11. Bulan Itu, Tidak Ada!

22 4 0
                                    

Dalam kehidupan realita, terkadang kita harus mempercayai sesuatu yang diluar nalar pribadi. Aku masih berusaha menolak semua yang berhubungan dengan magis dan hal-hal diluar logika. Namun kenyataan yang terjadi justru menuntutku untuk percaya. Kejadian Hanabi, mimpi Miyako, bertemu ibuku, dan segenap kejadian lainnya. Namun dalam beberapa cerita, kejadian magis selalu menuntun pada sebuah hal yang harus dipecahkan. Bagiku, magis itu sendiri sudah harus dipecahkan. Dalam dunia penuh logika dan ilmu pengetahuan ini, apa gunanya magis dan suatu kepercayaan? Ilmu pengetahuan saja banyak yang meragukan, apalagi sebuah hal yang sangat samar-samar? Di dunia ini sudah banyak mitos-mitos bertebaran, ramalan dan tahayyul bergema. Aku bahkan pernah mendengar sebuah wilayah yang menggunakan hari, tanggal, tahun sebagai bentuk ramalan, menggabungkan dan menambahkannya. Hal-hal itu dinilai punya nilai dan maksud tertentu. Malahan jam, sukukata pada nama orang dijadikan bahan ramalan. Orang tidak pernah berpikir benar-tidaknya hal tersebut, selama tidak membutuhkan tenaga lebih dan dapat dipercaya maka hal itu akan tumbuh subur.

Dalam waktuku yang sempit ini, aku menggunakannya untuk menulis dan membaca naskah-naskah. Menulis beberapa cerita singkat dan mengirimkannya ke surat kabar untuk dimuat. Paling tidak itu memberikan sedikit hasil untuk tambahan tabungan. Walaupun sebenarnya tabunganku sudah lebih dari cukup untuk beberapa tahun kedepan. Aku tidak terlalu boros, jarang membeli barang-barang tidak perlu, tidak mempunyai hobi yang mahal, dan tidak punya tanggungan yang terlalu mahal dan merepotkan. Aku mensyukuri kehidupan seperti ini.

Miyako mengatakan kepadaku di telepon bahwa dia bisa bertemu pada malam hari, karena dia harus menyelesaikan tugas kuliahnya yang menumpuk dan padat, dan aku mengiyakannya. Aku tidak berminat bertanya tentang progres dari pencarian berita itu, karena aku percaya pada Miyako.

Terlalu banyak bertanya menandakan ketidakpercayaan pada sebuah individu.

Waktu sudah lumayan sore, masih cukup lama untuk bertemu dengan Miyako. Namun karena tidak punya kerjaan, aku memilih untuk berjalan-jalan tidak jelas berkeliling kota. Sampai kapanpun, aku benar-benar selalu menikmati momen-momen seperti ini. Berjalan sendirian, duduk di taman dan termenung melihat gerak-gerik manusia yang berjalan kesana kemari. Aku duduk di sebuah taman di pojok jalan utama. Taman itu tidak terlalu besar, namun penerangannya sangat cukup dan nyaman. Letak taman itu juga lumayan tinggi daripada jalanan di sekitarnya. Langit senja dan bintang yang mulai bersinar benar-benar bisa terlihat dari taman itu. Temaram senja dan cahaya bintang mulai terlihat gemerlap. Namun aku merasa ada hal yang ganjil, sejenak aku lupa arah, memastikan langit dan menatap berbagai penjuru. Benar, ada yang aneh. Atau memang dia belum muncul? Bersembunyi dimana dia? Aku diam dan menunggu waktu untuk lebih gelap lagi. Kembali melihat sekeliling. Tubuhku lemas seketika, seluruh tenaga yang ada di kakiku mendadak keluar dan menghilang begitu saja. Benarkah yang kulihat? Dia tidak ada, dimanapun aku melihat penjuru langit, dia tidak ada! Bulan itu, tidak ada!

Aku tidak bisa berpikir apa yang sedang terjadi. Pikiranku berputar tanpa arah dan membuatku kebingungan. Aku ingin menanyakan pada orang yang lewat "maaf, apa kau melihat bulan yang biasa menggantung di langit?" namun aku tidak berani, bukan tidak berani bertanya, namun tidak berani mendengar jawabannya. jika tiba-tiba yang kudapat adalah jawaban aneh lainnya yang berbeda dari apa yang biasanya aku sadari. "Bulan sudah hancur sejak dulu, lebih dari satu abad kehancurannya." Atau "bukankah bulan itu ada disana? Tetap pada tempatnya." Dan kedua jawaban itu sama-sama menakutkan. Apapun yang terjadi, ini mulai tidak waras. Tiap kejadian hanya semakin aneh dan tidak masuk akal. Bulan, yang selalu menggantung di langit dan memantulkan sinar matahari, tiba-tiba mengilang entah kemana. Apakah ini masih duniaku? Apa aku terlantar dalam ruang dan waktu? Pikiran-pikiran yang berlawanan dengan logikaku mulai bermunculan, mulai naik ke permukaan dan berdiam disana, membuatku tidak bisa berenang bebas. Untuk beberapa waktu, aku hanya diam dan memikirkan apa yang terjadi, namun tidak menemukan sisi penjuru. Pada satu sisi tidak ada ujungnya, sedangkan pada sisi yang lain hanyalah jalan buntu. Satu-satunya sisi yang paling masuk akal adalah mempercayai, bulan sudah tidak ada ditempatnya.

Antara Aku dan ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang