PART 7

95 2 0
                                    

#CINTA_DALAM_ISTIKHARAH
#PART 7

STORY BY : Hyuuga Nicha Annisha

Matahari sudah terbit, kesibukan sudah terlihat dari subuh di pondok itu, para santri kali ini tengah merapikan kobong-kobong serta madrasah, dan halaman, jam menunjukan pukul enam.

Naisya dan Risa membersihkan halaman madrasah dan halaman rumah teh Maesa. Kamar mereka sudah rapi dan siap jika dimana orangtua mereka istirahat terasa nyaman dan bersih, biasanya juga mereka selalu merapikan kamar, namun kali ini sangat bersih maksimal.

.

.

"Alhamdulillah sudah beres," ucap Naisya sambil mengankat tubuh atasnya dari membungkuk setelah menyapu halaman dengan sapu dari daun kelapa itu, tak terasa pinggangnya sedikit sakit.

"Belum beres teh, halaman rumah teh halimah sama Bi Mae masih belum," ucap Risa sembari merapikan sapu dari daun kelapa itu dengan tangannya.

"Iya lupa," ucap Naisya.

"Eh aku mau nyapu halaman teh Halimah, teh Nais bagian halaman Bibi ya?"

"Aku mau bagian halaman teh Halimah, Ris," ucap Naisya, dia tahu jika Risa sengaja mengatakan itu, karena Risa tahu jika pamannya sedang ada di rumah teh Maesa, dan kemungkinan besar Aditya akan melihat Naisya menyapu halaman.

"Lebih enak nyapu di sana teh, di halaman teh Halimah banyak batunya jadi bakal agak sedikit lama." Risa hendak pergi menuju halaman yang di tuju tapi Naisya segera mencegahnya, Naisya tidak ingin menyapu di halaman teh Maesa, jika tidak dia akan merasa sangat malu selama ia menyapu.
"Ah gak mau, Ris plis atuh..." rengek Naisya membujuk Risa sebisa mungkin, bukannya menurut Risa malah pergi dan segera menyapu halaman.

"Udah cepat aja nanti para tamu keburu datang, lagian kenapa harus malu, pamanku mungkin sedang tidak di dalam rumah, atau mungkin dia masih tidur, santai aja Teh, lagian paman gak bakal ngapa-ngapain," jelas Risa masih sambil menyapu.
Naisya akhirnya mengalah dan memilih pergi menyapu halaman teh Maesa. Mungkin saja yang di katakan Risa benar, Naisya harus bersikap tidak peduli, atau menganggap kalau pamannya Risa sedang tidak di rumahnya teh Maesa.

Dengan santai Naisya menyapu halaman rumah teh Maesa, walau sejujurnya jantungnya sedang deg-degan dengan tak karuan, sesekali mengatur nafas agar terlihat tidak gerogi. Bagaimana tidak, ketika ia baru mulai menyapu Aditya datang dengan membawa gelas kopi di tangannya dan berjongkok di ambang pintu dengan santainya.

'Astagfirulloh... kenapa harus pas dia ada di sana?' batin Naisya tak karuan.

Sementara Aditya dengan santai menyeruput kopi di ambang pintu, matanya mencuri-curi pandang ke arah gadis bersarung hitam bercorak gerimis hujan yang makin menjauh menyapu halaman, nampak Naisya tengah menyapu di bawah rungkun yang di tata rapih, bukannya menyapu tepat di dekat teras dimana sendal-sendal berjejer Naisya makin menjauh.

"Dek, ini di sini masih belum, kenapa sudah menyapu di sana harus berurutan donk biar bersih." Aditya berdiri dan turun dari ambang pintu menuju teras, ukuran teras yang hanya satu meter tentu jarak yang dekat. Naisya tidak percaya diri.

"Iya, di sebelah sini dulu juga bisa," ucap Naisya gugup.

"Nanti juga bakal melewati tempat itu kan setelah dari sini. Yaudah sini biar Aa yang nyapu." Aditya menyodorkan tangannya sembari terus mendekat, Aditya tahu bahwa gadis ini tengah gerogi setengah mati, ia tak mengerti ada apa dengan gadis ini, seketika rasa penasaran untuk mengganggunya terlintas dalam pikirannya.

'Ya Alloh kenapa dia selalu meng Aa-kan dalam kalimatnya aku malu sekali, dia ngerti gak sih?'

"Iya sih, tapi tolong menjauh dari sana aku tidak mau menyapu jika ada orang," ucap Naisya sebisa mungkin untuk tidak gerogi.

"Orang? Maksud Adek, Aa?" Aditya menunjuk dirinya sendiri.

Ingin rasanya Naisya mengacak-acak sampah yang ada di dekatnya itu.

"Mungkin?"

"Lha kok mungkin?"

Sementara Risa dari jauh nampak senyum-senyum sendiri memperhatikan gelagat Naisya yang tengah malu-malu. Aneh sekali ya, biasanya seorang gadis akan sangat senang jika bertemu atau bicara dengan sang pujaan tapi ini malah gerogi.

"Hey Ris, kenapa senyum-senyum sendiri?" Risa sedikit tersentak ketika  gadis bernama Anna membuka suara, Anna yang keluar dari dapur teh Halimah yang akan membersihkan kentang medekat pada Risa.

"Itu... Risa lagi lihat teh Naisya." Risa menggulirkan matanya pada Naisya yang nampak tengah bersama Aditya yang hanya berjarak 1 meter, Naisya di dekat rungkun sedangkan Aditya di ujung teras.

"Oooh... lagi pada ngapain tuh calon pasangan itu."

"Eh, teh Anna sudah tahu?"

"Tahu dari Wulan."

"Terus teh Anna percaya?"

"Percaya, awalnya sih gak percaya tapi setelah mendengar dari teh Maesa sekarang percaya. Gak nyangka juga sih..." nampak sedikit kecewa dari raut wajah gadis berusia 20 tahun itu, pasalnya ia harus menerima kebenarannya, karen gadis berusia 15 tahun sangat beruntung mendapatkan calon jodoh yang berpendidikan agama yang luas, apalagi Aditya yang sempat menjadi imam idamannya.

"Oh gitu," ucap Risa kembali melanjutkan tugasnya. Akhir-akhir ini memang Anna agak sedikit menjauh dari mereka bertiga. Risa juga menyadari itu karena Anna pernah sedikit curhat pada Risa. Mungkin dia masih belum siap menerima kenyataan, apalagi Anna juga sempat saling chat dan balas-membalas chat meski hanya menanyakan keadaan kobong atau sekedar basa-basi, dan Anna adalah salah satu santri yang mengalong. Atau di sebut bukan santri tetap, ia tinggal di kampung yang sama dengan pondok ini, jadi kadang-kadang ia pulang kerumah.

"Lanjutkan menyapunya, aku mau membersihkan ini." Anna pergi menuju irigasi.

Sementara Aditya masih berbicara dengan Naisya meski gadis itu gugup menjawab setiap pertanyaannya.

"Kenapa Adek seperti tidak mau memanggil Aa?"

"Ya... karena... "

"Kalau malu panggil aja Paman, atau amang atau apa gitu," ucap Aditya.

"Tapi, tetep aja gitu Nais bingung."

"Hey Aditya!"

Aditya sontak terperanjat kaget begitu pula dengan Naisya gadis itu langsung melanjutkan menyapu, sungguh kejadian yang membuat salting.
Suami dari teh Maesa, atau tidak lain adalah kakak cikalnya Aditya datang dan mengagetkan mereka berdua.

"Eh A, buat kaget aja."

"Lagi ngomongin apa kalian? dia lagi nyapu gak bakalan beres kalau kamu ganggu," ucap Kakak Aditya dengan nada tegas.
Kakak dari Aditya ini sangat mengerti tentang agama, bahkan ia tidak akan tinggal diam jika melihat laki-laki dan perempuan yang bukan mahram mengobrol berdua seperti halnya Aditya dan Naisya.

"Nanya doang, A."

"Tetep aja kamu mengganggunya, masuk cepat!"

Nampak Aditya tersenyum malu, ia kemudian mengikuti kakaknya masuk kedalam rumah dan menutup pintu.
Naisya sempat deg-degan sebelum akhirnya terkekeh.

.

.

"Nyari-nyari kesempatan kamu," tegur kakaknya Aditya setelah mereka masuk dan duduk di atas karpet ruang tamu itu. Aditya hanya terkekeh.

"Gimana, calon kamu pangling kan, lihat dia sekarang bersih dan penampilannya rapih, baru dua minggu perubahannya drastis kan?"

"Tadi gak boleh ketemu, sekarang kok suruh lihat, nyungkun." (Nyungkun dalam artian bahasa indonesia adalah memaksakan kehendak.)

"Tapi bukankah sudah melihatnya" lanjut Kakak Aditya.

"Heeum..."

TBC.

Ehemmmmmm.... Author memohon niehhh.. jangan lupa vote and komen ya .. jangan jadi pembaca gelap...

CINTA DALAM ISTIKHARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang