"Eomma tidak perlu menemaniku seperti ini." Gumam Jisoo.
Sang ibu melirik tangannya yang dipegangi putri bungsunya erat erat dan mendengus, "Berterimakasih saja lah Jisoo."
"Terimakasih Eomma."
Ibu membuka telapak tangannya dan menautkan jari jemarinya pada jari Jisoo yang terasa lembab. Berkeringat. Putrinya ini gugup.
"Kau baik baik saja?"
Jisoo mengangguk. Tapi wajahnya tampak pucat.
"Kita pulang saja? Tidak usah pergi?"
Jisoo menggeleng cepat, "aku harus melakukan ini Eomma."
"Harus? Kenapa harus?"
"Penutupan. Ini sudah lima tahun. Aku ingin menghormatinya dan datang. Mengatakan bahwa aku baik baik saja, aku bahagia."
"Keluarga Park mungkin bisa mengartikannya berbeda."
Jisoo menginginkan hadir di peringatan kematian Park Woojin. Membuat ibu dan ayahnya mengangkat alis mereka tinggi tinggi. Menentang keputusan itu. Tapi Seokjin mendukung Jisoo dan meminta ibu mertuanya menemani Jisoo karena sepertinya ia bukan tamu yang akan di sambut di rumah itu.
"Tidak apa apa. Setidaknya aku sudah mencoba untuk tetap menjaga hubungan baik. Kalau mereka tidak menerima, itu bukan salahku."
"Tapi Eomma tidak mau kau tertekan."
Jisoo tersenyum, meremas tangannya yang di genggam ibunya, "tidak apa apa Eomma. Ada Eomma disini. Aku akan baik baik saja."
Dan Jisoo meyakini hal itu. Dia akan selalu baik baik saja karena ada orang orang yang menyayanginya di sekitarnya.
Taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah keluarga Park. Jisoo dan Ibu turun. Jisoo melihat mobil lain terparkir di depan rumah Woojin dan terkejut melihat seseorang keluar dari pintu penumpang.
"Eomonim!"
Ibu dari Kim Seokjin tersenyum, menghampiri menantu dan besannya. Memeluk mereka berdua bergantian.
"Kenapa Eomonim ada disini?"
"Seokjin bercerita, dan aku ingin hadir disini." Mata Ny. Kim bertemu dengan mata Ibu.
"Terimakasih." Ibu meremas tangan Ny. Kim dan mereka bertukar senyum.
Jisoo memencet bel dan berdiri dengan gugup. Ibunya dan ibu mertuanya ada di sisi kiri dan kanan. Interkom menyala tapi tidak ada suara siapa siapa. Orang di dalam sedang memperhatikan mereka. Tak lama kemudian seseorang keluar dari rumah dan berjalan membukakan pintu gerbang. Park Jinyoung sendiri yang menyambut mereka.
"Ini ibu mertuaku." Ucap Jisoo, "Jinyoung, bolehkah kami masuk?"
"Entahlah, ibuku..." Jinyoung menatap kedua body guard Jisoo, "Masuklah." Ucapnya, mempersilahkan mereka.
Jisoo selesai memberi penghormatan untuk Woojin. Dia menatap foto Woojin selama beberapa detik, "aku baik baik saja. Aku bahagia. Tenanglah disana, Oppa. Terimakasih untuk semuanya di masa lalu." Batinnya. Setelah mengucapkan hal yang ia ingin sampaikan, Jisoo mundur, menyadari setiap gerak geriknya menjadi tontonan. Ia seperti binatang sirkus.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELAHAN JIWA
Fiksi PenggemarDunia Kim Seokjin tiba tiba terbalik. Dia terpaksa keluar dari kehidupan nyamannya. Dan karena itu ia bertemu dengan Kim Jisoo. Seokjin pun mulai mengenal Jisoo dan mulai tertarik padanya. Padahal, seseorang sudah ada di sisinya selama ini. Bisakah...