Dikira Miskin oleh Keluarga Suami
~~~~~~~~~~~~~
Part 1 (perkenalan)
"Paket!" Samar-samar aku mendengar orang berteriak. Bergegas aku berlari membukakan pintu.
Ternyata mas ojol, memang beberapa hari lalu aku memesan barang dan ternyata yang mengantarkan ke rumah adalah mas ojol.
"Dengan Mbak Amira Salsabilla? Ini ada paket atas nama, Amira Salsabilla," ucap mas ojol tadi.
"Ya, mas," jawabku. Lalu sang ojol menyodorkan paketnya dan menyuruhku untuk tanda tangan sebagai bukti tanda terima.
"Mbaknya kerja disini ya?" tanya mas ojol. Aku hanya menyerngitkan alis tanda tak paham dengan maksudnya.
"Mbaknya kerja disini?" tanya mas ojol lagi. Lalu aku memperhatian penampilanku, ternyata hari ini aku hanya memakai celana boxer dan kaos oblong. Mungkin mas ojol pikir aku seorang ART disini.
"Em iya, mas," jawabku bohong.
"Oh, udah lama kerja disini?" tanya mas ojol basa basi.
"Lumayan, mas."
"Oh gitu, boleh tukeran nomor hp nggak, mbak?" tanya mas ojol menggodaku.
"Buat apa, mas?"
"Emmm buat kenalan aja, mbak."
Lalu aku memberikan nomor hp-ku kepada mas ojol yang ku ketahui bernama Galih dari aplikasi ojol tersebut.
*********
Ting
Ada notifikasi di hp-ku. Saat kubuka, terdapat satu chat baru diaplikasi berwarna hijau dengan gambar telpon didalamnya.
(Selamat malam)
Begitu chatnya. Saat kubuka foto profilnya, aku baru ingat jika dia adalah Mas Galih si driver ojol yang tadi mengantarkan paket.
(Selamat malam juga)
Kuklik tombol send. Tak selang lama dia pun membalas.(Belum tidur mbak?) tanyanya.
(Belum ngantuk mas, jangan panggil mbak dong mas, keliatannya kaya udah tua aja, hehe.) balasku.
(Terus panggil apa dong. Gimana kalau aku panggil Neng aja?)
(Boleh mas.)
balasku sambil menyematkan emoticon senyum dengan pipi merona.******
Semakin hari hubungan kami semakin dekat, dari yang hanya mulai mengobrol lewat chat, kini Mas Galih juga sering datang ke rumah hanya untuk menemuiku.
Entah kenapa Mas Galih masih menganggapku sebagai ART di rumahku sendiri, apa mungkin karena penampilanku yang kurang cocok untuk pemilik rumah bertingkat dua itu.
Aku pun terus melakukan sandiwara dihadapan Mas Galih. Bahkan Mbok Jumi, pembantu di rumahku dan Pak Kosim, supirkupun aku suruh bersandiwara dihadapan Mas Galih. Agar aku tahu apakah Mas Galih benar-benar mencintaiku atau tidak, jika aku hanyalah seorang ART, mengingat para mantan kekasihku hanya menginginkan hartaku ketika kami menjalin kasih.
***********
Enam bulan berlalu, hubunganku dengan Mas Galih yang dulunya hanya teman ngobrol kini sudah berganti status menjadi berpacaran. Aku merasa nyaman dengan Mas Galih, dia tidak sungkan denganku walau aku hanyalah ART, ya ... kurang lebih mungkin itu yang dipikirkannya.
"Neng, mas suka sama kamu sejak kita pertama kali ketemu, mas cinta sama kamu. Apa kamu mau jadi istri mas? Mengingat mas hanyalah driver ojek online yang penghasilannya tak menentu," ungkap mas Galih suatu hari saat kami berada di taman.
"Neng Amira? Maukah kamu menjadi istriku?" Tiba-tiba dia jongkok dihadapanku dan mengeluarkan sebuah cincin polos yang berada didalam kotak perhiasan.
Seketika suasana taman menjadi ramai, banyak orang bertepuk tangan dan memintaku untuk menerima pinangan Mas Galih.
Ah ... hatiku rasanya berbunga-bunga, Mas Galih begitu romantis. Aku yang sudah merasa nyaman dengan Mas Galihpun mengangguk tanda menyetujui.
"Ya mas, aku mau," jawabku sambil mengangguk pasti.
"Alhamdulillah." Mas Galih berucap syukur kala aku menerima pinangannya.
Lalu Mas Galih menyematkan cincin tadi kejari manisku. Tapi aku merasa ada yang beda dari cincin itu. Seperti bukan cincin emas. Ah mungkin hanya perasaanku saja.
"Makasih ya Neng, kamu udah mau menerima lamaran mas," ucap Mas Galih sambil menggenggam tanganku.
"Iya Mas. Tapi kan Mas, aku belum kenal sama keluarga Mas, gimana kalau keluarga Mas nggak setuju dengan hubungan kita, mengingat aku hanyalah seorang ART."
"Kamu tenang aja Neng, aku udah pernah bicara sama Ibu, kalau aku punya pacar seorang ART dan Ibu juga nggak masalah," jawab Mas Galih menyakinkanku.
"Yaudah gimana kalo besok sore aku ajak kamu ke rumahku? Tapi ya gitu, rumahku kecil. Kamu mau nggak?" tanya Mas Galih.
"Mau mas."
"Yaudah, besok jam 5 aku jemput kamu ya."
********
Sesuai janjinya, jam 5 Mas Galih sudah berada di depan rumah.
"Neng, itu di depan rumah ada Mas Galih." Mbok Jumi memanggilku yang masih berada di kamar.
Ya memang dari dulu aku meminta Mbok Jumi dan Pak Kosim untuk memanggilku dengan sebutan Neng, bukan Non.
"Oh iya, Mbok. Bentar lagi aku turun," ucapku kepada Mbok Jumi.
"Neng Amira teh yakin sama Mas Galih? Mbok kok kaya kurang sreg gitu ya sama dia," ucap Mbok Jumi yang membuatku bingung.
"Loh emangnya kenapa, Mbok?"
"Ya nggak tau, Neng. Mbok kaya ngerasa ada yang aneh aja sama Mas Galih itu." Mendengar ucapan Mbok Jumi, aku menghela nafas.
"Mbok tenang aja ya, Insyaallah Mas Galih baik kok. Yaudah ya mbok, aku mau pergi dulu," pamitku kepada Mbok Jumi.
Saat aku keluar, tenyata memang Mas Galih sudah menungguku. Dia memakai pakaian rapi dengan kemeja lengan pendek dan celana bahan warna hitam membuatnya makin gagah. Ya ... setidaknya seperti itulah yang aku lihat.
*******
Mungkin sekitar 40 menit kami menempuh perjalan menuju rumah Mas Galih, akhirnya kami pun sampai.
"Assalamualaikum." Mas Galih masuk sambil mengucap salam.
Tak lama muncullah seorang wanita paruh baya dan dua perempuan cantik yang menatapku dengan senyum sinis.
Ada apa? Apa ada yang salah dengan penampilanku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikira Miskin oleh Keluarga Suami (TAMAT)
RandomBagaimana jadinya jika pengorbanan kita sebagai seorang istri tak pernah dihargai hanya karena status pekerjaan?