"Sudah menelepon kalau kita akan menemui orangtuamu?" Tanya Jisoo ketika mereka sudah di dalam mobil menuju Gwacheon.
Seokjin mengangguk, "ini sabtu. Mereka tidak bekerja."
"Kamu bilang apa?"
"Saya mampir."
"Tidak bilang membawa wanita?"
"Tidak. Eomma akan heboh duluan dan menelepon sepanjang jalan 'sampai mana? Sudah sampai mana?'. Membuat tidak konsentrasi."
Jisoo mengangguk angguk. Dia melirik Seokjin yang tampak tenang.
"Kenapa? Apa lagi yang mengganggu kamu? Tanya saja." Ucap Seokjin, merasakan tatapan Jisoo padanya.
"Dia pernah? Kamu ajak bertemu orangtuamu?"
"Siapa? Lee Hana?"
"Ya. Mantan kamu."
"Tidak."
"Tidak?"
"Tidak."
Jisoo menatap keluar jendela, bibirnya mengerucut.
"Kenapa?" Tanya Seokjin lagi.
"Kamu menjawab pertanyaan tentang mantan kamu pendek pendek saja. Tidak ingin membicarakannya?" Tanya Jisoo, terdengar kesal.
Seokjin tertawa, "Kamu lucu. Sedang cemburu?"
"Untuk apa saya cemburu. Yang istri kamu itu kan saya."
"That's the point." Sahut Seokjin, bangga dengan kepercayaan diri Jisoo. Hanya butuh sehari rupanya, untuk membuat wanita ini merasa nyaman dengan status barunya. Mengingat kemarin sebenarnya tindakan Seokjin bisa diartikan sebagai pemaksaan, "saya menjawab kamu seperti itu karena memang tidak ada yang perlu dibicarakan lagi tentang Hana."
"Enteng sekali kamu menyebut namanya." Gerutu Jisoo.
Seokjin tertawa lagi, "Dia tidak pernah saya bawa ke Gwacheon. Tidak pernah bertemu orangtua saya. Tidak pernah mau. Saat pernikahan Taehyung, saya mengundangnya tapi dia tidak datang. Bertemu dengan kelompok orang sinting hanya sekali. Dia tidak mau lagi berkumpul dengan mereka. Saudara saudara saya juga tidak menyukainya." Jelas Seokjin, "senang sekarang?"
Jisoo mengangguk, "senang sekali." Ucapnya ceria, berlawanan dengan ekspresinya tadi.
Seokjin terkekeh pelan. Dasar wanita.
"Ceritakan lagi tentang orang tua kamu. Dan kelompok orang sinting."
"Ya begitu saja. Sama seperti orang tua kamu. Ibu saya lebih dominan. Hampir menindas ayah dalam hal hal tertentu. Sepertinya menurun pada Tae dan Joohyun." Seokjin tertawa, "tapi mereka saling mencintai sampai terkadang membuat jengah. Saya anak kesayangan ibu, Namjoon anak kesayangan ayah, dan Tae anak buangan." Seokjin tertawa lagi, "tidak, dia sebenarnya menguasai kasih sayang ibu dan ayah sekaligus, hanya saja dia sering sekali bersikap seolah kurang kasih sayang untuk membuat saya dan Namjoon merasa bersalah."
"Begitulah anak bungsu." Celetuk Jisoo, merasa relevan.
"Ketika saya SMA, Yerim tinggal di rumah kami karena ibunya meninggal, dia pindah bersama ayahnya. Yerim masih sangat kecil waktu itu. Dia jadi anak kesayangan Eomma. Lalu saya kuliah dan bertemu dengan Yoongi sementara Taehyung masuk SMA dan bersahabat dengan Jimin. Kami mulai dekat dari situ."
"Cikal bakal kelompok orang sinting."
Seokjin mengangguk, "Setelah Jimin dan Taehyung lulus SMA, kami wamil bersama. Saya, Yoongi, Namjoon, Tae dan Jimin. Setelah wamil, kami bertiga pindah ke Seoul. Lalu kami mulai bekerja, saya mengajar di berbagai Sekolah, bimbel sambil meneruskan kuliah. Namjoon memulai karirnya sebagai produser musik, Yoongi dan Jimin bekerja di perusahaan arsitektur milik Yoongi, sekarang Yoongi CEO nya dan Jimin direktur, mereka memulai dari bawah. Dan Taehyung memulai bisnis cafe nya."
KAMU SEDANG MEMBACA
BELAHAN JIWA
FanficDunia Kim Seokjin tiba tiba terbalik. Dia terpaksa keluar dari kehidupan nyamannya. Dan karena itu ia bertemu dengan Kim Jisoo. Seokjin pun mulai mengenal Jisoo dan mulai tertarik padanya. Padahal, seseorang sudah ada di sisinya selama ini. Bisakah...