Dikira Miskin oleh Keluarga Suami 23
Part 23 (Karma Bu Sofiatun 2)
Walau Bu Sofiatun dulu sangat jahat kepadaku, tetapi hati kecilku tetap tidak terima jika orang tua diperlakukan tidak baik.
Aku keluar dari mobil dan menghampiri Sinta serta Bu Sofiatun.
"Sinta!" panggilku. Seketika Sinta menoleh ke arahku.
"Mmmm, Mbak Amira," ucapnya gugup, mungkin dia takut karena aku tiba-tiba datang.
"Sedang apa kamu?" tanyaku.
"Emmm, a--anu, Mbak. Lagi ngajakin Ibu jalan-jalan. Iya kan, Bu?" tanya Sinta kepada ibunya. Tapi aku melihat Sinta melototi Bu Sofiatun.
"Jangan bohong," ucapku.
"Engg--enggak kok Mbak. Iya kan Bu?" tanya Sinta sekali lagi karena ibunya tak kunjung menjawab.
"I-a," jawab Bu Sofiatun sambil mengangguk dan omongannya kurang jelas, mungkin karena bibirnya yang mencong itu, ditambah lagi Bu Sofiatun sedikit terisak.
"Tuhkan Mbak aku nggak bohong," jawab Sinta.
"Ibu kenapa nangis?" tanyaku kepada Bu Sofiatun. Tetapi beliau malah memalingkan muka. Dasar! Gerutuku.
"Ibu bukan nangis Mbak. Tapi cuma kelilipan. Kan ini lagi dipinggir jalan, jadinya banyak debu," jelas Sinta.
"Masa?" tanyaku.
"Be--bener Mbak."
"Ini apa?" ucapku sambil memperlihatkan video dimana Sinta sedang menarik paksa kantong kresek dipangkuan Bu Sofiatun dan menampar Bu Sofiatun.
"Emm ... itu, anu, emmm...." Sinta gugup dan tak bisa menjawab.
"Jawab! Ini apa!" bentakku.
"Kamu nyuruh ibu kamu sendiri ngemis? Dimana hati nurani kamu!" sambungku.
"A--anu mbak. So--soalnya kan aku sekarang udah nggak kerja, jadi aku suruh ibu ngemis," jawab Sinta sambil menunduk.
"Terus ini apa?" Tunjukku lagi tapi kali ini adalah foto Sinta yang sedang merangkul om-om dan akan memasuki hotel.
Tiba-tiba tangis Bu Sofiatun pecah ketika aku menunjukkan foto Sinta tadi.
Apa mungkin Bu Sofiatun tidak tau tentang 'pekerjaan baru' Sinta? Pikirku
"A--anu Mbak. Ah, udahlah Mbak. Itu bukan urusan Mbak Amira," jawab Sinta tiba-tiba ketus.
"Ayo Bu, kita pulang aja," ucap Sinta sambil mendorong kursi roda Bu Sofiatun.
"E-ak E-ak!" Bu Sofiatun terus saja menggeleng dan memberontak ketika Sinta menyuruhnya pulang. Aku fikir seperti ada yang tidak beres.
"Tunggu!" panggilku. Sinta pun menghentikan langkahnya.
"Apa lagi?" tanya Sinta dingin.
"Ibu nggak mau pulang?" tanyaku kepada Bu Sofiatun. Kali ini dia tidak memalingkan muka.
"E-ak" Ucap Bu Sofiatun sambil menggeleng.
"Kenapa?" tanyaku lagi.
"A-hat," ucap Bu Sofiatun sambil menunjuk Sinta. Aku mencoba memahami ucapan Bu Sofiatun yang kurang jelas.
Aku menyerngitkan dahi tanda tak paham apa yang Bu Sofiatun katakan.
"I-ta a-hat," ucapnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikira Miskin oleh Keluarga Suami (TAMAT)
RandomBagaimana jadinya jika pengorbanan kita sebagai seorang istri tak pernah dihargai hanya karena status pekerjaan?