"Eyes can't lie"
-j.b.
•~•~•
Suasana rumah besar di salah satu sudut kota Konya itu benar-benar dibuat tegang sekarang, Rumah yang besar serta diberi anugrah dengan begitu banyak harta tak menjamin seseorang hidup dengan tenang.
Burung-burung itu terbang ke ranting pohon, matahari sudah mulai mengucapkan selamat tinggal.
Fazza mendengar seseorang menangis disamping kamarnya yang luas.
"Oh Allah! Apa yang Engkau timpakan kepada kami sekarang adalah sebuah ujian maka kuatkanlah kami!" Anne(Ibu) Fazza terdengar merintih divruangannya.
Fazza mengintip di balik tirai kamar yang memperlihatkan langsung lapangan kuda yang sedang banyak orang di sana.
"Tuan Musa, apa yang akan anda lakukan atas kasus pembunuhan anak anda ini?" Seorang utusan Baba-nya bertanya.
Terlihat seseorang dengan air muka yang menunjukkan ketenangan itu menoleh, meski tampak tenang hatinya sekarang berkecamuk kemarahan dengan putranya.
"Dia bukan putraku." dengan jawaban itu, membuat orang orang di sekelilingnya terkejut.
Fazza mengepalkan tangannya, matanya terlihat buram, tak sadar matanya kini berair.
"Cegah aib ini agar orang Konya tidak tahu, tutupi sebisa mungkin." Mereka mengangguk mengerti dengan ucapan Musa.
•~•~•
"Asla!" Seruan Hulya membangunkannya dari mimpi itu. Badannya berkeringat dingin, napasnya tersegal.
"Kau tidak apa-apa? Apa mimpi itu kembali lagi?" Hulya menatapnya dengan khawatir.
Fazza mengusap wajahnya, dia mencoba menetralkan hati yang bergejolak. Matanya melirik ke jam dinding, waktu menunjukkan pukul 5 pagi.
"Aku tidak apa-apa."
"Asla."
"Hmm?"
"Kau yakin?" Hulya menyentuh pundak Fazza, karena sepupu yang pendiam ini jarang sekali mengeluh tentang apa yang membuatnya terbebani. Dia memilih meredam semua itu dalam badai hatinya.
"Itu hanya mimpi, tidak akan terjadi lagi." Suaranya rendah.
Fazza mengangguk, "aku tahu."
Lalu hening.
"Baiklah kalau kau begitu, setelah ini kau harus mencuci piring lalu menjemur baju!" Hulya berdiri sambil berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
F A Z Z A (End)
Teen FictionHujan di luar semakin deras. Amaiya lihat tubuh Fazza bergetar, air matanya yang berusaha ia tahan sekarang menetes juga, lelaki itu nampak menarik napasnya dengan panjang. Terlihat ada sesuatu yang menahannya untuk berbicara. Namun tak lama setelah...