"Kim Seokjin ini, lumayan." Ucap Guru Choi, mengetuk ngetukkan jarinya pada salah satu berkas pelamar.
Kim Seokjin. Kim Seokjin. Pria kartu ATM itu.
Aaaaarrrggggh. Kenapa dia bisa ada disini? Rutuk Jisoo. Bola matanya hampir copot tadi saat melihat pria itu masuk dan duduk di hadapannya. Untung saja dia tidak mempermalukan dirinya sendiri lagi. Cepat cepat menguasai keadaan dan bersikap elegan.
"Aku setuju." Sahut Guru Ahn, "Dia kandidat paling kuat menurutku. Lulus dari universitas terbaik. Lihat pengalamannya."
"Point plusnya, wajahnya tampan sekali." Sahut Guru Seo. Wanita berusia pertengahan empat puluh itu berbinar bersemangat, "aku bisa membayangkan para murid akan bersemangat dengan matematika setelah gurunya setampan ini."
Jisoo mengerutkan kening. Pembicaraan guru guru lain yang mengerucut kompak memberikan suara untuk Kim Seokjin mengusiknya. Sejujurnya ia ingin pria itu tereliminasi. Dia tidak bisa membayangkan akan menghadapinya sebagai rekan guru disini. Mau ditaroh dimana muka Jisoo? Tetapi ia juga tidak bisa memungkiri bahwa Kim Seokjin merupakan kandidat yang paling kuat diantara yang lain.
"Bu Kim? Bagaimana?"
Jisoo mendongak mendapati perhatian rekan rekannya yang lain tertuju padanya. Dia tersenyum, "saya ikut suara mayoritas."
"Anda tentu tidak diminta hadir disini untuk memberikan suara pada suara terbanyak saja Bu Kim." Ucap salah satu seniornya pedas.
Sialan. Tapi benar juga sih. Jisoo tersenyum lagi meskipun hatinya dongkol. Dia menunduk, membuka berkas Kim Seokjin. Seumuran. Pria ini seumuran dengannya. Dan belum menikah.
Dan kenapa pula ia memperhatikan hal itu???
Menutup berkas itu lagi, Jisoo mengangkat wajah, "saya setuju. Dia kandidat terbaik diantara yang lainnya."
*
Seokjin mengulas senyum ketika Lee Hana keluar dari gedung tempatnya bekerja. Wanita cantik itu langsung menuju kearahnya.
"Maafkan aku, ternyata selesainya lebih lama dari perkiraanku." Hana mengumbar senyum di hadapan Seokjin.
"Tidak apa apa." Jawab Seokjin, "aku juga baru sampai." Bohongnya. Ia sudah menunggu lama sebenarnya, tetapi tidak ingin membebani kekasihnya dengan berkata jujur.
Hana masuk ke dalam mobil Seokjin, sementara Seokjin memutar, masuk dari pintu yang berlawanan.
"Kita kemana?" Tanya Seokjin.
"Entahlah. Oppa mau kemana?"
"Bagaimana kalau ke cafe Tae? Semua saudaraku sedang berkumpul disana."
"Aku ingin berdua saja dengan Oppa." Ucap Hana manja, "bagaimana kalau ke apartemenku saja?"
"Baiklah kalau begitu."
Setelah sampai di apartemen Lee Hana, Seokjin duduk di sofa nyaman di depan TV. Hana masuk ke pelukannya sesudah ia menghidangkan minuman untuk Seokjin.
"Aku merindukanmu." Seokjin mengecup puncak kepala Hana, "kau akhir akhir ini sibuk sekali. Mau berkencan besok?"
"Ah, aku juga ada pekerjaan di akhir minggu Oppa."
Seokjin berusaha menyembunyikan kekecewaannya, "begitukah? Yasudah sekalian saja minggu depan kita bertemu."
"Minggu depan? Entahlah, akan ku lihat dulu. Oppa akan mengajakku kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BELAHAN JIWA
FanficDunia Kim Seokjin tiba tiba terbalik. Dia terpaksa keluar dari kehidupan nyamannya. Dan karena itu ia bertemu dengan Kim Jisoo. Seokjin pun mulai mengenal Jisoo dan mulai tertarik padanya. Padahal, seseorang sudah ada di sisinya selama ini. Bisakah...