19.

7K 1K 202
                                    


Tubuh Lisa terasa lemas, seperti tidak ada tenaga sama sekali dalam tubuhnya, cewek yang beberapa jam lalu baru selesai menjalani proses kemoterapi itu terlihat sangat lemah saat ini, ia hanya bergerak ketika merasa tubuhnya pegal karena berbaring dalam posisi yang sama.

Meski proses kemoterapi pertama itu sudah ia lewati pagi tadi, namun Lisa masih mengingat dengan jelas bagaimana cairan-cairan itu dimasukkan kedalam tubuhnya. Masih dengan kateter penghubung air infus yang menempel ditangan kanannya. Cewek itu meringkuk diatas brankar dengan tubuh menyamping—menghadap langsung ke arah Lucy yang selalu mendampinginya sejak subuh.

“Kalau mau muntah bilang ya.” Lucy masih sibuk melipat beberapa pakaian, mengemasinya ke dalam sebuah tas berukuran agak besar. Ya, mereka akan segera pulang setelah Lisa beristirahat dengan cukup dalam pengawasan dokter.

Lisa masih belum rela, jika disuruh memilih, ia lebih memilih untuk tinggal selamanya di rumah sakit ini dibanding harus pulang ke rumah Lucy beserta Sean—suami kedua mamanya, alias papa tirinya.

“Mama mau nginap lagi?”

Lucy menoleh, ia tersenyum dengan kepala mengangguk. “Hm, kenapa?”

“Mama punya dua anak di rumah, apa gak kasihan kalau ditinggal?”

Entah itu sindiran, atau memang Lisa hanya ingin mencurahkan isi hatinya dengan cara tidak langsung. Tapi Lucy jelas paham kemana arah pembicaraan anak pertamanya ini, tangannya berhenti bergerak melipat pakaian, ia menatap sendu pakaian tidur berwarna biru lembut milik Lisa yang sudah ia cuci.

“Kamu juga anak Mama.”

Rasa-rasanya Lisa ingin tertawa sekarang juga, jika bukan karena terlalu lelah, mungkin ia akan tertawa secara terang-terangan karena ucapan Lucy barusan. Yang dilakukan cewek itu hanya terkekeh, nyaris tak bersuara.

Lisa dapat merasakan perutnya yang kini terasa keram, bercampur mual ingin muntah, Lucy yang melihatnya tentu dengan sigap mengambil sebuah baskom dan menaruhnya ke dekat wajah Lisa.

Huueekk ....”

Kata dokter, gejala yang dialami Lisa ini memang wajar karena termasuk efek samping kemoterapi. Lisa jadi semakin takut, ini baru awal ia menjalani proses kemo, tiga minggu ke depan ia akan istirahat dan kembali menjalankan kemo.

Lisa menenggak segelas air yang diberikan Lucy, ia kembali berbaring ke brankar, suasana kian sunyi hingga suara derap pintu terdengar membuat Lisa mengalihkan attensi pada seorang cowok bertubuh jangkung yang kini tengah berdiri sembari memegang sekantung plastik digenggamannya.

“Lo udah makan?” tanya Jungkook dengan senyum hangat yang mana justru membuat kerutan tercetak didahi Lisa, tumben sekali cowok itu bersikap waras seperti ini.

“Gue bawain bubur, buatan Bi Hanami. Tadinya pengen masak sendiri, tapi gak tau kenapa buburnya ngambek, loncat-loncat sampe muka gue kejipratan,” tanpa sadar Jungkook curhat tentang kejadian yang dialaminya beberapa jam yang lalu.

Lisa dapat melihat dengan jelas wajah Jungkook kini sedikit lecet dengan adanya warna merah dibagian pipinya yang ia yakini adalah hasil jipratan bubur panas, karena tak sanggup tertawa, ia hanya tersenyum. Memperhatikan Jungkook yang tengah menyajikan bubur itu ke sebuah mangkuk.

Lucy yang menyadari perubahan sikap Lisa hanya mampu terdiam, Lisa dapat bersikap hangat jika bersama Jungkook, namun entah mengapa selalu bersikap dingin kepadanya. Wanita itu tersenyum tipis, tidak apa-apa jika Lisa masih marah padanya, setidaknya Lisa tidak menjauhinya, karena sekarang semua sudah terbongkar—dan tak ada lagi yang perlu ditutupi, sudah saatnya Lucy menjadi ibu yang baik untuk Lisa.

Trouble Couple Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang