38. Seperti Sebuah Omong Kosong Yang Disisipkan Untuk Menyembunyikan Kebenaran

2 3 0
                                    

AKU merasa seperti sedang dalam penghakiman ringan. Benar kata Miyako, dalam perspektifnya, aku seperti seorang wanita sembrono yang tidak tahu apa-apa tentang apa yang akan dia hadapi. Paman Kanae dan Fumioka mengiyakan karena mereka tahu dan mereka berharap, sedangkan aku bisa dibilang hanya berjalan dengan tujuan tanpa tahu bagaimana cara melewatinya. Tiba-tiba dadaku menjadi sesak.

"Mungkin seperti itu, aku tidak tahu bagaimana internet itu bekerja, apakah ada seseorang yang melaporkan atau juga sebuah pengetahuan absolut yang dihitung entitas sendiri. Tapi bagaimanapun itu, aku percaya bahwa orang itu benar-benar berbahaya. Tentang seberapa bahayanya, maka ini tidak kuketahui dengan pasti. Tapi, entah kenapa ada keyakinan dalam diriku untuk terus berjalan ke depan ke arah sana, ke arah orang itu."

"Kau menarik masalah dan kau akan menyetorkannya ke magnet yang lebih besar, atau, dialah tujuanmu."

"Tujuanku adalah aku bisa hidup tenang."

Dia tertawa, tawa yang segar. "Seharusnya kau tidak berpikir seperti itu setelah kau berkata bahwa laki-laki itu berbahaya. Tapi mungkin bisa dianggap seperti itu. Tujuanmu adalah hidup tenang, oleh karena itu kau ingin membereskan masalahnya. Lalu entah darimana, kau menganggap orang itu –tetua itu adalah akar masalahnya, begitu?"

"Bisa jadi. Aku juga tidak bisa memberikan alasan secara konkret mengapa dan bagaimana, hanya menurut perasaanku saja, atau mungkin naluri bertahan diri. Bertemu dengan anak yang menuliskan tentang Monogaki adalah pemicu aku meyakini sesuatu, sesuatu atas banyak hal belakangan ini."

"Begitu, ya." Tanpa kusadari, sup di mangkuk Miyako telah tandas dari tadi, terakhir aku meliriknya, masih ada sup sekitar seperempat mangkuknya dan tidak kulihat sama sekali dia menyuapkan sup ke dalam mulutnya. Atau mungkin saja aku tidak bisa menyadarinya?

"Aku sepertinya cukup paham posisimu dan berbagai hal yang kau maksud. Tapi bisakah aku bertanya beberapa hal lagi? Anak itu, yang mengirim naskah itu, pasti berhubungan sangat dekat dengan laki-laki yang disebut tetua itu, kan?"

Entah kenapa aku tidak kaget mendengar kesimpulan tajam secara mendadak dari Miyako. Atau bisa jadi aku berharap dia menyadarinya dari lubuk hatiku. "Begitulah."

"Dan kau mendapat banyak informasi tentang orang itu saat di rumah anak itu? Ah, aku tidak tahu kata ganti apa yang bisa memudahkan ini."

"Ya, begitulah. Anak itu dan walinya memiliki hubungan yang bisa dibilang erat dengan tetua itu. Jadi ada banyak informasi yang kudapatkan dan berbagai hal lainnya. Walinya adalah laki-laki kurus kepala sekolah dasar hingga menengah pertama di desa itu, satu-satunya sekolah di desa di dalam hutan atas bukit. Dia tidak terlihat kuat ataupun cakap dalam berbagai hal, malah terlihat lemah dan tidak tahu apa-apa. Penampilannya mengingatkanku pada belalang sembah yang sekarat. Tapi, ketika berbicara dengannya dan segala bentuk keteledoran yang ia akui, aku merasa sebuah hal aneh. Nada bicaranya dan aturan kalimatnya tidak bahasa, terdengar jujur tapi juga ada sebuah ketidakyakinan dalam nadanya. Dia mengaku bahwa dia percaya, tapi dia juga ragu-ragu di saat yang bersamaan. Berbagai kejadian secara tidak langsung aku amati menambah keraguanku. Dia bilang dia sedikit pelupa atau sering keluar dari topik pembahasan, padahal dari dalam matanya ada sebuah sinar –sinar yang muncul pada tiap mata yang serius dan menginginkan sesuatu. Jadi kupikir walaupun dia membelokkan pembicaraan atau tiba-tiba memberi tahuku sesuatu yang berbeda dari apa yang kutanyakan, seolah agar aku mengetahuinya, bukan karena kesalahannya. Dia seperti merasa bahwa berbagai informasi yang dia akui keluar dari mulutnya secara tidak sengaja itu bisa berguna bagiku secara tidak langsung.

"Dua orang; walaupun keduanya bukan berasal dari ibu yang sama, tapi mereka adalah saudara dari ayah yang sama. Pemikiran mereka cenderung bisa kupahami, mengendalikan informasi dan kecakapan memperkirakan sesuatu secara seksama. Dan keuntungan bagiku, kedua orang ini memiliki banyak pandangan berbeda tentang berbagai hal dan cenderung berlawanan. Jika seandainya ada perlawanan logika, mungkin dua orang ini adalah lawan yang sangat setara dalam maksud dan tingkatan tertentu. Tapi karena wali Fumioka hanya mengurung diri di tengah hutan atas bukit, aku jadi ragu dia bisa melakukan banyak hal untuk melawan seseorang yang selalu aktif dalam organisasi dan Partai Radikal."

Antara Aku dan ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang