PART 3

123 5 0
                                    

Story by : Hyuuga Nicha Annisha

Naisya-pov
.

"Assalamualaikum teteh-teteh? Nuju naraon meni aranteng, kayanamah siga ngagosip," ucap teh Naya, datang tiba-tiba membuka pintu, kami bertiga sigap membenarkan letak duduk yang sopan, karena teteh Nay ini adalah putri bungsunya Ummi, maka kita tetap harus bersikap sopan.

"Eh , kirain siapa, lagi bikin kue onde Teh," jawab teh Anna senyam-senyum.

"Wa'alaikum salam," jawabku dan Teh Rina bersama.

"Si Tetehnya ada?" Tanya Teh Naya lagi.

"Lagi shalat dulu teh," jawab teh Rina.

"Oh ya sudah kalau nanti sudah beres bilang Ummi memanggilnya."

"Iya siap Teh!"

"Assalamualaikum?" Teh Naya menutup pintu.

"Wa'alaikum salam."

.

.

.

Manggrib sudah menjelang kami bertiga bergantian untuk shalat dan menggoreng kuenya.
Dari pagi hingga malam aku, Teh Anna, Teh Rina masih di rumah teh Neng. Belum bisa kembali ke kobong karena harus menyelesaikan tugas dulu. Kami yang belum mandi merasa tidak nyaman alhasil tidur malampun tidak nyenyak. Kami juga bergantian memasak kue dan istirahat juga.
Alhamdulillah semuanya sudah beres, kami di rumah teh Neneng hanya bertiga cuman sekalian dapat tugas mengasuh anakanya yang perempuan, dan untungnya tidak rese. Mau niat kembali ke kobong, kami terlalu ciut jika pulang malam melalui persawahan yang sudah tinggi-tinggi, dan pastinya kami bakal di marahi sama teh Maesa.
Intinya anak gadis tidak boleh pulang malam. Akhirnya kami menginap.

Tengah malam aku terbangun karena merasa perutku merasakan mules hebat, ya Alloh ada apa ini. Aku mencoba bangun dan terkejut melihat darah yang mengalir dari sarungku.

'Waduuh gawat, gimana ini? mana perut sakit banget, nggak bakal bisa tidur sepertinya.'

Akhirnya aku menunggu hingga subuh, karena kembali saat jam tiga aku tidak berani.

Setelah menunggu 1 jam akhirnya tiba waktunya subuh aku membangunkan teh Anna dan Rina.

"Teh, teh, bangun sudah subuh." Aku mengguncangkan tubuh mereka berdua di samping ada anak perempuan.

"Iya, kamu dulu shalatnya aku masih ngantuk," ucap teh Anna.

Aduh gak ngerti apa, aku pengen pulang ke kobong.

"Teh, bukan itu, aku mau pulang duluan ya, aku dah nggak kuat nih teh."

"Eh tapi Sya ini masih gelap, nggak takut apa, takut ada ular." Rina bangun akhirnya karena mendengar aku berbicara.

"Ehh kenapa? Shalat dulu aja..."

"Nggak bisa teh, lihat nih aku merasa nggak nyaman."

"Ouh, Sya, aku kira kenapa. Tapi bener nggak apa-apa kan pulang sendiri kami masih harus menunggu Dek Sarah, dan menunggu santri putra untuk mengambil kuenya."

"Nggak apa-apa. Ya sudah aku duluan ya. Assalamualaikum?"

"Wa'alaikum salam, hati-hati Sya!"

"Iya!"

Senangnya ternyata mereka tidak seperti apa yang aku pikirkan, bisa sedikit curhat dan berbicara, dan sedikit informasi juga, untungnya mereka masih belum mengetahuinya.
Aku juga harus salut sama calon keponakanku, Risa. Eh keponakan.

Lihat sampai kapan rahasia yang tidak di tutupi ini bocor, para santriwati akan sedikit syok kayaknya.

Ya Alloh, aku pikir mereka tidak tahu mas Adit.

CINTA DALAM ISTIKHARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang