Dikira Miskin oleh Keluarga Suami
~~~~~~~~~~~
Part 3 (dimanfaatkan)
Padahal baru beberapa menit masuk ke rumah ini. Belum apa-apa aku harus sudah dihadapkan dengan sikap mertuaku yang semaunya. Belum lagi nanti adik iparku. Ah semoga saja Mas Galih tidak seperti mereka." Doaku dalam hati.
***********
"Mas, kenapa ya kok kayaknya ibu sama adik-adik kamu kaya nggak suka sama aku?" tanyaku pada mas Galih saat kami berada di kamar.
"Kok kamu bilang gitu?"
"Soalnya tadi waktu aku beberes pakaian, ibu dateng kesini terus bilang kalau aku disini cuma numpang, jadi harus sadar diri." Aku menceritakan tentang ucapan ibu tadi kepada Mas Galih.
"Loh, emangnya ada yang salah ya sama ucapan ibuku? Kan emang bener kalau kamu itu disini cuma numpang, jadi ya harus tau diri," ucap mas Galih yang berhasil membuatku melongo.
"Maksud kamu apa Mas?"
"Ya kamu kan disini numpang, harusnya tau posisi kamu tuh apa. Kamu harus nyapu, ngepel, masak, nyuci, bersih-bersih rumah. Jangan bisanya cuma ongkang-ongkang kaki aja."
Ucapan Mas Galih seperti menyadarkanku bahwa dia menikahiku hanya untuk dijadikan pembantu gratisan di rumahnya.
"Jadi kamu nikahin aku cuma buat pembantu gratisan disini Mas," ucapku sambil menangis. Mas Galih malah berlalu meninggalkanku yang masih terisak.
"Oke Mas, jika kamu mau main-main sama aku, aku akan ajari bagaimana cara bermain yang benar," ucapku dalam hati.
*********
Tok tok tok
"Mir! Mir! Bangun kamu!" Aku mendengar suara mertua memanggil namaku. Aku terbangun dan menyadari kalau Mas Galih ternyata tidak ada disampingku.
"Iya bu, bentar!" Teriakku sambil beringsut turun dari tempat tidur dan membuka pintu.
"Heh! Kamu itu jadi perempuan nggak usah malas-malasan. Cepetan bangun terus masak! Beberes rumah habis itu nyuci! Tuh pakaian udah numpuk di kamar mandi." Teriak ibu mertuaku yang hampir membuat gendang telingaku pecah.
"I -- iya bu."
Brak
Pintu ditutup dengan kasar oleh ibu. Aku menghela nafas. Segera aku merapikan tempat tidur dan langsung melakukan apa yang ibu suruh.
'Padahal baru jam 5,' batinku.
Saat aku hendak berjalan menuju dapur, aku melihat Mas Galih yang tertidur di depan TV.
'Kenapa Mas Galih nggak tidur di kamar? Bukankah semalam harusnya menjadi malam pertama kami menjadi sepasang suami istri?' tanyaku dalam hati.
*****************
"Mir, gimana kalau besok kamu mulai kerja lagi di tempat kamu yang kemarin itu." Aku yang lagi rebahan melirik sekilas kearah Mas Galih.
'Ternyata kemarin-kemarin manggil Neng cuma buat pencitraan aja,' batinku.
"Emangnya kenapa Mas? Baru juga kemarin kita nikah, masa besok aku harus sudah kerja?" tanyaku pura-pura tak paham.
"Ya ... kamu harus bantuin aku nyari duit dong! Kamu kan disini cuma numpang!"
"Cih, dasar laki-laki tak tau diri, aku tidak kerjapun uangku tetap banyak," batinku.
"Iya, besok aku kerja," jawabku malas.
"Yaudah." Mas Galih berlalu meninggalkanku
'Kenapa dia nggak tidur disini? Kenapa malah tidur diluar?' tanyaku dalam hati.
*********************
Pukul 4 pagi ibu sudah menggedor-gedor pintu kamarku seperti kemarin. Dengan malas aku harus melakukan apa yang diperintahkan.
Karena aku hari ini disuruh bekerja, jadi aku harus bangun awal untuk menyelesaikan tugasku dirumah.
'Padahal dia punya dua anak perempuan. Tetapi kenapa cuma aku yang disuruh-suruh?' batinku.
Pukul 7 pagi semua sudah beres. Makanan sudah siap, rumah sudah rapi, bahkan cucian pun sudah bersih dan sudah kujemur. Namun, Mas Galih dan kedua adiknya belum ada yang bangun, sedangkan ibu malah asik-asikan nonton acara gosip di televisi.
Setelah semua siap, aku bergegas untuk pulang ke rumahku. Badanku rasanya remuk karena melakukan banyak pekerjaan rumah yang sebelumnya tidak pernah kukerjakan.
"Bu, aku berangkat kerja dulu ya," pamitku kepada ibu, karena Mas Galih belum bangun, jadi aku biarkan saja.
"Yaudah sana." Usir ibu. Saat aku hendak melangkah keluar. Ibu memanggilku lagi.
"Heh, Mir! Ingat ya kamu disini cuma NUMPANG! Jadi tiap kamu gajian, semua uangnya harus dikasihkan ke saya," ucap ibu. Aku menyerngitkan dahi. Dan hanya membalasnya dengan anggukan.
"Dasar keluarga parasit," umpatku.
Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan diri di tempat tidur. Badanku rasanya capek sekali.
Kriiinnng kriiinnng
"Siapa sih yang telfon. Ganggu orang istirahat aja," umpatku sambil mengangkat telfon yang berdering.
"Halo selamat siang, Bu," sapanya di sebrang sana. Aku seperti hafal dengan suara ini, kulihat siapa yang menelfon. Ternyata Lisa, asistenku di kantor.
"Ya ada apa?" tanyaku.
"Maaf Bu, saya hanya mengingatkan nanti jam 2 siang, Ibu ada meeting di restoran X," ucap Lisa mengingatkan.
Aku menoleh pada jam di dinding. Pukul 12.30, ternyata lumayan lama juga aku tidur.
"Ya sudah, saya mau siap-siap dulu nanti kamu siapin berkas-berkas yang saya perlukan ya," pintaku pada Lisa.
"Baik, Bu."
Aku bergegas bangun, mandi dan bersiap-siap. Setelah itu aku menuju meja makan.
"Eh, Neng Amira udah bangun," sapa Mbok Jumi. Aku hanya membalas dengan senyuman
"Neng, Simbok lihat kayaknya Neng Amira kecapekan gitu. Emangnya di rumah Mas Galih, Neng disuruh ngapain? Baru juga beberapa hari di sana, Neng Amira udah kelihatan lebih kurus," ucap Mbok Jumi.
Betulkah yang dikatakan Mbok Jumi, bahwa aku terlihat lebih kurus? Huh, memang disana tenagaku harus terkuras banyak, hal yang jarang aku lakukan di rumahku sendiri.
"Hem, benar kata Simbok. Mas Galih dan keluarganya bukan orang yang baik," ucapku kepada Mbok Jumi.
"Tuhkan bener Neng firasat Simbok. Udah langsung cerein aja, Neng. Jangan sampe Eneng udah terlanjur cinta sama Mas Galih terus dimanfaatin sama keluarganya," ucap Mbok Jumi menggebu-gebu.
"Tenang aja, Mbok, aku sepertinya masih mau bermain-main dengan mereka," ucapku sambil menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikira Miskin oleh Keluarga Suami (TAMAT)
AléatoireBagaimana jadinya jika pengorbanan kita sebagai seorang istri tak pernah dihargai hanya karena status pekerjaan?