Suasana ruangan sedang dengan karpet yang menghiasi lantai itu tampak hening, tidak ada suara apapun disana selain suara ranting pohon yang menari karena angin.
Fazza duduk di samping jendela, merasakan suasana yang hangat sedangkan diluar semakin dingin karena sejak kemarin Konya turun salju. Fazza melihat bagaimana ranting pohon itu mulai tertutup salju yang putih.
"Bay Fazza içeri gelebilir miyim? (Tuan Fazza apakah saya boleh masuk?)" Suara Paman Erkan diluar ruangan.
"Içeri gel. (masuklah)."
Lalu suara pintu terbuka dengan pelan menampilkan Paman Erkan dengan baju formal dan membawa beberapa lembar kertas. Dia duduk di hadapan Fazza.
"Saya turut berduka atas kematian Nyonya Gazali," ujarnya memulai percakapan. "Tuan Fazza, sesuai dengan permintaan tuan. Kronolongi kematian anne akan saya ceritakan." Lanjutnya.
Fazza tidak menjawab, dia lebih memilih menunggu Paman Erkan mengatakan ceritanya.
"Setelah setahun sejak tuan meninggalkan Konya, tidak ada satupun dari orang tua tuan tidak khawatir sekalipun dengan tuan. Nyonya selalu berdoa dan sesekali menulis beberapa syair di kertas dan diletakkan di mana saja. Kesehatannya semakin memburuk mendengar Tuan Selim yang selalu berulah buruk membuat Nyonya semakin terpuruk," Jelas Paman Erkan menyerahkan beberapa lembar kertas pada Fazza.
Fazza membaca salah satu dari kertas itu, tulisan anne menggunakan bahasa Turki yang sedikit berantakan.
'Seandainya aku adalah elang, aku akan terbang dimana singaku tinggal di tempatnya,
Sekalipun melihatnya dari jauh setidaknya rasa sakit ini telah terobati.
Musim panas kali ini, keduanya telah meninggalkanku, aku bisa melihat bunga-bunga ku layu karena mereka bersedih seperti diriku.
Apalah arti kehidupan seorang ibu jika anak-anaknya meninggalkannya seperti bulan yang meninggalkan malamnya?'
Fazza mengelus kertas itu, hujaman pisau seperti mengenai hatinya sekarang. Kemudian Paman Erkan melanjutkan cerita.
"Dalam keadaan seperti ini, Nynya Gazali tidak bisa berbuat banyak. Tuan sendiri yang selalu menolak untuk menerima telpon dari sini kata Tuan Ibrahim. Tuan Musa lalu menyerahkan semua tanggung jawab sementara kepada saya, termasuk tanggung jawab rumah dan arena pacuan kuda yang ada di Konya. Meskipun begitu Tuan Musa selalu menolak jika Nyonya meminta untuk memulangkan anda."
"Kenapa?" Suara Fazza geram, geram pada baba-nya yang bersikap tertutup. "Kenapa aku selalu harus dirahasiakan? Aku baru saja tinggal bersama anne selama 8 tahun dan baba kembali memisahkan ku dengannya?" Lanjut Fazza, suaranya mungkin rendah tetapi tersirat amarah didalamnya.
"Beni affet, Bay Fazza. (Maafkan saya, Tuan Fazza), tetapi anda tidak boleh mengetahui alasan ini,"
Fazza diam, jawaban itu memperkeruh isi hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
F A Z Z A (End)
Teen FictionHujan di luar semakin deras. Amaiya lihat tubuh Fazza bergetar, air matanya yang berusaha ia tahan sekarang menetes juga, lelaki itu nampak menarik napasnya dengan panjang. Terlihat ada sesuatu yang menahannya untuk berbicara. Namun tak lama setelah...