Diantar

257 47 1
                                    

Udara malam semakin dingin, tidak sia-sia Perth menyimpan Hoodie hangat nya didalam loker tempatnya bekerja, untuk berjaga-jaga jika udaranya tiba-tiba turun serendah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udara malam semakin dingin, tidak sia-sia Perth menyimpan Hoodie hangat nya didalam loker tempatnya bekerja, untuk berjaga-jaga jika udaranya tiba-tiba turun serendah ini.

Mengeratkan jaketnya, Perth membuka kunci ponselnya, beralih pada pesan chat yang menumpuk disana dan segera menghapusnya. Ia tidak perlu membaca isi pesan itu jika tidak mau merasakan sakit hati, karena tentu saja isinya cacian dan hinaan mereka. Perth tidak tau apa sebenarnya yang salah pada dirinya sehingga mereka begitu membencinya.

Perth menarik nafas panjang. Pesan sebanyak itu berhasil ia hapus, dia kembali memasukkan ponselnya ke dalam kantung jaketnya dan melanjutkan jalan. Tiba-tiba suara motor terdengar mendekat padanya dan berhenti di samping trotoar tempatnya berjalan. Perth menoleh mendapati seseorang tengah melepas helmnya.

 Perth menoleh mendapati seseorang tengah melepas helmnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mark?"

"Bener tebakan gue, pasti lo." ujar Mark.

"Darimana malem-malem gini?" tanya Perth heran.

Mark tertawa ringan lalu tersenyum tersenyum. "Harusnya gue yang nanya, lo darimana malem-malem gini jalan sendirian lagi, gak takut ada orang jahat?"

"Aku.. baru pulang kerja." Jawab Perth ragu.

Tatapan heran Mark berikan, "Kerja? Lo kerja apa malem-malem." Matanya menyipit curiga berniat bercanda.

Perth yang mendapat tatapan curiga itu segera saja melambaikan tangannya agar Mark tidak berpikir aneh-aneh tentangnya. "Bukan kerja aneh-aneh kok! Aku kerja di cafe deket sana."

Mark kembali tertawa melihat kepanikan Perth, lucu sekali. "Siapa juga yang bilang lo kerja aneh aneh."

"Ya tatapan kamu tadi."

"Becanda. Aku anterin pulang ayo." Mark meraih helmnya untuk dikenakan kembali namun Perth menolak untuk diantar.

"Eh gak usah, takut ngerepotin."

Mark memutar matanya malas, "Ngerepotin apasih. Gak baik anak dibawah umur keluyuran malem sendirian."

"Kita seumuran lho, Mark." balas Perth

"Iya iya. Bawel nih kayak Mae, udah ayo naik." paksa Mark.

Perth tidak mau berdebat panjang dengan Mark, sementara kulit wajahnya sudah memerah karena udara terlalu dingin. Tidak ada pilihan lain selain menurut. Lagipula Marktidak akan melepaskan nya begitu saja kan. Perth pun menaiki motor Mark.

"Gue gak bawa helm lagi, mau pake punya gue?"

"Gak usah, kamu aja yang pake kan kamu yang bawa motor."

"Yaudah. Pegangan na."

Dan mereka pun melaju ditengah dinginnya malam. Perth yang merasa sedikit canggung pun hanya bisa diam, tapi sepertinya agak kurang sopan jika mendiamkan Mark yang sudah berbaik hati mengantarnya pulang. Akhirnya Perth pun bertanya sekedar basa-basi.

"Kamu darimana tadi?"

"Dari rumah Win, ngerjain tugas."

Perth mengangguk kecil dibelakang punggung Mark. "Tugas apa?"

"IPA.. rumah lo dimana?"

Perth kemudian menuntun Mark dengan mengarahkan arah jalan pulang nya. Saat sampai di pertigaan Perth meminta Mark untuk berhenti. Tak jauh dari sana terdapat gang kecil yang tidak begitu sempit juga tidak begitu lebar. Mark meminggirkan motornya, menatap sekeliling.

"Udah sampe?"

Perth mengangguk, kemudian turun dari motor. "Rumah aku masuk gang itu, kamu gak perlu nganter sampe depan, udah deket kok."

Mark memperhatikan gang kecil tersebut, lalu kembali menatap Perth heran. "Lo tinggal sama siapa?"

"Sendiri."

"Orangtua lo?"

Perth terdiam. Ia mungkin melupakan satu hal. Sepertinya Mark memang satu-satunya orang yang tidak tau perihal kehidupannya yang menjadi bahan bully-an di sekolah. Terbukti saat pertemuan pertama mereka, Mark dengan tulus menolongnya saat semua orang mencacinya, dan itu tentu saja karena Mark tidak tau siapa Perth.

Perth memberikan senyum kaku sambil menggeleng. "Aku tinggal sendirian. Yaudah kamu pulang sana udah malem, makasih udah di antar na."

Mark termangu sesaat mendengar jawaban Perth, matanya menatap sendu pemuda eye smile didepannya. Pikirannya kembali pada perbincangan nya dengan Win tadi, apa benar penjelasan Win tentang Perth?

"Mark.. Mark."

Tersentak kecil, Mark tersadar dari lamunan singkat nya lalu menghela nafas kemudian. "Yaudah kalo gue diusir, bukannya diajak mampir gitu."

Perth tertawa kecil, "Udah malem Mark, kapan-kapan na."

"Iya deh. Ehh bagi nomor Lo dong." Mark mengambil ponselnya di kantong jaket nya lalu memberikan pada Perth.

Tanpa ragu Perth menerimanya dan segera mengetik nomor ponselnya. "Nih."

"Thanks. Yaudah gue balik dulu, lo hati-hati ya digang sempit biasanya ada preman." guraunya.

"Ada-ada aja. Sana pulang."

"Iya elahh gue pulang. Bye Perth"
Perth melambaikan tangan melihat kepergian Mark. Segurat senyum Perth berikan meski Mark tidak melihatnya. Setelah tak terlihat, Perth pun melanjutkan langkahnya menuju kosan nya yang tinggal beberapa langkah lagi.

PERTH TANAPONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang