PART 4

120 4 0
                                    

#CINTA_DALAM_ISTIKHARAH

#PART_4.

Story by : Hyuuga Nicha Annisha.

NORMAL-POV

Matahari sudah menampakkan diri sayup-sayup rasa hangat mulai terasa pada tubuh-tubuh para santri putri yang tengah menumbuk bumbu di halaman dapur. Sesekali bersenda, dan mengemil makanan yang di sediakan.

Dari beres mengaji mereka sudah kembali sibuk di dapur, persiapan sudah harus di ketatkan.

"Masya Alloh... lihat teh, tanganku sampe melepuh," Ucap Naisya menunjukan telapak tangannya pada Risa yang melepuh dan memerah karena terlalu lama menumbuk beras ketan.

"Iya, Ih yaudah biar aku aja teh, gantian." Rissa mengambil alih penumbuk yang terbuat dari kayu panjang itu.

"Iya, aku mau ke Wc, gak enak banget nih." Naisya berdiri dan melihat-lihat belakang tubuhnya, berharap tidak ada yang tembus. Menstruasi membuatnya tersiksa dan rasa tak nyaman di perut, rasanya ingin bolak-balik ke wc.
Untungnya Kamar mandi tepat di depan halaman dapur, meski di luar ruangan tapi sangat tertutup hanya sedikit celah untuk mengintip dari dalam kamar mandi, tetapi tidak bisa mengintip dari luar karena tepat di sisi irigasi dan lebih tinggi dari jalan, jadi kamar mandi tetap aman dan nyaman.

"Teh... Teh... Buka... udah belum, aku kebelet nih." Dari luar terdengar Latifah mengetuk pintu, Naisya dengan sigap membereskan pakaiannya, matanya tiba-tiba menangkap sosok pemuda bersarung dari celah kamar mandi, alisnya sedikit mengkerut sebelum kemudian bibirnya tersenyum.
"Eh?" Naisya buru-buru membuyarkan lamunan, sungguh kejadian yang tak terduga kenapa Ia tiba-tiba tersenyum. Dari luar Latifah sudah menunggu lama.

"Ck ck ck... lama bener!" Gerutu Latifah sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Hehe..." Naisya hanya terkekeh, dan membuat Latifah curiga dengan sedikit berlari Latifah langsung menuju celah jendela itu, bak sang peramal yang udah tahu, Latifah nyengir. "Cieee... ehmm ehmm..."

"Ih apaan sih... "

"Cie si Kakangnya..."

Blam... Latifah Menutup pintu wc sambil cengar-cengir, dalam keadaan kebelet masih sempet menggoda.

Aditya Tengah berjongkok di sisi irigasi bersama Santri putra yang lainnya yang tengah membersihkan kunyit dan lengkuas. Sesekali menyeruput kopi hitam dari gelas yang di pegangnya, ia nampak mengobrol dengan santri rois putra, namun dirinya nampak tidak sedang bekerja. Ternyata yang tengah membersihkan hanya santri putra yang masih kecil, yang sudah dewasa hanya ngopi dan merokok, nampaknya anak-anak ini adalah anak didik para penonton ini. Biasanya mereka akan menurut pada yang lebih dewasa.

"Alhamdulillah... Udah beres euy..." sorak gembira anak lelaki yang dari tadi berkutat dengan kunyit di dalam air irigasi yang bertangga.

"Hey, hey. Anterkeun langsung ka santri awewe buru!" (Antarkan langsung ke santri putri cepat!) titah lelaki bersarung yang dari tadi ngobrol dengan Aditya.

"Siap Kang!"

"Eh, kang bisi bade ku akang di anteurkeuna, sakalian milari Teh Naisya," (eh, kang siapa tau akang yang mau antarkan, sekalian liat teh Naisya,) goda pemuda bersarung, sebut saja Hamdan.

"Hadeuh, malu donk, banyak santri wati di sana, Muka mau di tutup pake apa?"

"Pake sarung, sarungnya angkat ke atas pake tutup muka yang bawah kemana-mana... hahahaha..." gelak tawa menjadi sambungan para kumpulan santri putra di halaman teras kobong itu. Gelak tawanya sampe ke dengar ke halaman dapur, yang hanya terhalang bilik tirpal dan dua pohon mangga serta kandang sapi.

CINTA DALAM ISTIKHARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang