PART 17

76 3 0
                                    

#CINTA_DALAM_ISTIKHARAH.

#PART 17

Pov-Naisya.

Suara senandung sholawat terdengar dari luar.
Begitu mendengarnya, hati ini seakan bergetar. Masih tidak menyangka dan mengira aku akan menikah di hari ini, tepat di tanggal 20 januari.

Tangan ini terus mengetuk-ngetuk lutut di balik gaun pengantin yang aku gunakan, perias wajah masih pokus membenarkan letak mahkota di atas hijabku.

Di luar sudah terdengar ramai, samar-samar iringan pengantin sudah mulai nampak katanya, mendengar itu hatiku makin dag-dig-dug tak karuan.

Tak lama suara sahutan kembang api mulai terdengar, setelah itu terdengar shalawat penyambutan juga dari para santri undangan.

Masya Alloh... kebahagiaan ini yang aku nantikah? Kedatangan sang calon imamku yang akan mengucap janji suci, mengubah status di atas kertas dan, di mata Alloh.

"Cantiknya anak Mamah," ucap mamaku sembari menghampiriku yang masih di rias, Erin juga sedikit membantuku, gadis itu mau jadi pagar ayu katanya.

"Ah, Mamah..."

"Masih lama belum di riasnya?" tanya Mama selanjutnya.

"Sedikit lagi Teh, tinggal hiasan jilbabnya yang belum. Pengantin prianya sudah datang ya? Cepat sekali," ucap si perias.

"Iya udah datang, jadi siap-siapnya harus cepat, pengantin prianya masih satu kampung, tentu aja cepat datang. Ini masih pagi lho. Udah mintanya jam segitu, jam 7 lebih dikit. Yaudah Mamah mau penyambutan dulu."

Mama keluar dari kamar dan hendak menyambut sang mempelai pria, terlihat dari balik jendela kamar, calon suamiku sudah memasuki gerbang.

Ya Alloh, perasaanku semakin tak karuan.

"Gugup ya Neng? Jadi pengantin memang begitu," ujar si perias. Namanya Mayang, usianya sekitar 26 tahun. Aku hanya tersenyum malu, jujur saja bukan hanya gugup, aku juga gemetar, sebisa mungkin untuk mengatur detak jantung yang berpacu cepat dengan menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan, entah kenapa rasa gerah juga sudah menjalar meski suasana masih sangat pagi, mungkin karena baju dan hijab pengantinnya yang sangat tebal sehingga terpaksa Erin menyalakan kipas angin.

"Eh Nay, udah sarapan belum?" tanya Erin begitu sang perias sudah keluar dari kamar, sekarang aku sudah siap dengan gaun pengantinku.

"Sudah tadi, makan roti doank sama susu," jawabku.

"Lha itukan tadi, sekarang aku aja udah lapar lagi," katanya.

"Itu kamu karena sibuk sana sini, aku mah dari subuh duduk doank, pegal sekali ini kepala berasa bawa beras sekarung." Aku meregangkan tanganku berusaha menghilangkan rasa pegal, leherkupun juga berasa encok, apalagi di tambah mahkota dan gelungan yang besar. Entahlah penampilanku sekarang seperti apa.

"Emang pernah bawa beras di atas kepala?"

"Ya enggak sih, pegalnya aja gitu..."

"Nay, poto donk, sekarang aku juga udah dandan."

"Iya, ayo!"

Aku dan Erin memposisikan diri di depan kaca jendela mencari cahaya agar menghasilkan poto yang bagus.

Ckrek!

Lebih dari sepuluh poto yang sudah di ambil, kami berdua melihat-lihat sekilas dan memilih poto yang paling bagus.

"Sekarang kamu yang poto ya Nay," ucapnya lagi sembari mengarahkan kamera ke arahku. Aku sih pede-pede aja, seperti ini bersama Erin sudah biasa.

"Wah, cantik kali Nay, aku uplot ya?"

CINTA DALAM ISTIKHARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang