Lembaran Ketujuh

4.2K 700 70
                                    

Jeno datang dengan kondisi berantakan. Dahinya memar dan sedikit mengeluarkan darah. Tubuhnya yang tegap terhuyung limbung hingga jatuh menghantam lantai. Renjun yang kaget dan panik berusaha untuk menguasai dirinya agar tidak berteriak. Dengan tubuh bergetar takut, ia bawa tubuh tinggi itu dan meletakannya hati-hati di atas ranjang.

Ingatan Renjun terbang pada kejadian beberapa saat yang lalu, saat ia mendengar suara benda yang dilempar ke dinding berkali-kali. Tubuhnya semakin bergetar hebat saat menyadari bahwa itu bukanlah sebuah benda, melainkan kepala. Jeno membentur-benturkan kepalanya ke dinding hingga memar dan berdarah-darah seperti ini.

Dengan menahan isak serta air mata yang sudah menganak, ia mencoba mencari pertolongan setenang yang ia bisa. Seorang pelayan senior datang setelahnya membawa nampan berisi handuk dan semangkuk es. Ia melangkah dengan raut iba dan hati-hati menuju tuannya yang kini terbaring tak sadarkan diri.

"Aku--aku tidak tahu apa yang terjadi...."

Renjun berkata parau sembari menahan isak tangisnya. Ia berdiri di belakang sang pelayan yang kini tengah membersihkan kucuran darah di dahi sang pangeran, tak kuasa menatap pemandangan memilukan itu. Si wanita paruh baya dengan perawakan kurus itu menghela napas kecil sembari menoleh dengan sopan.

"Pangeran Jeno sudah sering melakukan ini, Yang Mulia..."

Si manis yang mendengar informasi itu diam tak bergeming. Dengan hati-hati, ia mendudukkan dirinya di pinggir ranjang di samping sang pelayan dan membiarkan matanya beradaptasi dengan wajah tampan yang kini dipenuhi memar itu.

"Kebiasaannya sejak kecil ini sulit sekali dihilangkan. Yang Mulia Raja dan Ratu sudah menyerah untuk menghilangkan kebiasan ini dari Pangeran."

"Apa yang mereka lakukan.... jika hal seperti ini terjadi?"

Wanita tua itu menghela napas lelah. Matanya menerawang jauh pada sosok si putra mahkota yang kini sedikit mengerang, entah karena suara dari dua orang di sekitarnya, atau karena rasa sakit yang ditimbulkan oleh luka di sekitar kepalanya. Ekspresi di wajahnya yang sudah dihiasi keriput halus seolah menghadirkan  kembali kilas cerita yang ia saksikan dan ia simpan selama tinggal di istana berpuluh-puluh tahun silam. Cerita-cerita tak biasa yang turut menghiasi dinamika kehidupan istana.

Cerita tentang dingin juga gersangnya hubungan raja dan ratu, juga cerita tentang bagaimana seorang anak pemangku tahta yang hidup dalam dunianya yang begitu suram dan tak terjamah.

"Yang Mulia Raja dan Ratu akan membiarkannya...."

Jawaban yang disuarakan dengan pelan itu menggantung begitu saja disusul dengan senyuman tipis yang canggung. Renjun yang mendengar jawaban tak memuaskan itu semakin bermuram wajah. Ia tak dapat lagi menahan helaan napas beratnya.

"Bisakah aku merawatnya di sini?"

Yang dimintai izin oleh tuannya hanya mengangguk sopan, "Anda memiliki hak atas itu, Yang Mulia. Saya akan membantu jika memang dibutuhkan."

Keduanya melempar senyum lega. Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan tinggal di istana, Renjun akhirnya merasa dapat memercayai seseorang sekarang.

"Bisakah aku mengetahui nama Anda?"

Si paruh baya mengangguk kecil sembari menunduk sopan, "Aku Pelayan Kim Taeyeon, Yang Mulia...."

"Anda pasti pelayan senior di sini."

Komentar Renjun hanya dibalas oleh anggukan malu-malu yang membuat istri dari putra mahkota itu terkekeh kecil.

"Mohon bantuan Anda, Nyonya Kim...."


-

The Little Jeno [Noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang