Aku mengucapkan banyak terima kasih kepada semua yang masih mau baca cerita ini;) Semoga kalian terhibur dan bisa memetik hal baik jika sekiranya memang ada yang bisa dipetik:))
Happy Reading!<3
-
"Kita harus mulai beraliansi dengan semua orang. Rakyat tampaknya mulai serius dengan usulan gila itu."
"Semua orang?"
Donghae membalikkan tubuh, menatap Jungsoo yang tampak kebingungan. Setelah rapat dengan hampir seluruh staff, ia memutuskan untuk membicarakan sesuatu yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Sesuatu yang ia rasa hanya dapat dibicarakan oleh penasihat pribadinya, Penasihat Park.
Kadangkala, ia mengalami fase kesepian yang mengerikan. Jungsoo yang sosok tuanya selalu ada, selalu duduk menemaninya dengan sabar, membuat Donghae sadar betapa biasnya ikatan keluarga saat orang yang justru selalu ia andalkan adalah orang-orang di luar marganya, di luar keterikatan darah dengannya. Itu terkadang membuatnya lelah, berpikir bahwa hidup memang akan selalu menemui masalah, masalah yang tak ada ujungnya.
Dan masalah yang ada di dalam diri, tersimpan di dalam hati lantas meronta-ronta minta dibebaskan, adalah jenis masalah paling buruk yang menyiksanya selama ini. Menyiksa jiwanya, menyiksa kedamaian terdalamnya.
Donghae tak mengerti akarnya, dan itu adalah sebuah petaka.
"Aku mulai berpikir untuk tak lagi gegabah dan mengabaikan semua orang,
dan mulai merangkul semuanya, semua yang bahkan hanya ingin menjilati harta kekayaan istana."
"Anda baik-baik saja, Yang Mulia?"
Seakan tersadar dari lamunannya yang suram, Donghae kembali membalikkan tubuh lantas menatap lawan bicaranya dengan tatapan kosong. Kepalanya kemudian terangguk-angguk kecil, bersamaan dengan napasnya yang naik-turun tak beraturan, tergesa-gesa meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Netra lelaki paruh baya itu basah dan berkaca-kaca meski bibirnya yang bergetar kini menarik serangkaian senyum getir yang menyedihkan. Ia tergugu dalam emosinya yang meledak-ledak. Wajahnya tersembunyi dalam telapak tangannya yang tua.
"Yang Mulia...."
"Sudah berapa banyak keputusan yang kubuat dan semuanya berakhir kacau? Pengangkatan Jisung? Rencana penyingkiran Jeno? Apakah publik akan melihat ini semua sebagai drama komedi istana?"
Jungsoo mengerti, ia paham sekali. Dirinya adalah saksi hidup atas segala keputusan yang dibuat oleh rajanya. Tuannya ini telah berkuasa di singgasana raja selama hampir setengah abad, dan selama itu pula, Jungsoo mengamati dinamikanya. Ia mengerti bagaimana bahasa tubuh Donghae di berbagai situasi dan kondisi, tak terkecuali saat ini.
Donghae tampak begitu emosional, seolah-olah sesuatu di dalam dirinya tengah pria itu tekan kuat-kuat, yang justru malah balik menyerangnya dengan membabi buta.
"Suruh Kepala Choi untuk memasukkan nama Im Siwan ke dalam jajaran pekerja senior istana, dan biarkan Kepala Pelayan Kim menyiapkan kamar untuknya."
-
-
-
Saat ia tahu bahwa salah satu agenda istana besok pagi adalah perayaan ulang tahun Renjun, Jeno rasanya mengerti apa alasannya tak bisa tidur saat ini.
Itu adalah sebuah perayaan sederhana, tanpa pesta besar atau perkumpulan semua orang. Staff media mungkin akan mengambil beberapa potret resmi dirinya dan Renjun untuk kemudian diunggah di akun resmi kerajaan, setelahnya mungkin akan diadakan acara makan malam khusus dengan mengundang sanak keluarga istrinya. Jeno tahu bahwa tak ada yang spesial di perayaan ulang tahun Renjun dan karena hal itulah, ia tak semestinya pusing memikirkan kiranya kado apa yang harus ia persiapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Jeno [Noren]
FanfictionAndai saja saat itu Renjun mengerti bahwa memang rasa cintanya kepada Jeno sangat sulit untuk dipahami, bahkan oleh dirinya sendiri. Monarchy AU, Angst, Mental Disorder Content!