15

2.5K 233 97
                                    

Rata rata umur kalian berapa?

🐻

"Jadi gitu ceritanya." Alea menceritakan kejadian yang ia alami semalam bersama Daffa kepada Yana dan Ifa.

BRAKK

Yana menggebrak bangku yang ada di depannya membuat Alea dan Ifa terpelonjat kaget.  Tidak hanya Alea dan Ifa, beberapa siswa di kelas pun menoleh ke arah Yana dengan sinis.

"Eh sorry sorry." Yana meminta maaf karena merasa diperhatikan oleh siswa yang lain.

"Nggak ngehargain bunda banget sih. Bisa bisanya dia pergi sebelum acaranya selesai.  Emang dipikir nyiapin makanan segitu banyaknya mudah kali apa?" Omel Yana sambil mendudukkan bokongnya kembali.

"Bukannya Leta anak orang kaya? Pasti di rumahnya ada pembantu dong. Drama banget deh itu cewek." Lanjut Ifa dengan raut wajah yang menahan kekesalan.

"Sebenarnya gue seneng sih dia pergi cepet tapi alasannya kenapa harus cewek itu?" Ujar Alea dengan menarik nafas.

"Mau sampai kapan lo nyembunyiin status hubungan lo sama Daffa di belakang bunda?" Tanya Ifa dengan menatap mata Alea secara intens.

Alea menggeleng perlahan, menandakan bahwa dirinya belum siap untuk mengatakan semuanya kepada Lina.

"Lo nggak bisa hidup di balik drama kayak gini Le, lo harus bilang sama bunda." Yana kembali ikut bersuara.

Alea memejamkan matanya sebelum sesaat dirinya mengatakan, "gue belum siap Na, lo tahu sendirikan kalau  bunda gue itu sayang banget sama Daffa? Lagian bokap gue pasti bakal benci banget sama Daffa kalau tahu ini semua."

"Tapi kalau terus terusan kayak gini sama aja lo nyiksa diri lo sendiri Lea."  Yana memberikan penekanan pada akhirnya kalimatnya.

"Gini deh Le,  bunda bakal tetep sayang kok sama Daffa walaupun Daffa bukan lagi pacar lo. Gue yakin soal itu, karena orang terdekat lo itu dianggep sebagai anak sendiri sama bunda termasuk gue dan Yana.  Terus,  kalaupun Om Isal benci ataupun marah sama Daffa ya itu wajar.  Karena nggak ada seorang orang tua yang rela anaknya disakitin sama orang lain. Ya kalau emang Om Isal nggak bisa maafin Daffa ya itu kesalahan Daffa sendiri,  kan dia yang buat ulah. Lo nggak seharusnya ngelindungin dia dibalik kata nggak siap dan kasihan sama Daffa, Le.  Daffa aja nggak pernah kasihan tuh sama lo. Kenyataannya dia ngehianatin lo kan?" ucap Ifa panjang lebar.

Kali ini kalimat Ifa cukup membungkam Alea.  Ia tidak bisa menjawab atau menanggapi apa yang telah dikatakan oleh sahabatnya tadi. Matanya memanas,  hatinya terasa sesak,  dada naik turun menahan amarah terhadap dirinya sendiri.  Alea membenarkan ucapan Ifa,  selama ini Daffa tidak pernah merasa kasihan dengannya lalu mengapa ia masih terus saja menutupi status hubungan yang sebenarnya pada orang tuanya.

"Le, lo nangis?" Suara Yana memecah keheningan yang diciptakan oleh Alea sendiri.  Dengan gerakan cepat ia mengusap air matanya yang jatuh entah sejak kapan.

"Ah enggak, kelilipan gue," ucapnya sambil mengusap sisa air mata di pipinya.

"Lea-nya ada?" Suara itu mampu membuat Alea menoleh ke sumber suara. Tidak hanya Alea, ternyata pandangan Ifa dan Yana pun sudah berpusat di depan pintu kelas yang menampilkan seseorang yang ditutupi oleh Ria.  Gadis berbadan gendut di kelas ini.

"Lea, dicari Daffa," ucap Ria memutar badannya ke arah tempat duduk Alea bersama kedua sahabatnya.

Mendengar nama itu membuat Alea menarik napas dalam - dalam,  berharap oksigen yang mengisi paru - parunya begitu banyak.

"Kalau lo nggak kuat,  biar kita aja yang nyamperin." Cegah Yana ketika melihat Alea hendak berdiri.

"Gapapa Na,  gue aja.  Gue kuat kok.  Lagian nggak seharusnya gue ngrepotin kalian hanya karena masalah gue sama Daffa. I'm okay guys!!" Alea berusaha tersenyum sambil memegang pundak Ifa sebelum ia benar - benar melangkahkan kakinya untuk menemui Daffa.

"Jangan di sini," ucap Alea yang kemudian berlalu meninggalkan Daffa yang tidak lama diikuti oleh lelaki itu.

Langkah kaki Alea terhenti di taman sekolahnya.  Ia memilih tempat ini karena hanya di sinilah tempat yng cukup sepi dibandingkan dengan tempat yang lain.

"Buat lo." Daffa menyerahkan sebuah buket bunga mawar dan kantong plastik yang ia yakini itu adalah bubur.

"Untuk?" tanya Alea singkat.

"Karena gue semalem udah janji buat beliin lo buket di depan bunda Le. Dan ini bubur buat lo,  pasti lo belum makan kan?" tangan Daffa masih tetap setia menyodorkan barang itu ke arah Alea.

"Gue bisa beli sendiri," ujar Alea sambil membalikkan badannya untuk enyah dari hadapan Daffa.  Namun langkahnya terhenti ketika Daffa menahan pergelangan tangan Alea.

"I'ts oke lo nggak mau nerima bunga dari gue.  Tapi lo makan bubur ini ya,  karena gue tau lo itu susah banget makan Le,  gue nggak mau lo sakit," ucap Daffa yang masih tetap memegang tangan Alea.

"Gue udah terlanjur sakit Daff." Alea berusaha melepaskan tangan Daffa.

"Nggak baik cowok orang ngobrol sama mantannya.  Nanti dikira gue ngrusak hubungan lo sama Leta." Alea membalikkan badannya kembali untuk meninggalkan Daffa di tempat.

"Gue percaya kalau lo masih sayang sama gue Le!!" teriak Daffa menatap punggung Alea.

Langkah gadis itu terhenti,  ia memejamkan matanya sejenak dan menoleh ke arah Daffa.  "Ya terus kalaupun gue masih sayang sama lo,  emang lo bakal balik sama gue?  Nggak kan?  Udah deh nggak usah ganggu hidup gue lagi.  Luka yang lo ciptaiin lebih dari cukup Daff!!!" ucap Alea tersenyum sembari menangis yang kemudian melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti.

"Gue mau balik sama lo Le, tapi gue nggak bisa," ucap Daffa lirih menatap punggung Alea yang semakin mengecil di hadapannya. Tatapan lelaki itu beralih pada bunga dan bubur yang dipegangnya.  Sendu.

"Daffa,  aku cariin ternyata kamu di sini." Suara itu muncul dari arah belakang yang spontan membuat Daffa menatapnya.

"Ini bunga buat aku?" tanya gadis itu dengan wajah yang ceria ketika melihat sebuket bunga dalam genggaman Daffa.

Tanpa aba - aba Leta mengambil bunga yang dipegang oleh Daffa.  "Wangi.  Aku suka.  Makasih ya Daffa," ucap Leta dengan senyum bahagia.

Daffa hanya mengangguk tanpa ekspresi.

"Oh iya, itu apa?" Leta menunjuk ke arah kantong plastik yang masih bertengger di tangan Daffa.

"Bubur.  Mau?" tawar Daffa sambil menyodorkannya ke arah Leta.

Gadis itu mengangguk yakin.  "Mau. Pas banget lagi lapar. Makasih ya sayang." Dengan tiba - tiba Leta berhambur di pelukan Daffa. Lelaki itu masih saja tidak berekspresi,  membalas pelukannya pun tidak.

"Gue pergi ke ruang OSIS dulu ya." Daffa berusaha melepaskan pelukan Leta.

"Nggak mau nemenin aku makan?" tanya Leta dengan sedikit memohon.

"Next time ya. Selamat makan cantik." Daffa mengelus lembut puncak kepala  Leta sebelum ia berlalu.

🐻🐻🐻

Maaf ya hari ini up nya agak malam.  Karena apa?  Karena cerita di part ini yang aku tulis tadi pagi hilang gitu aja..  Sumpah nyesek banget ekwk,  jadi harus ngulang dari awal.

Gimana part ini?

Ada pesan buat Daffa?

Ada pesan buat Alea?

Ada pesan buat Leta?

Btw,  don't call me thor ataupun author ya hihihi..   Aku lebih seneng dipanggil Ica, Ka Ica,  Dek Ica,  pokoknya terserah kalian yang penting ada Icanya.

Spam komen buat next!!!

Tulungagung,  23 Juni 21

ANONYMOUS CHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang