EPISODE 9

15K 1.1K 71
                                    

Happy reading❤️

Mengapa berhenti? Apa yang harus Shasya lakukan sekarang? Kedua pipinya tiba-tiba terasa panas, ia yakin wajahnya kini telah merona. Perlakuan Rey yang lembut secara tiba-tiba kembali membuatnya luluh.

Apa Shasya harus inisiatif?

"Kak Erick ..."

Rey memandang gadis itu. "Relaks baby, aku hanya ingin menciummu."

Tanpa menjauhkan jarak, Rey mengangkat dagu Shasya ke atas guna menatapnya. "Baru begini saja kamu sudah gemetar, bagaimana nanti kalau kamu sudah menjadi istriku."

What! Istri?! Terkadang lelaki itu suka berekspetasi terlalu tinggi terhadap sesuatu. Menurut Shasya itu sangat menyebalkan. Ingatkan Shasya agar selalu waspada dengan lelaki dihadapannya.

Tanpa sadar pipi Shasya merona. Ia mengalihkan pandangan ke penjuru ruangan, menghindari tatapan mengintimidasi dari lelaki itu.

Gadisku terlalu manis -batin Rey gemas dalam hati.

"Kenapa?" terlihat sebelah alis Rey terangkat.

Sontak saja Shasya salah tingkah. Ia menggigit bibirnya menahan perasaan gugup yang menyerang hatinya.

"Apa kamu tersipu, hm?" Rey menyentuh bibir ranum yang sempat Shasya gigit. Suara lelaki itu terdengar serak dan tertahan.

Shasya memundurkan wajahnya, memberi jarak yang secara tidak langsung menyinggung perasaan Rey.

"A-aku ... Jangan seperti ini,"

"Lalu harus seperti apa?"

Shasya menatap Rey sesaat sebelum menundukan kepalanya ke bawah. "Ini dirumah sakit," cicitnya yang nyaris tidak terdengar.

"Aku tau. Tapi aku gak peduli."

Kak Erick benar-benar keras kepala banget... -batin Shasya.

Shasya menahan dada Rey dan membuang wajahnya ke samping saat Rey sudah berniat mencium bibirnya. "Aku gak mau," ujar Shasya pelan.

Rey membuang nafasnya kasar. Ia tidak akan memperpanjang masalah ini, mengingat Shasya tengah sakit. Mungkin di lain kesempatan ia bisa. Tunggu saja.

"Aku hanya ingin mengecupnya saja,"

Hanya mengecup ya, jika begitu maka Shasya mengizinkan.

"Hanya kecupan?"

Rey mengganggum mantap.

"Beneran?"

"Aku gak bohong,"

"Oke."

"Kalau begitu Shasya mau."

Shasya memandang Rey ragu. Namun tak ayal gadis itu bergerak maju mendekat ke arah wajah Rey.

Gotcha!

Rey bergerak cepat menarik wajah Shasya dan menyambar bibir menggoda itu. Menekannya lebih dalam, menelusuri setiap sudutnya. Sama sekali tidak membiarkan Shasya menghirup udara.

Tangannya menyentuh wajah cantik itu yang terasa sangat lembut, sesekali membelainya dengan gerakan pelan teratur yang memberikan sensasi aneh bagi Shasya.

Deg
Deg
Deg

Jantung Shasya berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Ia terlalu terkejut menerima serangan mendadak, bahkan tubuhnya melemas karena dikendalikan oleh Rey. Matanya terpejam, mengikuti insting serta nalurinya yang memaksanya untuk menerima.

Shasya menggeliat kecil mendorong dada bidang Rey dengan kedua tangannya, namun tetap tidak bisa. Ia begitu kecil dan lemah di dekapan lelaki itu. Disaat Shasya kehabisan oksigen di paru-parunya, tiba-tiba tubuhnya melayang. "Hmpt!" berakhir ia duduk dipangkuan Rey.

Seperti mengetahui bagaimana kondisi Shasya yang sudah kehabisan nafas, Rey langsung melepas pangutan tersebut. Seketika kedua mata mereka saling bertubrukan disertai nafas yang memburu.

"Shasya gak bisa ... Nafas, kak Erick mau bunuh Shasya ya?!"

Rey terkekeh melihat gadisnya yang mencak-mencak. "Itu belum seberapa, sayang."

"Masih kurang," imbuhnya ringan.

Sontak mata Shasya terbelalak. "Lalu kapan kak Erick akan merasa puas?"

"Kapan aku merasa puas?" Shasya mengangguk lucu.

Rey tersenyum miring, lalu bergerak maju mencuri kecupan di pipi Shasya. "Tentu saja gak pernah."

"Ish, tadi kak Erick bukan cium aku tau." Shasya mencebikkan bibirnya kesal. Ekspresinya entah kenapa terlihat menggemaskan menurut Rey.

"Kenapa bisa begitu?" Rey mengerutkan dahinya bingung.

Shasya menutup bibirnya dengan kedua tangan mungilnya. Menjaga-jaga jika Rey menyosor kembali. "Kak Erick tadi gigit bibir Shasya ih!"

"Sakit tau nggak!"

Rey hanya tersenyum, ia menggapai tangan Shasya yang menutupi bibir. Lalu mengusap sudut bibir Shasya yang memang sedikit mengeluarkan darah. Ingat! Sedikit.

"Tidak mudah untuk mendapat kesempatan bagus di hari yang panjang ini."

"Apa masih sakit?" imbuh Rey dengan suara yang terdengar lembut. Sembari tangannya mengusap bibir Shasya.

Shasya menggeleng. "Enggak, udah sembuh." ucapnya polos.

Lagi-lagi Rey terkekeh. "Hm, tangan aku ajaib. Bukan begitu baby?"

Shasya mengangguk antusias dengan kedua mata berbinar cerah.

Rey mengulum senyum. Matanya tidak sedikitpun terlepas dari Shasya. Menatapnya dalam seperti tengah memberi isyarat akan cintanya pada gadis itu.

Hanya lewat sorotan mata, Rey terlihat jelas sangat mencintai gadis itu.

Rey melihat jarum jam di pergelangan tangannya. Gadisnya belum makan malam. Rey tahu bagaimana sulitnya membujuk Shasya untuk makan ketika dalam keadaan sakit.

"Shasya mau pulang, kak Erick."

"Disini gak nyaman kayak dirumah. Shasya mau pulang..."

"Lagian Shasya udah sembuh kok, sakitnya juga gak terlalu parah bukan?"

Hening.

Shasya menyenderkan kepalanya ke dada bidang Rey, sembari telunjuk mungilnya bergerak membentuk pola abstrak di dada lelaki itu.

Mendengus kesal ketika ocehannya tidak digubris oleh Rey. Lelaki itu malah sibuk dengan handphonenya. Mengabaikan Shasya.

"Kak Erick denger gak sih?!" sentak Shasya.

Rey terkesiap. "Hei, jangan teriak-teriak. Nanti tenggorokan kamu sakit."

"Biarin!" ketus Shasya.

Rey menghembuskan nafasnya. Kemudian meletakan handphonenya di atas lemari kecil disisi ranjang. Ia baru saja meminta seseorang untuk segera datang kemari mengantarkan makanan. Karena ini waktunya Shasya makan malam.

"Gak baik ketus-ketus seperti itu,"

"Habisnya kak Erick gak dengerin Shasya ngomong!"

Rey menggeleng. "Aku dengar."

"Kak Erick gak dengar. Orang tadi fokus main handphone."

"I'm not."

"Iya!"

"Nggak sayang,"

Shasya memasang raut wajah kesal. Bibirnya mengerucut maju dengan pipi mengembung. Ekspresi yang sangat disukai oleh Rey. Menggemaskan.

"Terserah, Shasya benar dan kak Erick salah. TITIK!" ucapnya penuh kemutlakan.

Rey hanya terkekeh, menyelinapkan helaian rambut Shasya ke belakang telinga gadis itu. "Hm. Kamu memang selalu benar, sayang."

Rey akan selalu kalah jika berhadapan dengan gadisnya.

TBC.

Sweet ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang