Dikira Miskin oleh Keluarga Suami 17
Part 17 (rencana jahat Galih dan Tari)
PoV Galih
"Si*l!! Kenapa bisa jadi kaya gini sih!" gerutuku.
"Ini gara-gara Winda yang ceroboh meninggalkan jerigen bensin itu."
'Lagian ngapain sih tu samping rumah Amira pake segala masang CCTV, kan aku sama Winda jadi ketahuan,' omelku dalam hati sambil meninju dinding di dalam sel penjara.
"Heh! Ngapain kamu!" Tiba-tiba ada yang membentakku. Aku menoleh ke arah sumber suara.
Ternyata itu adalah Bang Sobri, tahanan yang paling ditakuti. Aku pun sebenarnya takut dengannya.
Baru beberapa hari aku mendekam satu sel dengannya, aku sudah dua kali dihajar oleh Bang Sobri.
"Ma--maaf Bang," ucapku meminta maaf.
"Sini kamu!" ucapnya menyuruhku mendekat.
Aku ragu untuk mendekati Bang Sobri. Takut jika dihajar olehnya.
"CEPET!" bentaknya lagi.
Mau tak mau aku mendekat, bisa berabe jika aku tak langsung menuruti permintaannya.
Bugh
Bang Sobri meninju perutku. Seketika aku jatuh tersungkur sambil memegangi perutku yang barusaja dihajar Bang Sobri.
Inilah yang tidak aku sukai di dalam penjara, bukan karena aku tak dapat menghirup udara bebas atau tak bisa bertindak bebas, tetapi aku tidak betah oleh perlakuan sesama penghuni penjara yang lain yang bertindak semau mereka.
Pernah aku melawan Bang Sobri ketika aku dihajarnya pertama kali, tetapi yang kudapat adalah aku dikeroyok oleh tahanan lainnya. Untung ada polisi yang menolongku.
Mulai saat itu, aku lebih memilih untuk menuruti permintaannya, mulai dari memijit kakinya, memijit badannya sampai tertidur atapun mencabut uban-uban dirambutnya.
"Ampun Bang," ucapku memohon untuk tidak dihajar lagi.
"Bangun kamu!" ucapnya.
Aku berusaha bangun sambil menahan nyeri diperutku.
"Pijit kaki saya," perintahnya.
Dengan menahan nyeri diperut, aku memijit kaki Bang Sobri. Para tahanan lain hanya menatapku.
"Tahanan yang bernama Galih," panggil seorang polisi bernama Pak Edi.
"Saya Pak," ucapku sambil mendekat.
"Ikut saya, ada yang mau njenguk kamu," ucapnya.
"Siapa Pak?" tanyaku bingung.
"Saya nggak kenal," ucapnya singkat sambil memborgol tanganku di depan.
"Tari?" ucapku ketika melihat ternyata Tari yang menengokku.
"Bang Galih, huhuhu, Bang. Tari nggak tega lihat Abang dipenjara," Tari tiba-tiba menangis.
"Ssst, udah, jangan nangis. Abang nggak apa-apa kok. Bagaimana kandungan kamu?" tanyaku mengalihkan perhatian Tari.
Sebenarnya hatiku nyeri ketika mengingat bahwa adik kesayanganku ternyata hamil diluar nikah, bahkan dia sendiri tak tau siapa ayah dari anak yang dikandungnya.
Aku bersumpah jika nantinya aku bertemu dengan pacar Tari, akan kuhabisi dia, karena dialah penyebab masa depan adikku hancur.
Tiba-tiba Tari semakin terisak kala kutanyai tentang kandungannya, aku tau, Tari pasti terpukul setelah mengetahui jika dirinya hamil, apalagi tak ada satupun dari mereka yang telah mencicipi tubuh Tari yang mau bertanggung jawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikira Miskin oleh Keluarga Suami (TAMAT)
RandomBagaimana jadinya jika pengorbanan kita sebagai seorang istri tak pernah dihargai hanya karena status pekerjaan?