Amarah Sean

1.5K 124 32
                                    

Siang berlalu, malam menyapa. Aletta tengah meringkuk di dekat pintu balkon kamarnya. Aletta menangis sejak tadi. Semua masalah tentang dirinya dan Devan berputar di otaknya. Mengapa masalah menimpa dirinya secara bertubi-tubi.

Selama ini, tak ada masalah yang bergitu serius dalam hubungannya dengan Devan, tapi mengapa Devan menjadi seperti ini sekarang. Aletta rasa semua masalah ini hanyalah kesalahpahaman saja, mereka bisa berbicara baik-baik dan menyelesaikan masalah itu tanpa harus saling diam. Tapi kenapa saat ia ingin menjelaskan, Devan malah pergi?

Aletta menangis, air matanya tak berhenti-henti bercucuran membasahi pipinya.

Sejak Devan pulang setelah datang dan melihat dirinya dengan Adit, Aletta mengunci dirinya di dalam kamarnya. Enggan keluar, meski Bi Inem memanggil-manggil namanya.

Matahari sudah mulai terbenam, hari mulai malam. Suara deruman mobil Sean terdengar. Aletta dapat melihat mobil Abangnya dari balkon kamarnya. Aletta menekuk lututnya, menangkupkan kepala diatasnya.

Memakirkan dan mematikan mobil, Sean berjalan masuk memasuki rumahnya. Sepi, itu yang ia rasakan. Sean berjalan ke arah dapur, mencari Aletta. Biasanya adiknya itu sedang asik mencari makanan pada saat ini.

Sean mengelilingi rumahnya, tak ada tanda-tanda kehadiran Adiknya. Rasa khawatir mulai menjalar di pikirannya, Sean berlari mencari Bi Inem, salah satu pembantu di rumahnya.

"Bi, Letta mana ya?" tanya Sean saat menemui Bi Inem.

"Emm- anu Den, Non Letta di kamar terus dari tadi sore. Gak mau keluar," jawab Bi Inem.

Kening Sean berkerut, tak biasanya Aletta bertingkah seperti itu. "Kenapa dia Bi?" tanya Sean.

"Gak tau Den, saya ketok-ketok kamarnya gak mau di buka. Mungkin Den Sean aja yang tanya langsung sama Non," ujar Bi Inem.

Sean mengangguk. "Makasih ya Bi," jawabnya.

Sean berlari ke lantai dua. Berjalan menghampiri kamar Aletta, Sean mengetuk pintu kamar itu.

Berkali-kali mengetuk, masih saja tak ada jawaban. Sean khawatir, takut-takut Adiknya itu melakukan hal yang tak benar. Sean memundurkan badannya dari arah pintu, hendak mendobrak pintu itu.

"Satu... Dua... Tiga!"

Ceklek...

"MONYET!"

Bruk!

Bertepatan saat Sean hendak mendobrak, Aletta membuka lebar pintu kamarnya.

"ABANG!" pekik Aletta, yang berdiri mematung di sana.

"Bantuin Dek! Jangan bediri doang!" ujar Sean, yang baru saja nyungsruk.

Aletta berjongkok, membantu Abangnya duduk. "Lagi lo ngapain sih?" tanya Aletta.

"Nyungsep! Pake nanya lo Dek! ketus Sean. "Aduh sakit dada gue," cicitnya.

Sean mengusap-ngusap dadanya, mengangkat kaos hitamnya ke atas, Sean menatap sedih ke arah dadanya itu.

"Yahhh merah dada gue," gumamnya.

Aletta menatap jijik pada Abangnya, Abangnya macam pria ngondek jika seperti itu. Badan saja berotot dan sixpack, baru jatuh sekali saja sudah mengeluh kesakitan.

Sean kembali menurunkan kaos hitamnya, Sean menatap wajah Adiknya yang tengah menatapnya aneh.

"Biasa aja kali, gue colok nih!" ketus Sean, yang tak mendapat respon.

Aletta hendak berdiri, tapi di cekal oleh Abangnya. Sean menyadari sesuatu. "Mata lo kenapa sembab gitu? Abis nangis lo?" tanyanya.

"Enggak!" elak Aletta.

AlettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang