PART 12

80 2 0
                                    

#CINTA_DALAM_ISTIKHARAH

#PART 12

Story by Hyuuga Nicha Annisha


Normal Pov.

2 jam sudah berlalu, Naisya kini sudah turun tepat di depan rumahnya, rasa senang bercampur aduk dengan kerinduannya selama ini yang hampir 6 bulan jauh dari keluarga dan tempat kelahirannya.

"Assalamualaikum..."

"Waalikumsalam..." Mamanya Naisya datang dari dalam rumah dan menyambut kedatangan putrinya, Naisya langsung berhambur kepelukan sang Mama dan tak lupa mengecup punggung tangan wanita yang telah melahirkannya. Tak menunggu lama, Naisya masuk kedalam rumah di ikuti Pamannya dan Aditya yang di persilahkan masuk oleh Mamanya.

Naisya membawa nampan dari dapur berisi gelas beserta kopi dan menaruhnya di atas meja ruang tamu, Aditya dan Pamannya tengah mengobrol dengan ayahnya Nais, meski Aditya tidak buka suara pemuda itu hanya jadi pendengar, karena waktu sudah dzuhur Aditya pun pamit untuk pulang, sedangkan Naisya sudah di kamarnya 30 menit yang lalu setelah ia menyajikan kopi tentunya.

Naisya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang selama 6 bulan kosong tak berpenghuni, bahkan debu dan sarang laba-laba sudah menghuni kamarnya, meski barang-barang di kamarnya tidak terlalu banyak hanya ada lemari dan ranjang saja, tetap saja kamarnya ini nampak seperti gudang apalagi ketika Naiss mengecek bawah tempat tidurnya, astagfirulloh sepertinya kamarnya ini hanya jadi gudang selama ini, terbuki dari adanya bekas sepatu satu kardus milik adik laki-lakinya. Sepertinya Nais harus segera mengubah gudang ini menjadi kamar bak seorang putri. Baiklah Nais tidak keberatan.

Naisya menyeret kopernya masuk kedalam kamar, ternyata lumayan berat, koper yang jadi penumpang di motornya Aditya, sekilas Naisya hanya tersenyum mengingat pemuda itu, sudah lumayan lama Naisya tidak melihat pemuda itu, terakhir kali mereka bertemu 5 bulan yang lalu.

Meski Aditya tidak banyak berbicara, tentu karena malu mungkin, Naisya bisa melihat aura berbeda dari dirinya, dan yang Naisya pikirkan, pemuda itu sabar menunggu selama 5 bulan ini, tetapi apakah Aditya bahagia dengan semua ini. Apakah benar Aditya sendiri yang meminta mempercepat pernikahan ini?

"Teteh?" panggil Mamanya Nais. Naisya yang tengah membereskan baju kedalam lemari segera membuka pintu.

"Iya mah?"

"Ini hape Teteh, Mama simpan."

Oh iya hape pemberian Aditya, Naisya baru menyadarinya, tapi sayang sepertinya sim card nya sudah di blokir, tapi tidak apa-apa, toh Naisya bisa membelinya lagi.

"Oh iya," ucap Nais sembari menerima hape tersebut.
Mamanya Naiss pun pergi, sedangkan Naisya melanjutkan aktifitasnya.

Tak terasa sorepun tiba, Naisya berniat untuk main di luar meski sekedar nongrong di teras, setidaknya ia bisa menghirup puas aroma kampung halamannya, dari tadi hanya berdiam di kamar.

"Hey, darimana kamu, Teteh baru lihat!" Naisya menatap kedatangan adiknya yang mungkin habis main atau berkeliaran kerumah temannya, adik laki-lakinya ini sudah tumbuh lebih tinggi darinya.

"Eh Teteh, apa kabar?" tanya Irawan sembari menyodorkan tangannya untuk salim, Naisya menerima salimnya.

"Alhamdulillah, kamu? Habis dari mana, keluyuran terus," ucap Naisya.

"Kabar baik, hehe main doank kerumah temen," jawabnya sembari cengengesan.

"Eh iya, bantu Teteh tolong belikan kartu ya," lanjut Naisya.

"Kartu apa?"

"Kartu Axes, seperti biasa, yang dulu punya Teteh sudah di blok."

"Oke siap, bentar mau ambil kunci motor dulu," ucap Irawan sembari masuk kedalam rumah dan mengambil kunci yang tergeletak di atas meja.

"Dekat juga kenapa harus pake motor?"

"Dekat juga cape Teh, baru pulang dari rumah teman makanya cape."

"Kalo main mah gak cape ya, dasar."

"Iya lah, eh mana uangnya, sama uang jalannya juga."

"Dasar, masih aja kayak dulu." Naisya menyerahkan uang satu lembar nominal 50 ribu, Irawan menerimanya dengan senyum berharap lebihnya bisa ia dapat.

"Iya, sisanya buat Awan," lanjut Naisya seolah paham keinginan adiknya.

Irawan pun pergi dengan motornya dan sekarang sudah menghilang dari pandangan sang kakak.

Naisya hendak masuk ke dalam rumah, tetapi suara klakson motor langsung mengurungkan niatnya untuk masuk, apakah Awan sudah pulang, padahal kan baru pergi, ternyata perkiraan Naisya salah, yang datang bukanlah adiknya tetapi pemuda yang tadi siang ada di rumahnya, siapa lagi kalau bukan Aditya.

Naisya hanya berdiri, gadis itu bingung entah harus bersikap apa.

"Maaf mengganggu, Adek lagi duduk sendirian aja makanya Aa kemari," ucap Aditya tanpa turun dari motornya itu.

"Iya, lagi cari udara segar, enggak ganggu kok." Naisya gelagapan. Apakah ia harus menyuruh Aditya untuk masuk, tapi orangtuanya sedang tidak di rumah, Naisya merasa tidak enak juga sih jika membiarkan pemuda itu di luar.

"Masuk dulu?" ucap Naisya, tapi setidaknya menawari haruskan sebatas basa-basi saja.

"Ah tidak perlu, Aa kesini cuman mau antarkan ini aja," ucap Aditya, kali ini ia turun dan menghampiri Naisya, Aditya harus berinisiatif mengingat dari tadi Naisya hanya berdiam diri di teras tanpa sedikitpun bergeser.
Aditya menyodorkan sebuah amplop ke arah Naisya, gadis itu melongo ia bingung apakah harus di terima?

"Tadi Aa lupa kasih sama si Bapak makanya Aa kesini sekarang, Aa liat tadi Adek lagi ngobrol sama si Adik makanya Aa nunggu dulu, tapi akhirnya ada kesempatan juga. Ini ambil kenapa bengong, ini sudah seharusnya untuk kamu Dek, hanya sedikit sih setidaknya buat tambah-tambah uang jajan," ucap Aditya.
Akhirnya Naisya menerima amplop itu, mau gimanaa lagi, rezeki gak boleh di tolak hehe.

"Terimakasih," balas Naisya malu-malu.

"Aa pamit ya, assalamualaiku," ucap Aditya berjalan ke arah motornya. Bukannya tidak ingin lama-lama Aditya tidak mau jika adiknya Naisya keburu datang, Aditya masih bingung harus bersikap apa dan lagi ia tidak ingin jadi tontonan para tetangga.

"Waalaikumsalam..."

Akhirnya Aditya pergi setelah berucap salam, ketika turun dari halaman Aditya berpapasan dengan Adiknya Naisya, sebisa mungkin Aditya tersenyum dan motor yang di kendarai awan masuk kehalaman rumah.

Awan tidak banyak bertanya ternyata, tentu saja Adiknya Nais sudah pasti tahu.

"Nih Teh kartunya," ucap Awan.

"Iya makasih," balas Naisya sembari mengambil kartu pesanannya.

"Nih kembalianya."

"Lha bukannya tadi sudah bilang buat kamu aja."

"Beneran? Kirain bercanda, oke makasih."

"Iya sama-sama," balas Naisya, Awan pun masuk kedalam rumah, begitu pun Naisya, maghrib sebentar lagi tiba, Naisya harus segera beres-beres semacam tutup jendela, mengangkat jemuran dan menutup pintu.

TBC.

Bantu vote ya man teman jangan jadi pembaca gelap,. Genrenya emang ringan saya sengaja karena saya tidak terlalu suka konflik yang berbelit belït.

CINTA DALAM ISTIKHARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang