dari OSIS untuk mengecek perlengkapan siswa maupun siswi. Dan tepat hari ini Yana tidak memakai gesper, ia sempat dibingungkan oleh keadaan ini namun beruntunglah Yana dapat terbebas dari razia itu berkat kekasihnya adalah seorang OSIS.

"Harusnya lo juga di sana," bisik Ifa yang berdiri di belakang Yana.

Yana pun yang mendengar itu langsung menepis muka Ifa menggunakan tangannya tanpa berniat untuk menoleh ke belakang.

"Huu, main orang dalem." Ifa terus saja mengganggu Yana yang sedang berpura - pura mendengarkan amanat dari pembina upacara.

"Kalau gurunya bicara tuh dengerin." Pada akhirnya Yana pun menoleh ke arah Ifa dengan kesal.

"Kilii girinyi biciri tih dingirin." Ifa pun menirukan gaya bicara Yana yang cukup mengundang perhatian sekitar.

"Mau lo pada dihukum?" tanya Alea yang sedari tadi diam yang berdiri di depan Yana.

Yana dan Ifa menggeleng secara bersamaan dengan wajah yang polos.

"Ya udah makanya diem." Alea pun membenarkan posisinya kembali untuk berfokus mendengarkan apa yang dibicarakan oleh pembinanya. Bukan medengarkan apa yang dibicarakan oleh pembinanya, namun lebih tepatnya ia sedari tadi menatap Daffa yang kebetulan sebagai salah satu petugas upacara di pagi ini.

"Eh itu bantuin, PMR mana?" tiba - tiba saja Bu Nita yang sebagai selaku pembina upacara kali ini bersuara yang mendapat perhatian seluruh peserta upacara. Hal ini juga tak luput dari perhatian Alea, dilihatnya ada seorang gadis yang terjatuh pingsan di barisan sebelahnya.

Yang membuat Alea tercengang bukanlah PMR yang pertama kali menolongnya, melainkan Daffa yang awalnya masih berdiri tegak di tempatnya bertugas. Tanpa harus bertanya, Alea tahu siapa gadis yang terjatuh itu. Ya, sudah dapat dipastikan itu Leta.

"Lemah," hardik Yana yang melihat Leta dikerumuni banyak orang.

"Nggak profesional banget sih," gerutu Ifa yang melihat Daffa menggendong Leta menuju UKS.

"Nggak usah ngurusin hidup orang lain deh," seru Alea yang sebenarnya untuk menutupi rasa sesak yang kembali bergelayut pada dirinya.

Setelah upacara selesai kejadian tentang Daffa dan Leta di lapangan tadi menjadi perbincangan hangat. Di sepanjang koridor menuju kantin Alea, Yana dan Ifa mendengarkan tentang berita ini. Di mana mereka menyebut nyebut nama Alea yang saat ini telah digantikan posisinya oleh seorang Leta.

"Gue lebih setuju sama Leta sih daripada si Lea, kayaknya gadis itu lebih banyak diemnya," ujar salah seorang siswa yang sedang duduk di depan kelas.

"Nah gue sepemikiran sama lo, kayaknya Daffa udah sadar deh mana yang terbaik buat dia."

"Eh tapi kalian penasaran ngga sih, kenapa Leta sering banget pingsan?" Tanya salah satu di antara mereka dengan penasaran.

"Hm mung—"

"Mau mati tuh." Tiba - tiba saja Ifa memotong pembicaraan ketiganya yang tengah asyik membicarakan Leta. Ya, Alea, Yana dan Ifa yang sedang berjalan menuju kantin tidak sengaja mendengar obrolan itu yang membuat ketiganya berhenti namun tidak di sadari oleh mereka yang duduk di depan kelas.

ANONYMOUS CHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang