5

2.9K 261 10
                                    

Lea menopang dagunya sambil menghadap ke papan tulis yang di sana sudah ada Pak Yadi menjelaskan barisan aritmatika. Sedangkan Ifa yang duduk di sampingnya sedari tadi cekikikan tidak jelas sambil bermain ponselnya yang ia taruh di bawah meja. Percayalah walaupun pandangan  Lea menghadap ke depan tapi tidak dengan pikiran gadis itu,  entah kemana otak itu sedang berkelana.

"ALEA BRICHIA," teriak Pak Yadi sambil memukul mukulkan penggaris panjangnya di papan tulis. Tampaknya lelaki itu sudah berulang kali memanggil Lea namun tidak dihiraukan.

Lea yang setengah menyadari bahwa ada yang memanggilnya gadis itu seketika langsung berdiri dan mengatakan, "bawel banget sih lo, gue kan udah bilang kalau gue bisa beli bubur itu sendiri di kantin," ucap Lea dengan berkacak pinggang.

Tanpa menunggu waktu lama,  seisi ruang kelas menatapnya. Gadis yang baru menyadari dengan apa yang diucap langsung membungkam mulutnya sendiri.

"Ahh shitt kenapa gue mikirin Daffa sih." Lea bergumam pelan hingga tidak ada yang mendengarnya selain dirinya sendiri.

"Kamu tidak memperhatikan pelajaran saya ya?." Pak Yadi menatap tajam ke arah Lea.

"E.. Ma-maaf pak." Lea menunduk malu karena menjadi pusat perhatian seisi kelas.

"Coba ulangi perkataan kamu tadi!" perintah Pak Yadi tegas.

Hal ini membuat Lea terdiam seribu bahasa.  Tidak mungkin sekali ia mengulangi ucapan yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

"Kenapa diam?  Tidak bisa menjawab?" Pak Yadi masih saja memancing Lea untuk berbicara kembali seperti tadi.

Mata Pak Yadi yang sedari tadi fokus menatap Lea kini teralihkan menatap Ifa yang sedari tadi acuh dengan kegaduhan di kelas dan asyik bermain ponsel.

"Kamu." Pak Yadi menunjuk ke arah Ifa yang belum disadari olehnya.

Lea menyenggol lengan Ifa perlahan berharap gadis itu menatapnya. Namun dugaan itu salah,  yang ada ifa menepis bahu Lea.

Melihat mata tajam Pak Yadi membuat Lea menarik nafas pasrah.

"Fa,  Pak Yadi tuh." Yana yang duduk di belakang juga ikut membantu menyadarkan Ifa yang sedang asyik bermain Anonymous Chat dengan cara menyentuh punggung Ifa dengan bolpoinnya.

"Fa,  lihat deh ke depan." Yana belum menyerah. Berbeda lagi dengan Lea yang tampak pasrah dengan nasibnya saat ini.

"Apa sih Na?  Gue tuh males lihat ke depan, gue nggak paham sama materinya apalagi  Pak Yadinya ngebosenin. Mending main ginian dapat banyak kenalan," ujar Ifa menghadap ke belakang.

Mendengar apa yang telah dikatakan oleh Ifa membuat Pak Yadi naik pitam.

"Kalian berdua silahkan keluar dari kelas saya dan temui Bu Nita di ruangannya. Minta hukuman sama beliau," ujar Pak Yadi tegas.

Ifa tersentak kaget. Ternyata sedari tadi dirinya sudah diperhatikan oleh Pak Yadi. "Tapi pak,  saya bisa jelasin.  Maksud saya nggak gitu pa—"

"Saya tidak butuh penjelasan kamu. Silahkan keluar sekarang." Pak Yadi menunjuk ke arah pintu.

Lea pun mendorong tubuh Ifa untuk berjalan terlebih dahulu karena Lea berada di posisi samping tembok.

Seusai Lea dan Ifa keluar kelas, Pak Yadi menghela nafasnya kasar.  Bahkan ia sempat untuk minum untuk beristirahat sejenak.

"Saya tidak suka jika ada siswa saya yang tidak memperhatikan pelajaran ketika di kelas.  Saya ingin kalian menghargai orang lain terlebih dahulu sebelum kalian minta dihargai.  Semuanya paham?" Pak Yadi memperingati kelas XI MIA 1 dengan serius.

ANONYMOUS CHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang