Dikira Miskin oleh Keluarga Suami 11
Part 11 (Pelajaran untuk Sinta)
Sinta yang sedari tadi menunduk, lalu mengangkat wajahnya menatapku tajam. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum sinis.
"Sinta! Mulai sekarang kamu saya pecat!" ucap si manager kepada Sinta.
"Ta--tapi Pak ...," belum sempat Sinta menjawab, Pak Manager sudah memotongnya.
"Nggak ada tapi-tapian. Sekarang kamu pergi dari restoran ini dan nggak ada pesangon untuk kamu," ucap Pak Manager sambil mengusir Sinta.
Aku hanya tersenyum mengejek melihat Sinta memohon-mohon untuk tidak dipecat.
"Awas kamu!" teriak Sinta kepadaku sebelum keluar dari restoran.
"Sekali lagi saya minta maaf Bu atas kejadian kurang mengenakkan yang terjadi pada ibu atas perilaku pegawai saya."
"It's oke, Pak. Yang terpenting bapak sudah memecat pegawai yang tak bermoral itu agar restoran ini tak tercemar nama baiknya," ucapku.
Setelah Sinta pergi, aku menuju toilet untuk membersihkan wajahku yang penuh dengan cairan es jeruk.
******
"Heh kamu!" teriak seseorang saat aku hendak masuk ke dalam mobil bersama Lisa.
"Apa?" jawabku karena ternyata yang memanggilku adalah Sinta.
"Mau kamu apa hah! Dasar jal*ng! Berani-beraninya kamu bikin aku dipecat," ucap Sinta.
Lisa yang melihat jika akan ada keributan lagi langsung mengambil ponselnya dan mengarahkan ponselnya kearah aku dan Sinta. Mungkin dia ingin merekam kejadian bila saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Plak
Sinta menamparku lagi. Untung Lisa sudah merekam semuanya.
Aku yang mendapatkan tamparan hanya tersenyum, tidak berniat membalas karena aku punya rencana lain.
"Kamu itu udah numpang di rumah saya! Sekarang malah sok-sokan berkuasa," ucapnya menggebu-gebu.
"Lalu?" ucapku dingin.
Bukannya menjawab dia malah menjambak rambutku.
Perih, itulah yang kurasakan, tetapi aku hanya berusaha melepaskan cengekramannya dirambutku tanpa berniat membalasnya.
Tiba-tiba banyak orang yang berusaha melerai pertikaian kami berdua.
"Lepasin saya! Saya mau bunuh itu perempuan," teriak Sinta seperti kesetanan.
Aku yang masih membereskan rambutku yang berantakan hanya menatapnya.
"Kamu akan menyesal. Satu tamparan akan ku hargai 400 juta. Dua kali tamparan berarti 800 juta. Siapkan uangmu untuk membayarnya atau siapkan mentalmu untuk mendekam di penjara," ucapku dingin dihadapannya lalu berlalu meninggalkannya yang masih mengumpat.
"Bu? Ibu nggak papa?" tanya Lisa.
"Nggak papa, kamu sudah merekam semuanya?" tanyaku.
"Sudah, Bu."
"Baik, sekarang kita ke kantor polisi ya, Pak," ucapku kepada Pak Kosim.
"Baik, Neng."
Saat di perjalanan, aku merasakan bibirku sangat perih. Ternyata disudut bibirku terdapat darah. Mungkin bibirku pecah gara-gara tamparan Sinta tadi.
***********
Sesampainya di kantor polisi, aku melaporkan Sinta atas kasus penganiayaan yang dilakukannya terhadapku, bahkan aku melakukan visum karena tamparan yang diberikan Sinta cukup membuat rahangku merasa sangat sakit dan membuat sudut bibirku mengeluarkan darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikira Miskin oleh Keluarga Suami (TAMAT)
RandomBagaimana jadinya jika pengorbanan kita sebagai seorang istri tak pernah dihargai hanya karena status pekerjaan?