Bab 3

7.2K 1.4K 334
                                    

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and comen.

Komen setiap paragrafnya ya

Semoga suka cerita ini 💜💜💜

****

Moka menaruh helm di sofa ruang tamu. Ia mencari keberadaan sang ibu. Biasanya Ros berada di ruang tamu menunggunya pulang. Moka melangkah menuju kamar Ros. Celah pintu kamar terbuka sedikit. Suara tangis pilu terdengar.

Deg!

Moka terdiam di depan pintu. Ia mengintip sejenak dari balik celah, Ros sedang menangis sambil memegang sebuah foto. Tangan Moka terkepal. Ia tahu siapa yang Ros tangisi.  Siapa lagi kalau bukan ayah. Airmata Moka menetes, lalu dadanya sesak. Ia benci ketika ibunya terus memikirkan pria brengsek itu.

Moka melangkah pergi masuk ke dalam kamar. Setelah mengunci pintu, tubuhnya meluruh ke rantai. Moka menangis tersedu-sedu, setiap memikirkan ayahnya hatinya tidak bisa tenang.

“Setiap hari Moka berdoa, agar ayah kembali mencintai mama dan meninggalkan wanita itu. Tapi, kenapa ayah tidak pernah tidak kembali? Kenapa ayah semakin mencintai wanita itu? Apa moka dan mama tidak pernah ada artinya di hidup ayah?” Tubuh Moka bergetar ketakutan begitu juga dengan tangannya. Moka merogoh obat penenang-nya di dalam tas. Lalu menelannya.

Moka membaringkan diri di lantai masih dengan seragamnya. Tubuhnya sudah lebih tenang. Sejak ayahnya pergi, dan memilih wanita lain. Mental Moka terguncang, ia tergantung dengan obat. Rasanya sakit sekali setiap mengingat ayahnya.

Dulu ayahnya selalu khawatir jika ia sakit, ayahnya tidak akan pernah membiarkan Moka terluka sedikitpun, tapi sekarang ayahnya lah yang membuatnya terluka dan bergantung pada obat. Kenapa ayahnya tidak mencintai mamanya lagi? Kenapa ia harus kehilangan ayahnya? Moka tidak kuat lagi, rasanya ia ingin mati. Apalagi setiap melihat keluarga baru ayahnya bahagia. Hatinya seperti di tusuk belati, sakit tapi tidak berdarah.

“Moka butuh Ayah.”

“Moka janji akan jadi anak baik, moka nggak akan nakal lagi, yah. Hiks.. Moka rindu ayah.”

***

Selesai kembali ke panti. Bima pulang, motornya sudah ia taruh bengkel. Untung ia memiliki lebih dari satu mobil. Bima terdiam ketika Nakula dan Sadewa mencegatnya. Mereka sedang berada di ruang tamu.

“Ada apa?”

“Ntar malam jadi ngepetkan?” mereka bertiga punya ritual ngepet disetiap malam selasa.

“Jadilah.”

“Gue jaga lilin.”

“Gue.”

“Gue!!!”

“Hussttt!” Bima menutup mulut kedua adiknya. Lalu melirik ke sekeliling takut rencana mereka didengar Yudistira. Meski kakak laki-lakinya itu tahu jika merekalah yang sering mengambil uangnya.

“Di kamar aja.”

Ketiga manusia itu duduk melingkar di dalam kamar Bima. Mereka menatap satu sama lain.

Dangerous Boy - BimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang