Dikira Miskin oleh Keluarga Suami 7
Part 7 (Pembalasan pertama)
"Mir!" Seperti ada yang memanggilku.
Aku menoleh ke belakang. Ternyata Mas Galih. Mau apa lagi dia, batinku
"Mir, kamu mau kemana, kok pakaian kamu bagus begitu?" tanya Mas Galih.
"Bukan urusan kamu," jawabku.
"Ya urusan aku dong, 'kan kamu masih istri aku," ucap Mas Galih.
"Ck, dasar tak tahu diri," gerutuku.
"Bagi duit dong, dua hari aku sepi penumpang nih," pinta Mas Galih.
"Terus apa hubungannya sama aku?" tanyaku.
"Ya kamu kan kerja, pasti ada duit."
"Ck, kamu selama jadi suami, pernah ngasih aku duit? Pernah ngasih aku nafkah? Nggak tau malu banget jadi laki-laki," ketusku.
"Ya ... itu kan karena aku harus ngasih ke ibu buat makan," jawabnya.
"Selama aku di rumah kamu, aku nggak pernah ikutan makan. Bahkan sampe aku kelaperan pun ibu kamu nggak peduli. Jadi, sekarang apapun yang terjadi sama kamu dan keluargamu, itu bukan urusanku," jawabku lalu masuk ke dalam mobil.
Huh! dasar nggak punya malu. Udah nggak pernah ngasih nafkah sekarang malah merongrong minta uang ke aku.
Oke, Mas, sepertinya permainan akan segera dimulai, batinku.
******
Hari ini aku berencana akan menemui karyawanku di kantor yang sedang dekat dengan Mas Galih.
Setelah sampai di kantor, aku sengaja mengontrol semua karyawanku. Satu persatu kuperhatikan wajahnya, hingga akhirnya aku menemukan apa yang aku cari.
"Kamu siapa namanya?" tanyaku padanya.
"Saya bu?" Tanyanya bingung.
"Iya kamu," jawabku.
"Sa--saya Winda bu," jawabnya gugup.
"Habis ini keruangan saya," ucapku memberi perintah, lalu pergi meninggalkannya.
**********
Tok tok tok
Ada yang mengetuk pintu dari luar.
"Masuk!" teriakku.
Pintu terbuka dan ternyata yang datang adalah Winda.
"Permisi Bu, ada apa ya tadi nyuruh saya ke ruangan Ibu?" tanyanya takut.
Mungkin dia fikir aku akan memecatnya.
"Duduk dulu," titahku.
"Ba--baik bu," ucapnya takut lalu duduk di hadapanku.
"Saya mau tanya, appa kamu kenal orang ini?" tanyaku pada Winda sambil memperlihatkan foto Mas Galih yanga ada diponselku.
"Kenal bu, itu Mas Galih tunangan saya," jawabnya yang berhasil membuatku melongo.
"Tunangan?" tanyaku tak percaya.
"I--iya bu, kami bertunangan baru 2 minggu yang lalu," ucapnya.
Dua minggu yang lalu berarti saat Mas Galih masih menjadi suamiku. Lalu, bagaimana bisa dia melamar Winda dengan status sebagai suami orang.
Dasar laki-laki kurang aj*r, batinku.
"Ya sudah, saya hanya mau tanya itu aja. Kamu bisa lanjutkan kerjamu," ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikira Miskin oleh Keluarga Suami (TAMAT)
RandomBagaimana jadinya jika pengorbanan kita sebagai seorang istri tak pernah dihargai hanya karena status pekerjaan?