Lupa Kasih Judul

1.3K 108 31
                                    

"Anjing, bego, tolol, babi, monyet, babi ngep-"

"Sebut terus Ndra, sebut! Lo sebut dah tuh kebon binatang sama sifat-sifatnya!" cibir Rey pada Andra yang sedari tadi mengata-ngatai Devan dengan kata-kata kasar.

"Tanggung Rey, satu lagi!" ujar Andra pada Rey.

"Pantek!" terusnya.

Semenjak kejadian tadi, Devan mendorong Caca kasar, lalu mengusirnya dari basecamp. Andra menghampiri Devan, dan kini mereka masih berada di basecamp. Andra tak henti-hentinya merutuki kebodohan yang Devan perbuat. Devan tak mengejar Aletta untuk menjelaskan apa yang terjadi, kemudian minta maaf. Cowok itu justru malah duduk santai berselonjoran di atas karpet.

Omelan dan cacian Andra tidak Devan gubris sama sekali. Teman-teman Devan sudah bingung bagaimana cara menenangkan Andra yang emosinya sudah membeludak.
Sejak Aletta pergi setelah melihat Devan tengah berpelukan tadi, lelaki itu terus saja mengumpat kasar.

"Aing teh punya temen bego pisan! Bego si Devan mah! Mikir atuh perasaan Letta, kasian atuh si Letta kalau kayak gitu! Gue tau pasti dia kesini tuh mau ketemu lo, bukan bahas Anitta sama Rey!" geram Andra.

"Udah Ndra, udah. Lo ngapa emosi banget sih sama Devan, itu kan masalah pribadi mereka Ndra." ujar Raffa mencoba menenangkan.

"Nyaho, rempong pisan, sigah ibu-ibu arisan," timpal Karel.

"Nyaho aing teh! Tau gue juga kalau itu masalah pribadi mereka berdua, tapi kan kasian Aletta! Gue liat dia mewek tadi! Sedih atuh aingnya, duh Gusti! Masyaallah! Aing meni emosi kieu!" ujar Andra sambil mengelus-elus dadanya.

Andra tak peduli kalau ia akan babak belur jikalau ia mengoceh seperti itu secara terus-menerus pada Devan. Ia begitu marah pada Devan. Marah karena sikap Devan pada Aletta.

Bukan karena dirinya menyukai Aletta, tapi sudah cukup ia melihat Devan dan Aletta seperti ini selama beberapa waktu. Ia tak ingin Aletta merasakan sakit hati. Ia ingin hubungan antara keduanya itu adem ayem seperti sebelumnya.

Biasanya, Devan akan mengejar Aletta lalu memberi tau apa yang terjadi, tapi tadi? Ia tak melakukan hal itu.

"Udah Ndra diem! Pusing gue dengernya!" ujar Karel.

"Atuh aing teh marah pisan! Tah nteu ngajele sia? Tah bool aing engges kaluar api! Jele nteu sia?!" oceh Andra, emosinya mulai membeludak.

"Sabodo! Berisik bege Ndra!" ujar Karel.

"Tau, rempong pisan." timpal Raffa.

"Atuh gue kesel! Aing teh emosi! Marah aing teh! Nyaroh marah nteu? Murka aing teh murka! Nyewot, marah, murka aing-"

"BACOT ANJING!" bentak Devan tiba-tiba.

Sudah cukup ia mendengar ocehan dan cemoohan Andra pada dirinya. Devan duduk tegap, mengacak rambutnya frustasi. Telinganya terasa ingin pecah karena ocehan temannya itu.

"Lo pikirin perasaan Aletta makanya!" ujar Andra kemudian.

Sepertinya Andra ingin mencari mati, begitulah isi pikiran yang lain. Tak lihatkah dia kalau wajah Devan sedang menahan emosinya sejak tadi?

"Lo kalo gak tau apa-apa diem anjing!" Devan membentak Andra sembari menunjuk ke arah Andra yang sedang berdiri tak jauh darinya.

"Lo gak tau apa alesan gue gak ngejer dia tadi!" terusnya.

"Iya gue gak tau! Tapi sekarang gue tanya, lo tau gak alasan Letta kesini tadi?!" tanya Andra dengan suara keras, membuat Devan terbungkam diam.

"Diem lo? Gak tau kan lo? Kali aja tuh cewek mau temuin lo! Mau nyeleseain masalah lo berdua!" Andra benar-benar kelas saat ini.

AlettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang