35. Farewell

189 23 3
                                    

'Sekalipun hatiku cukup berani, menanggung sebuah perpisahan

Tapi aku tak sanggup, walaupun satu jam saja tanpa dirimu.'

-Fazza (faz3), Farewell.

•~•~•

Dengan murung, Amaiya kembali kerumah. Membawa tasnya dengan gontai dan menjatuhkan diri disofa sambil mengerang kesal.

"Astaga apa yang terjadi padaku!" Keluhnya sendiri.

"Amaiya, tadi kayanya kamu ditungguin Tita di rumah pohon lho. Cepet kesana." Suara nenek terdengar.

Dengan malas, Amaiya beranjak dari sofa dan bergegas kekamar tanpa menjawab perkataan neneknya.

Setelah mengganti seragam dia segera pergi menuju rumah pohon membawa singkong rebus —yang direbus lagi, yang sebelumnya diberikan pada Fazza tapi tidak jadi. Amaiya akan memakannya bersama Tita nanti.

"Tita?" Amaiya mencari keberadaan sahabatnya itu, menoleh kekanan dan kekiri tapi Tita tak terlihat.

Amaiya menyerah, dia memilih duduk menghadap jendela rumah pohon dengan letih.

Fuuuuh, rasanya hari ini lelah sekali. Padahal tadi pagi dia begitu semangat tapi semenjak tahu Fazza tiba-tiba pindah sekolah tanpa mengabari pada Amaiya membuat mood Amaiya berantakan sekarang.

Dia melihat pemandangan dari jendela yang menyuguhkan hal seperti biasa, pohon, bukit, dan sungai. Hari ini mendung lagi. Hujan akan segera turun dengan deras.

Sebuah tangan tiba-tiba menutup kedua matanya, dengan sigap Amaiya menyentuh tangan itu.

"Oho! Kena kau! Kemana saja kau Tita? Aku menunggu lama dirimu!" Tebak Amaiya yang matanya masih tertutup tangan orang itu.

"Bukan Tita, tapi Fazza."

Lihat, siapa orang yang ada didepannya sekarang. Amaiya mengerjap-ngerjap matanya.

Fazza tertawa kemudian beralih duduk disamping Amaiya yang terkejut akan kedatangannya. Sepertinya, tolong, jantung Amaiya berdebar tak karuan sekarang.

Amaiya diam tidak berkata apapun, dia hanya merasa bahagia Fazza sekarang berada disampingnya. Fazza memandang Amaiya lembut dengan ukiran senyum yang lebih manis dari apapun. Matanya begitu bening, seperti telaga yang jernih.

"Memikirkanku?"

"Hah? Tentu saja —iya," Setelah mengatakan itu Amaiya memukul kecil lengan Fazza.
"Kenapa tiba-tiba kau meninggalkan sekolah begitu saja?! Kau tidak kasihan dengan para penggemarmu yang histeris mendengar bahwa kau keluar sekolah?" Sungutnya berteriak kesal.

Melihatnya, justru Fazza mengejek.

"Bilang saja kau yang histeris," Ucapnya santai sambil mencubit hidung Amaiya, lalu mengambil singkong rebus dan memakannya.

"Percaya diri sekali." Amaiya memalingkan wajah mencegah agar pipinya yang memerah tidak terlihat.

"Pirciyi diri sikili," ledek Fazza menirukan gaya Amaiya.

Amaiya tidak menaggapinya, dia sibuk menekuk wajah dan melirik kesal Fazza.

"Kau tahu? Kalau kau marah wajahmu jadi seperti tomat matang, sudah bulat, merah pula."

F A Z Z A (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang