19. Bila Air Diam Saja Maka Tak Usah Lakukan Apa-Apa

9 4 0
                                    

UDARA musim panas benar-benar menyesakkan, sinar matahari sepanjang hari yang menyengat dan membakar kulit tiap seseorang melintas menantang di bawah matahari. Suara burung Tonggaret yang pagi tadi saling bersautan sekarang diam seperti dipaksa. Mungkin mereka juga kelelahan dan kepanasan dihari seperti ini. Saat aku berjalan bahkan terlihat gelombang panas menyembur dari aspal dan membentuk sebuah goncangan dalam pandanganku, melihatnya membuat kepalaku terasa sakit seperti dijepit dari kedua sisi. Bahkan saat sudah di dalam apartemen Hanabi, rasa sakit dan perasaan di musim panas ini masih menyelimuti. Keringat mengucur dari balik T-shirt yang aku kenakan dan bagian punggung serta bawah ketiak sudah basah karena keringat, menempel pada tubuh dengan sempurna.

"Diperkosa, dalam artian fisik?" Tuturku pada Hanabi dengan ekspresi yang hampir tidak kuketahui. Mungkin aku mengeluarkan sebuah ekspresi kaget dengan mata melotot dan tangan menggenggam ujung meja, namun aku ragu dengan hal seperti itu. Mungkin lebih masuk akal bila aku tidak mengeluarkan ekspresi apapun.

"Benar, dalam artian fisik. Artinya aku benar-benar diperkosa, miliknya dimasukkan pada milikku, seperti itulah. Namun dengan paksaan dan sepihak."

"Setelah kematian ayahmu?"

"Benar, tepat pada malam setelah pemakamannya," katanya. "Waktu itu aku berjalan-jalan di kota seperti kebiasaan kita dulu, berjalan entah kemana sambil melihat langit dan matahari terbenam. Lalu melihat bulan yang muncul perlahan seperti awal sebuah film, duduk di taman dan minum sekaleng kopi dari mesin penjual otomatis, jalan-jalan semacam itu. Pada waktu itu aku hanya ingin berpikir, berpikir sesuatu tentang hidup dan mati serta reinkarnasi seperti yang kita bahas, kau ingat? Kau mengatakan bahwa hidup dan reinkarnasi kemungkinan adalah dua hal yang berbeda, dan aku masih berpikir tentang itu sampai larut malam. Mungkin jika polisi menemukanku aku akan kena razia dan diintrogasi mengapa masih berada di luar pada jam malam. Mungkin aku akan menjawab 'aku sedang memikirkan sebuah hipotesis tentang kehidupan, kematian dan reinkarnasi. Apakah bapak tahu tentang hal tersebut, aku benar-benar tidak paham.' Namun tentu saja dia tidak akan mempercayaiku dan waktu itu nasib berpihak padaku. Aku bisa kemanapun dengan tenang dan damai sambil berpikir tentang hal-hal fundamental semacam itu. Dan waktu itu aku bahkan berpikir tentang kematian, batas atau sebuah titik yang harus dicapai agar mengetahui rahasia alam semesta. Rasanya aku benar-benar ingin tahu makna dibalik kata kematian itu sendiri. Namun apakah hal itu punya makna atau tidak, aku tidak tahu. Bahkan mungkin aku ragu bahwa kematian itu punya makna, hanya kata kerja yang biasa digunakan tanpa makna yang dalam. Namun itu hanya pandangan pertama.

"Dalam pandangan pertama terkadang kita melihat hanya dari luarnya saja dan mengira bahwa itu adalah kebenaran, namun bila kita memandang jauh lebih jauh maka akan ada banyak makna didalamnya. Waktu itu aku pun juga seperti itu. Berpikir mungkin saja kematian adalah sebuah anugerah yang unik untuk beberapa orang, seperti karunia pada dewa. Jika kujelaskan maka bisa sangat panjang dan tentu itu bukanlah inti. Namun yang pasti aku berpikir tentang kematian dan reinkarnasi melebihi segalanya, bahkan aku lupa kalau ayahku baru saja meninggal. Waktu itu aku duduk di atas sebuah papan luncur sambil memandang langit menatap bulan separuh, bulan yang sangat indah, terbelah menjadi dua tepat di tengah dengan bentuk yang hampir simetris. Kau tahu Naoko? Saat di bawah cahaya kita terkadang tidak bisa berpikir dalam, cahaya seperti menghalangi kita untuk mengetahui sesuatu secara makna dan harfiah, itu benar-benar merepotkan. Bahkan jika beberapa orang memeras kepala mereka saat siang hari, yang didapat hanyalah kesimpulan sederhana dan tidak berharga. Aku masih tidak tahu mengapa tapi hal seperti itu banyak terjadi.

"Namun disisi lain apabila dalam kegelapan kita cenderung bisa berpikir lebih jernih dan dalam. Tentang siapa kita dan mengapa kita di sini. Hal-hal seperti itulah yang kupikirkan saat berada dalam kegelapan yang damai. Mungkin memang lebih baik dunia penuh dengan kegelapan agar manusia merasa lebih damai. Nah, pada saat itulah ingatanku mulai kabur. Aku tidak tahu mengapa dan bagaimana, tiba-tiba aku bisa berada dalam sebuah gang kecil dengan telanjang bulat. Bercak putih lengket masih berada dalam kemaluanku waktu itu. Benar-benar telanjang bulat, seluruh pakaian dan sandalku hilang entah kemana, bahkan ingatanku sendiri ikut hilang. Pada saat itu rasa sakit yang luar biasa menyeruat dari bawah perutku seperti ditusuk-tusuk oleh besi yang lengket. Rasa nyeri itu tidak hanya di bawah perut namun juga dari belakang pantatku, sepertinya mereka benar-benar brutal. Walaupun aku tidak tahu bagaimana dan siapa, entah kenapa aku berpikir bahwa itu mereka dan bukan dia."

Antara Aku dan ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang