#CINTA_DALAM_ISTIKHARAH
#PART_9STORY BY: Hyuuga Nicha Annisha
"Assalamualaikum?" Naisya mengucap salam, kemudian Naya, membuka pintu dapur Ummi, Naisya segera masuk dan siap untuk merapikan rumah Ummi yang kotor karena sehabis haul.
Dalam hati Naisya menghela nafas, membersihkan rumah Ummi butuh waktu yang banyak, dari balik jendela nampak para santri putra juga tengah membersihkan madrasah yang habis di pake prasman serta sholawat, bau daging tak sedap menyeruak, butuh waktu dan tenaga yang telaten ini.
'Mana gak ada yang bantu.'Selain Naya putri bungsu Ummi, hanya Naisya yang kini membersihkan rumah. Naya juga tengah menyapu ruang tamu, dan Naisya sudah menyapu dapur, tinggal cuci piring dan mengepel.
Setelah lebih setengah jam, Naisya sudah mengepel dalam ruangan, tinggal teras halaman yang belum yang ternyata satu teras dengan madrasah santri putra.
Setelah lebih satu jam akhirnya rumah Ummi bersih wangi. Tidak menunggu lama akhirnya Naisya bisa keluar dari sana, setidaknya dia tidak gugup lagi karena harus menjaga sikap.
Naisya berjalan menuju kobong, halaman sudah bersih rapih tetapi tak ada satupun santri yang mencuci di irigasi, tentu saja Naisya lah yang terlalu lama membersihkan rumah Ummi sehingga para santri sudah beres dengan pekerjaannya, suasana halaman juga sepi sepertinya para santriwati tengah istirahat karena lelah seusai acara.
Naisya dengan gontai menuju kobong kini ia tengah berdiri di halam rumah teh Halimah, langkahnya tiba-tiba terhenti karena pemandangan di depan.
Nampak dua pria dewasa bersarung tengah mengobrol di teras rumah teh Maesa, keduanya tidak menyadari ada Naisya di depan rumah teh Halimah, tentu saja karena jaraknya lumayan jauh di tambah pandangan mereka ke depan. Naisya memilih untuk melanjutkan jalannya dengan menundukan kepala.
Aditya berbalik ke arah kaca jendela rumah dan mengangkat kaos hitamnya sampai dada bidangnya terlihat, Naisya sedikit kaget dan kembali berhenti, apa yang di lakukan Aditya, untungnya Aditya masih belum sadar.
Ternyata Aditya tengah membenarkan sarung hitamnya sembari memperhatikan ke kaca jendela, otot perutnya nampak dan Naisya tidak sengaja melihat, penampilan Aditya yang sederhana hanya menggunakan kaos hitam polos yang menampakan tonjolan dada bidangnya. Aditya kembali merapikan kaos hitamnya dan kembali berbalik ke arah semula, Aditya masih mengobrol dengan mang Ujang.Naisya langsung bergegas dengan sedikit berlari sebelum akhirnya Aditya menyadari gadis itu yang tengah menuju pintu utama madradah kobong.
Naisya membuka pintu kamar kobong dan nampaklah para santriwati yang tengah tertidur ada juga yang tengah menulis atau semacamnya, padahal masih pagi mereka sudah tidur.
"Hey!"
"Hm, teh Naiss ganggu aja." Latifah membenarkan letak tidurnya.
"Ih pagi-pagi udah tidur, gak masak ya? Udah lapar nih." Naisya duduk di dekat Latifah yang masih tertidur dengan posisi menyamping membelakangi Naisya.
"Lagi masak kok, baru nasinya sih." Risa datang dari balik pintu kamar yang masih terbuka.
"Ouh, teh Latifah malah tidur."
"Aku ngantuk banget tadi, tapi karena barusan teh Naiss ngagetin langsung hilang ngantuknya baru juga terlelap."
"Yaudah mending kita makan yuk, aku yang masak, ouh ya santri yang lain udah makan belum?"
"Iya masakan teh Naiss enak, aku juga mau tau pasakan bandung." Latifah akhirnya bangun dan merapikan hijabnya.
"Yang lain belum, itu di dapur juga yang masak nasi cuman ada tiga panci, mungkin mereka belum lapar, kayaknya mereka tidur." Risa kembali pergi ke dapur kobong yang letaknya di belakang madrasah, di ikuti Naisya dan Latifah.
Biasanya jam 8 pagi suasana ramai dan gemuruh karena waktu talaran hingga jam 9 atau sampai jam 10 baru kita makan tapi karena kali ini tidak ada jadwal ngaji talaran selama satu minggu mereka sedikit bermalas-malasan walau demikian tetap menghapal dan mengaji al-qur'an wajib setiap malam dan subuh.
.
.
Aditya menstater motor viksennya dengan sekali injak siap melaju sebelum pamitan kepada kakaknya itu, tugasnya di luar kota masih banyak dan harus lebih semangat lagi untuk mengumpulkan uang.
Meski pernikahannya belum di tentukan karena Naisya masih harus mencari ilmu yang baik dan berpengalaman, bagaimana pun juga Naisya masih sangat belia, gadis itu masih panjang perjalanan mencari ilmunya. Tapi mungkin saja suatu saat keputusan dari kedua orang tua masing-masing di percepat.
Aditya tidak keberatan baginya meski suatu saat ia sudah menikah dengan Naisya, Aditya akan menetapkan Naisya di pondok tapi itu berlaku jika Aditya ada di luar kota.
Dalam perjalanan Aditya tersenyum membayangkan masa depannya, sedikit berkhayal akan cita-cita masa depan tidak apa-apa bukan, meski mungkin saja Naisya masih belum menerima nasibnya. Aditya tidak pernah mengobrol banyak dengan gadis itu, Naisya selalu diam dan tak bicara ketika terakhir di telepon 3 minggu yang lalu sebelum pergi mondok. Dan sekarang Aditya harus menunggu keputusan orang tuanya. Atau mungkin Aditya bisa sendiri meminta orang tuanya untuk mempercepat pernikahan, tetapi Aditya tidak ingin egois, sama saja dia semakin memaksakan gadis itu, biarkan saja waktu berjalan dengan cepat, karena bisa saja Naisya akan terbiasa dan menerima semua ini..
.
Lima bulan sudah berlalu, tidak terasa Naisya semakin betah di kobong, sekarang Naisya sudah mendarah daging dengan kehidupan barunya, penampilannya-pun semakin berubah yang dulu berdandan tomboy dan bersikap acuh terhadap penampilan, kini Naisya terlibat fres dengan pakaian tunik sarung dan hijab syar'inya. Kulitnya yang sedikit kecoklatan terlihat aura yang bercahaya. Ketika kehidupan seseorang yang akan menetap mondok maka perubahan drastis akan datang seiring dengan bertambahnya ilmu serta amalan-amalan yang di lakukannya ketika mengaji.
Naisya juga menyadari jika ia bahagia dengan kehidupannya sekarang yang sangat berbeda dengan waktu ketika ia sekolah.
Kini ia hanya pokus pada tujuannya dan menerima dengan setulus hati jika suatu saat ia akan di nikahkan, menurutnya Aditya adalah pria yang pas untuk di jadikan suami idaman, suami yang bisa membimbing istrinya serta menjadi guru ngaji pribadinya.
Masalah cinta, bahkan teh Maesa juga pernah menjelaskan, rasa cinta akan datang begitu kita menyadari ketika suami kita bertanggung jawab dan menghargai istrinya, tidak perlu tampan asalkan bisa menjadi imam yang baik, itulah cinta yang sesungguhnya, cinta yang melibatkan nama Alloh di dalamnya, ingsya Alloh mata batinmu akan melihat keindahannya, asal kamu menerimanya dengan tulus.Naisya senyum-senyum sendiri, tidak sadar bahwa masih jam ngaji kitab pagi hari, pikirannya menghalu ketika teh Maesa menyurahkan kitab Uqudulizain. Menjelaskan dan mengajarkan bagaimana seorang istri bersikap baik dan romantis terhadap suami yang akan mendapatkan pahala yang besar.
Naisya jadi tidak sabar ingin menikah. Hehe.
Para santriwati yang lain juga pasti berkhayal."Seorang istri tidak boleh menolak ajakan suami, itu dosa hukumnya, membelakangi suami ketika tidur itu juga tidak boleh, apalagi sampai membentak dan melawan itu lebih berat lagi dosanya, bahkan ketika kita mau shalat sunat misalnya, terus suami memanggil dan meminta sesuatu, seperti kopi atau memasak makanan, itu yang harus lebih dulu di lakukan yang mana? Shalat atau melayani, tentu melayani suami, tapi ingat juga suami yang sholeh tidak akan memaksa jika istrinya tengah sholat pasti suami akan menunggu. Paham Kalian?"
"Paham!"
"Alhamdulillah, sampai sini dulu penjelasannya, yang belum menulis hadisnya silahkan di tulis, dan semoga kita mendapat suami yang bertanggung jawab dunia akhirat, imam yang baik intinya, siapa yang mau?"
"Saya!"
"Tentu saja, siapa yang tidak mau punya suami soleh, apalagi kalo ganteng kan, itu bonus." Teh Maesa tersenyum menggoda para santriwati yang tersenyum malu-malu.
.
.
.TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM ISTIKHARAH
Lãng mạnNamaku Naissya Nabillatifah, usiaku 15 tahun, tepat di hari kelulusan aku di jodohkan dan langsung di lamar, aku bahkan harus mondok di pesantren yang sudah di pilih Ayah tunanganku. Aku yang tidak tahu apa-apa, tidak tahu Dia siapa, tiba-tiba harus...