Semuanya terjadi dengan begitu cepat.
Polisi datang dan menangkap Fırat, dan pria itu tidak melawan dan tidak keberatan dengan apapun keputusan hakim nanti. Melihat keluarga musuhnya porak poranda dalam kematian membuatnya bahagia.
Namun, ambulan datang terlambat. Di rumah sakit Selim dinyatakan meninggal dan mereka tidak bisa berbuat apapun selain menyesali yang terjadi.
Baru saja 2 hari dia melepas rindu dengan kakaknya, itupun tidak cukup untuk membicarakan banyak hal. Tetapi Allah punya jalan lain, Selim harus pergi menyusul anne di surga.
Fazza hanya bisa menguatkan dirinya, berusaha tidak mengeluh dan menguatkan Hulya yang menangis di koridor rumah sakit.
•~•~•
Suasana pemakaman berlangsung hikmat diantara salju yang turun, para pelayat memakai jaket tebal untuk melayat. Selim dimakamkan di samping makam anne. Hulya terus merangkul untuk menenangkan Fazza dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Selesai doa dipanjatkan mereka satu persatu meninggalkan pemakaman menyisakan orang tua Hulya, Paman Erkan, Fazza juga Amaiya.
Fazza termenung menatap nisan kakaknya.
"Kau tidak pulang?" Hulya beranjak meninggalkan pemakaman bersama Paman Ibrahim dan Bibi Sara.
Amaiya menggeleng, "aku akan menemani Fazza disini."
"Baiklah."
Amaiya duduk disamping Fazza, tangannya menyentuh bahu Fazza.
"Semuanya akan baik-baik saja." Ujarnya tenang.Perlahan Fazza menoleh kearah Amaiya, buram karena berkaca-kaca serta menceritakan segala duka. Amaiya bersumpah tak pernah melihat Fazza serapuh ini, tanpa berpikir lagi dia merengkuh Fazza dan memberikan sandaran para pria itu.
Fazza menjatuhkan kepala di bahu Amaiya, membiarkan tangisnya keluar begitu saja dalam diam. Sejak kemarin tidak tahu harus kemana dia mengeluarkan seluruh deritanya. Amaiya mengelus punggung Fazza yang dibalut jaket tebal, berusaha tersenyum menguatkan.
"Aku harus apa?" Tanya Fazza hampir tidak didengar. Suaranya tenggelam dalam bahu Amaiya.
"Tenanglah, ada aku disini." Kembali, Amaiya mengelus rambut ikal Fazza.
"Apa kau akan meninggalkanku juga?" Kini Fazza menatap dalam Amaiya, di dalam duka itu tidak ada Fazza yang setegar dulu.
Amaiya hanya menggeleng, tidak mengatakan apapun.
Fazza kembali menunduk mengingat semua kesalahan yang dia perbuat, kenyataan bahwa Selim telah meninggalkannya dan kejadian tadi malam.
"Semuanya berakhir."
"Hey," Amaiya menangkup kedua pipi Fazza, mengarahkan untuk menatap dirinya. "Dunia ini tidak berakhir Fazza. Kau masih memiliki kami." Yakin Amaiya tersenyum.
Fazza melihat senyum Amaiya yang selama ini dia sukai, tatapan mata Amaiya berbinar. Kedua manik Fazza terpaku pada Amaiya yang terlihat seperti cahaya. Perlahan dia mengulas senyum tipis.
Senyuman itu, menguatkannya.
"Kita akan bertemu baba-mu, sampaikan maaf Kak Selim dan dirimu padanya, perbaiki segalanya. Oke?"
Fazza mengusap air mata, kemudian mengangguk setuju.
"Paman Erkan."
"Evet."
KAMU SEDANG MEMBACA
F A Z Z A (End)
JugendliteraturHujan di luar semakin deras. Amaiya lihat tubuh Fazza bergetar, air matanya yang berusaha ia tahan sekarang menetes juga, lelaki itu nampak menarik napasnya dengan panjang. Terlihat ada sesuatu yang menahannya untuk berbicara. Namun tak lama setelah...