Seokjin menatap cincin pernikahan Jisoo yang tergeletak di tengah tengah meja. Pandangannya naik ke atas, pada raut wajah Jisoo.
"Apa maksudmu?" Tanyanya. Seolah tidak dapat mendengar dengan baik apa yang sudah Jisoo ucapkan.
"Kita berpisah saja."
Seokjin meletakkan sikunya di meja. Lalu menumpukan wajahnya disana, mengusap wajahnya, "kau memintaku untuk tidak meninggalkanmu."
"Ya." Wajah Jisoo terlihat datar, "aku yang meninggalkanmu."
"Tidak." Jawab Seokjin tenang, "Semuanya bisa kita bicarakan baik baik. Aku sudah berjanji, bersumpah, untuk tidak meninggalkanmu. Sesulit apapun itu. Dan tidak sedikitpun aku berniat untuk mengingkari janjiku itu."
Sesaat wajah Jisoo terlihat melembut. Melunak. Terlihat ingin menangis. Tapi ketika Seokjin memusatkan fokusnya, wajah Jisoo kembali pada raut awalnya.
"Tapi kau juga memperbolehkan aku yang meninggalkanmu. Jika ini terlalu berat untukku, aku boleh pergi darimu."
Ya. Seokjin pernah berbicara seperti itu. Tapi ia tidak pernah berekspektasi kalau ucapannya itu akan dikembalikan seperti ini. Ia berkata seperti itu dulu agar Jisoo merasa setidaknya ia punya pilihan, bukannya untuk senjata yang akan ditodongkan padanya begini.
"Kenapa?"
Jisoo diam.
"Kau ingin meninggalkanku. Kenapa?" Seokjin menatap Jisoo, "aku tidak cukup baik untukmu?"
Tangan Jisoo terlihat gemetar dan Seokjin mengetahuinya.
"Jisoo, tolong. Aku tau aku keterlaluan kemarin. Aku minta maaf. Kau boleh menghukumku, tapi tolong, jangan berpisah. Kita bisa membicarakannya."
Jisoo menggeleng, "kau membolehkanku untuk pergi Seokjin."
Seokjin terdiam. Benaknya berputar. Mencari apa saja yang bisa menahan Jisoo. Apa saja yang bisa mempertahankan Jisoo.
"Sebutkan alasan kenapa kita harus berpisah."
Jisoo meletakkan tangan ke pangkuannya, menatap ke luar pintu kaca, pada pagi yang mulai terang benderang.
"Apa yang terlalu berat untukmu? Bicarakan padaku, kita akan mencari solusinya bersama."
"Semuanya." Jawab Jisoo tanpa menatap Seokjin. Pandangan matanya berkaca kaca, "semuanya sudah terlalu berat untuk ku tahan."
"Kita bisa membicarakannya Jisoo. Kau tidak bisa memutuskannya begitu saja! Fikirkan aku! Bagaimana aku tanpamu?" Seokjin berusaha tenang namun tetap saja, secercah nada panik terlolos.
Bagaimana mungkin Seokjin menjalani hidupnya tanpa Jisoo? Tidak, Seokjin tidak bisa.
"Hubungan kita belum lama berjalan. Sebelum itu kau hidup dengan baik tanpa aku."
"Tidak! Jangan bicara sembarangan Jisoo!" Nada Seokjin meninggi, "kita ini menikah! Bukannya berkencan yang bisa selesai kapan saja!"
"Seingatku, kau yang memaksaku untuk menikah. Hampir seperti menjebakku."
Seokjin kehilangan kata kata, karena itu benar.
"Aku menyetujui karena aku ingin bersamamu. Tapi kau juga memperbolehkan aku pergi kalau aku kesulitan. Dan aku ingin pergi sekarang. Aku ingin mengakhirinya."
"Kenapa? Apa yang terlalu sulit?" Seokjin nyaris memohon, "bicaralah. Akan kuperbaiki itu. Kita tidak perlu berpisah."
Jisoo menangkupkan tangannya ke wajahnya. Dia lelah sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELAHAN JIWA
FanficDunia Kim Seokjin tiba tiba terbalik. Dia terpaksa keluar dari kehidupan nyamannya. Dan karena itu ia bertemu dengan Kim Jisoo. Seokjin pun mulai mengenal Jisoo dan mulai tertarik padanya. Padahal, seseorang sudah ada di sisinya selama ini. Bisakah...