SUDAH sekitar dua minggu aku berlatih di tempat kebugaran yang disarankan oleh Miyako. Tidak sulit untuk menemukan tempat itu melalui penjelasan sederhana, karena memang tempat itu sudah terkenal di sekitar kota itu. Waktu aku kebingungan mencari jalan dan bertanya pada orang-orang yang kutemui secara acak, mereka semua menjelaskan dengan sangat lancar seolah-olah itu jalan yang selalu mereka lalui waktu pulang kerja. Tempat itu cukup luas –bahkan bisa dibilang terlalu luas untuk disebut sebagai tempat kebugaran. Tempat itu benar-benar lengkap dengan segala fasilitas yang pernah kulihat, bahkan ada beberapa alat yang baru kulihat saat itu juga dan aku sama sekali tidak mengerti bagaimana menggunakannya. "Apakah aku harus memasukkan kedua kakiku pada batangan besi berbantal ini atau menggenggamnya?" pertanyaan aneh seperti itu sering kutanyakan dalam diriku sendiri. Dengan total enam kali pertemuan dengan seorang mentor yang mungkin dua tahun lebih tua di atasku. Dia adalah wanita langsing dengan tubuh yang bisa kusebut sempurna. Tapi ada satu hal yang mengganjal di bagian tubuhnya yang menurutku sangat menggangguku; ada sebuah bekas luka pada bagian leher belakangnya, seperti bekas sebuah sayatan dan beberapa jahitan untuk menutup luka tersebut. Aku ingin menanyakan perihal luka yang hampir menutupi bagian belakang lehernya itu, tapi aku merasa bahwa itu tidak sopan. Di balik keingintahuanku, aku berspekulasi banyak hal perihal penyebabnya, tapi aku sama sekali tidak menemukan alasan lain selain satu; bekas perkelahian.
Wanita itu benar-benar baik padaku. Entah karena dia memang baik pada semua orang atau karena dia mengenal Miyako. Dia bilang, Miyako adalah adik tingkatnya di universitas dan kawan baik saat menjalani pelatihan minum teh. Katanya, Miyako meneleponnya bahwa akan ada teman akrabnya yang datang ke sana dan memohon supaya dibimbing dengan intens seluruh persendian dan ototnya. Hal yang membuat mentorku ini kaget adalah Miyako menambahkan pesan 'latih juga agar ototnya kuat untuk bertarung dengan lelaki dewasa.' Tapi melihat tentang kebiasaan Miyako yang terkadang mengundang laki-laki ke rumahnya secara tiba-tiba atau secara acak, membuatnya berpikir bahwa aku sama seperti Miyako, dan tujuanku adalah untuk melindungi diri dari laki-laki bejat yang seenaknya saja. Aku sebenarnya ingin sedikit meluruskan tentang hal itu, cukup menyakitkan dikatakan tentang sesuatu yang bukan sebenarnya, walaupun itu hal baik ataupun buruk. Tapi aku sama sekali tidak bisa menemukan alasan yang masuk akal untuk digunakan sebagai alasan. Jika aku menjawab secara jujur, "untuk melindungi diriku sendiri dan bertarung dengan seorang yang terlatih; mungkin juga mantan pembunuh bayaran atau yang lebih menakutkan, serta maukah kau mengajariku cara menembak dengan benar agar korban bisa mati seketika? Mungkin saja kau punya style khusus dalam membunuh, bisa kau ajari aku?" jika aku berkata seperti itu tentu saja aku akan mendekam di ruang introgasi selama lima hari.
Miyako mengatakan padaku bahwa dirinya tidak memiliki teman akrab, atau seseorang yang disebut dekat untuk mencurahkan segala perasaannya. Tapi mengetahui bahwa dia memiliki teman yang menjadi mentorku, membuatku merasa dibohongi. Benarkah dia tidak punya teman dan sendirian secara harfiah? Atau ada sesuatu di antara mereka yang membuat Miyako tidak bisa menyebutnya 'teman dekat'? Memikirkan itu hanya akan membuatku semakin pusing.
Pak Takeda adalah orang yang tidak bisa dinalar secara tepat. Segala tingkah lakunya merupakan hal abstrak yang kemungkinan pantas diteliti dan diamati oleh Freud. Mungkin dia akan mengundang Pak Takeda ke ruang prakteknya dan akan bicara sambil merokok dengan santai. Karena itulah aku tidak pernah merasa bosan berurusan dengan Pak Takeda; di sisi lain mungkin ada sedikit rasa pedih saat berpikir bahwa aku tidak tahu apapun tentang dirinya. Apakah dia sudah menikah dan punya anak, apakah dia nyaman dengan hidupnya sebagai editor atau dimana rumahnya? Aku sama sekali tidak mengetahui informasi pribadi semacam itu. Bahkan walaupun dia sangat sering meneleponku, aku sama sekali tidak mengetahui nomor telepon miliknya. Apabila aku perlu menghubunginya –walaupun itu sangat jarang terjadi, aku akan menghubungi ke kantor penerbit, juga karena jam datangnya yang seenaknya sendiri, aku sering kesulitan tentang jam berapa aku harus menghubunginya. Sebaliknya, dia bahkan mengetahui banyak hal tentang diriku yang bisa dilihat ataupun sesuatu yang sangat fundamental sebagai manusia. Memikirkan hubungan timbal baik yang sangat berat sebelah seperti ini membuatku sama sekali merasa tidak seperti seharusnya, dan mungkin ini pertama kalinya aku merasakan sebuah ketidakadilan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Aku dan Manusia
Aktuelle Literatur"Cukup satu kesalahan, itu akan membuatmu menderita." Lahir di kota yang sakit, dengan segala situasi yang sakit. Mencari apa itu kebahagiaan, dan menghindari segala kepura-puraan. Semesta kecil seorang wanita, yang dirundung kenangan dan masa lalu...