"Apa yang kau inginkan?"
Ruangan luas dengan dinding berlapis emas yang terukir cantik membentuk juntaian ranting itu terasa dingin dan hening. Pintu gerbang di sebelah utara ruang penjamuan tamu sudah ditutup sepenuhnya saat seorang yang mendadak datang secara misterius ini dengan percaya diri berkata bahwa ia perlu menemui sang raja. Dan mungkin satu hal itulah yang menyumbang keheningan di ruang tamu istana sekarang, karena pintu gerbang tersebut berbatasan dengan perkebunan milik kerajaan yang biasanya terdengar ramai oleh aktivitas para pekebunnya di sana.
"Mungkin seharusnya Anda bertanya tentang siapa saya, Yang Mulia."
"Aku sudah tahu siapa kau."
Donghae menjawab tenang permainan topik yang tengah dilakukan tamunya ini. Ia menatap tajam pria dewasa di hadapannya yang baru saja menyunggingkan senyum simpul, membentuk segurat wajah yang entah mengapa terasa familiar dalam benaknya.
Im Siwan dari Wangsa Im. Donghae tidak tahu harus bersikap seperti apa terhadap orang di depannya.
"Aku kira Anda telah lupa denganku, dengan keluargaku, dan dengan--"
Kata-kata yang terhenti itu menghantarkan Donghae pada rasa tegang yang tiba-tiba melonjak. Di kursi kebesarannya saat ini, pria paruh baya itu berusaha menguasai diri. Penasehat Park yang duduk di sampingnya sudah meliriknya dengan resah sedari tadi, dan Donghae paham arti dari keresahan itu.
Atau kira-kira, begitulah ia menyimpulkan gelagat penasehatnya ini.
Donghae tidak tahu harus bersikap seperti apa, tapi mungkin substansi masalahnya saat ini adalah, ia tidak tahu untuk apa pria ini datang ke sini.
"Sudah berapa puluh tahun aku tidak menginjakkan kaki ke sini? Tampaknya istana masih baik-baik saja sampai saat ini."
Pria itu menggerakkan bola matanya untuk menjelajahi ruangan yang ia pijaki. Sebuah ruangan bagian dari istana yang luas dan mewah. Ukiran-ukiran emas yang berkerlip megah di beberapa sudut dindingnya membuat matanya terperangah dalam pesona.
"Istana semakin kaya setelah banyak hal buruk yang menimpa, huh?" Komentarnya refleks. Matanya lantas mendelik dengan tatapan mengejek ke arah sang pimpinan aristokrat yang masih tampak tenang di tempatnya. Namun entah bagaimana pria itu yakin bahwa raja di hadapannya ini tengah menyembunyikan suatu kegelisahan sekarang.
Dan ia menyukainya.
"Apa maksudmu?!"
Kali ini yang bersuara sekaligus menjawab komentar kurang ajar tadi adalah penasihan Park yang tampaknya sudah mulai tersulut emosi. Pria berlesung pipi itu memandang tamunya tajam dalam posisi duduk yang masih coba ia pertahankan. Sebagai anggota kerajaan senior, Jungsoo tahu bahwa ia harus tetap mempertahankan wibawanya dalam keadaan emosi sekalipun.
"Tolong jaga ucapan Anda, Tuan Im, dan segera sampaikan apa niat Anda datang ke sini agar kami tidak mengulur waktu!"
"Huh?"
Im Siwan tertawa renyah lantas memandang remeh orang nomor satu di depannya.
"Kalau aku mengutarakan keinginanku, apakah itu baik untuk Anda dengar, Yang Mulia?"
----
Renjun tidak yakin apa yang membuat Jeno berjengit panik sebelum mengajaknya berlari saat mereka hendak kembali ke istana utama sekembalinya mereka dari lapangan berkuda tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Jeno [Noren]
Fiksi PenggemarAndai saja saat itu Renjun mengerti bahwa memang rasa cintanya kepada Jeno sangat sulit untuk dipahami, bahkan oleh dirinya sendiri. Monarchy AU, Angst, Mental Disorder Content!