BEBERAPA hari setelah itu aku hanya fokus pada kuliah. Beberapa tugas yang aku telantarkan mulai merengek dan harus segera dikumpulkan. Tidak ada minat pada diriku untuk mendapat nilai bagus, selama nilai itu bisa memenuhi persyaratan dan aku tidak harus mengulang, itu sudah cukup. Aku heran, apa yang orang-orang kejar dengan semangatnya dalam melakukan tugas kuliah. Di sana tidak ada apapun kecuali sekedar penilaian, atau mungkin hanya aku yang merasa seperti itu.
Pak Takeda meneleponku hampir tengah malam, saat aku sedang menatap langit gelap dengan taburan bintang dan hiasan awan. Entah sejak kapan, ini menjadi rutinitasku setiap malam, seperti mengecek apa dia sudah ada di sana. Pantulan sinar putih dari bulan yang menerangi itu benar-benar kurindukan. Mungkin sesuatu yang dirindukan oleh orang mati adalah cahaya bulan. Oh, atau mereka membencinya?
Seperti biasa, telepon Pak Takeda berdering dengan sebuah pola seperti kode morse, dan aku bisa menebak bagaimana pola kalimatnya nanti. "Apa kau lusa kosong?" katanya tanpa basa-basi sedikitpun. "Selama aku bisa menyelesaikan tugas dan pekerjaan kuliahku maka kosong." Sebenarnya aku tidak terlalu peduli pada tugas dan tetek bengeknya. Aku mengucapkan itu agar dia mengira aku seperti orang rajin. "Aku sudah menjadwalkan pertemuanmu dengan Fumioka, kau ingat, kan? Besok lusa dia bisa dan sudah kuhubungi, ah, susah sekali menghubungi orang itu. Mungkin jika kaisar menghubunginya dia akan sangat kesal." Kedengarannya Pak Takeda sedang bercanda. Namun di malam seperti ini, tidak ada hasrat sedikitpun untuk tertawa, kegelapan malam menyembunyikan rahasia. "Kuusahakan. Lagipula aku belum menyusun pertanyaan untuk ditanyakan, dan kau tentu tahu aku tidak bisa bertanya dengan bebas apalagi dalam pertemuan seperti itu."
"Tenang saja, itu akan mengalir dengan sendirinya, dan kuharap kau bisa, karena saat aku berbicara dengan Fumioka ini, dia sangat pendiam dan pasif. Baik, bisa, ya, sampai jumpa. Hanya itu yang dia katakan selama di telepon, bahkan aku tidak tahu apa dia paham dengan ucapanku atau tidak. Dari suaranya dia seperti robot yang punya jiwa."
Aku memegang tanganku yang pegal, "kuusahakan. Ada satu hari untukku bersiap dan aku harap kau tidak berharap banyak kepadaku. Biasanya sesuatu akan menjadi buruk saat seseorang berharap."
"Aku tidak pernah berharap kepadamu atau siapapun. Harapan hanya tipuan untuk meyakinkan diri sendiri seperti sebuah ikatan, dan saat ikatan itu dilepas maka akan menimbulkan bekas merah. Itu menyakitkan bahkan untukku. Tapi untukmu itu pengecualian, memang aku tidak berharap kepadamu, namun aku yakin padamu."
"Kau menggodaku? Maaf saja, aku tidak berminat dengan orang yang sudah beristri. Lagipula kau tidak meninggalkan istrimu sendirian di ranjang, kan?"
Pak Takeda hanya diam dan terdengar suara napas berat, "pokoknya, lusa kau harus menemuinya dan membicarakan tentang rencana penggagalan itu untuk semester ini, dan apakah dia berkenan untuk dilatih. Area pertemuan ada di Hotel Emanon. Tidak terlalu jauh dengan Stasiun Shibuya. Aku sudah pesankan meja di sana atas namamu jam empat sore. Aku tidak tahu bagaimana wajah Fumioka, namun sudah kukatakan padanya kalau kau akan memakai baju warna hitam dan rompi beige. Itu muncul begitu saja di kepalaku dan kau harus memakainya. Jika kau tidak punya, maka segera beli besok, akan ku kirimkan sejumlah uang untukmu."
Aku merasa seperti seorang wanita yang akan kencan. "Tidak perlu, aku bisa beli sendiri. Baju hitam bukan masalah, rompi beige itu menjadi persoalan. Besok akan kucari." Angin malam masuk melalui jendela yang masih terbuka, hawa dinginnya menggetarkan tanganku dan membuat hidungku merah.
"Membuat orang lain mengeluarkan uang atas kesalahanku adalah penghinaan."
Entah dia sadar atau tidak, bahwa menelepon orang pada tengah malam itu juga termasuk kesalahan. "Baiklah. Harga dirimu memang mahal sekali, dan aku tidak akan bisa melawannya. Akan kuusahakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Aku dan Manusia
Genel Kurgu"Cukup satu kesalahan, itu akan membuatmu menderita." Lahir di kota yang sakit, dengan segala situasi yang sakit. Mencari apa itu kebahagiaan, dan menghindari segala kepura-puraan. Semesta kecil seorang wanita, yang dirundung kenangan dan masa lalu...