Dua yang Berbeda

763 94 0
                                    

Setiap sekolah pasti punya murid yang menjadi andalan. Menjadi superstar di antara siswa siswa yang lain. Apalagi di sekolah favorit dengan prestasi yang terkenal sangat bagus seperti SMA Negeri 3 Samajaya.

Ajendra Jenaka Nusantara namanya. Lelaki remaja yang kini sudah duduk di kelas XII MIPA. Sejak SD Jenaka selalu memiliki prestasi yang bagus. Soal akademiknya memang tidak perlu diragukan lagi. Selama SD-SMP-SMA ia selalu menempati peringkat satu baik di kelas maupun satu angkatannya.

 Selama SD-SMP-SMA ia selalu menempati peringkat satu baik di kelas maupun satu angkatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siapa yang tak mengenalnya di sekolah? Setiap warga sekolah pasti tau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Siapa yang tak mengenalnya di sekolah? Setiap warga sekolah pasti tau. Lelaki itu benar-benar sebuah legenda di sekolah.

Mereka mengenalnya dengan panggilan Naka. Naka si lelaki berparas tampan dengan senyuman manis yang tak pernah lepas dari wajahnya. Gaya bicaranya yang lembut dan mudah diajak ngobrol juga menjadi poin tersendiri.

Naka tak pernah ragu untuk membalas sapaan siapapun dan bahkan mengajaknya mengobrol sebentar jika ia tidak terburu-buru.

Di Rumah, Naka juga merupakan anak kesayangan. Ayolah siapa yang tidak bangga memiliki anak seperti Naka? Pun Naka bisa memasak, sering membantu Mama di dapur. Mungkin karena semua hal itulah Naka menjadi anak kesayangan Mama. Apapun yang diinginkan Naka pasti dikabulkan.

“Nana mau makan apa?” Yah, untuk keluarganya, mereka lebih sering memanggil Naka dengan panggilan Nana.

Panggilan itu juga punya cerita sendiri. Waktu kecil saudaranya memang kesusahan memangil nama Jenaka, bahkan setelah disingkat menjadi Naka. Yang terdengar hanyalah Nana. Maka dari itu Mama dan Papa memutuskan untuk emmanggilnya Nana.

Beranjak remaja, Naka muak dengan panggilan itu. Itu bermula dari saat SD, ada teman perempuan kelasnya yang bernama Nana pula. Makanya dia sedikit kesal.

Tentang saudara Naka, ia sedikit berbeda dengan Naka. Kalau Naka identik dengan nilai akademik yang bagus, maka saudaranya lebih dikenal karena prestasi non akademiknya.

Aditya Jenderal Nusantara namanya. Lelaki remaja yang kini duduk di bangku kelas X MIPA di sekolah yang sama dengan saudaranya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat SMP, Jenderal mulai tertarik dalam bidang non akademik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Saat SMP, Jenderal mulai tertarik dalam bidang non akademik. Sampai akhirnya Jenderal masuk ke dalam dunia basket. Tak tanggung-tanggung, Jenderal dipercaya menjadi kapten tim dan berhasil mengangkat nama sekolahnya yang waktu itu termasuk sekolah yang biasa saja. Pertama kalinya dalam sejarah, sekolah itu menang dalam kompetisi.

Dengan berbagai piagam kejuaraan itu, walaupun nilai akademiknya pas-pasan, Jenderal berhasil masuk ke SMA Favorit di kotanya itu. Masuk ke sekolah bergengsi tempat saudaranya yang pintar itu menjadi kebanggaan sendiri bagi Jenderal.

“Jeje! Ayo sarapan! Aku udah bikinin roti!” seru Naka semangat saat melihat Jenderal keluar dari kamarnya.

Iya, sama halnya dengan Naka, Jenderal punya panggilan tersendiri di keluarganya, Jeje. Waktu itu, Naka protes kenapa hanya dirinya yang punya nama seperti itu. Prinsip Naka adalah “Kalo aku punya, berarti saudaraku juga harus punya!” begitu.

Juga itu karena Jenderal yang waktu itu juga kesulitan dengan namanya sendiri. Yang terdengar hanya Jejejeje. Yah dan seperti itulah nama Jeje bisa terbentuk.

Pagi itu saat waktu sarapan, Jenderal mendekati meja makan demi mengambil sepotong roti yang sudah di siapkan Naka. Ia hanya mengambilnya lalu menoleh kepada Mama dan Papa.

“MA, Pa, Jeje berangkat sekarang ya?” ucap Jenderal.

“Buru-buru banget? Masih jam 6 lewat 15 tau, Je,” balas Naka.

“Kan gue pake sepeda, entar telat.”

“YA bareng aku naik motor aja lah! Boncengan!”

Jenderal hanya menggeleng. Menolak ucapan Naka.

“Udah biarin aja, ayo kamu juga cepetan sarapan, nanti telat,” ucap Mama.

Jenderal memang selalu ke sekolah dengan naik sepeda. Itu favoritnya sejak SMP. Dulu dia tidak pernah tau kalau naik sepeda bisa semenenangkan itu. Ia kira bersepeda hanya akan membuatnya lelah dan mengantuk di sekolah.

Tapi sekarang, sepeda adalah sahabat terbaiknya. Ternyata bersepeda sambil melihat segala hal di perjalanan bisa terasa begitu nikmat. Bahkam, sepedanya itu sudah menemaninya dari SMP, membuatnya menjadi teman terbaik Jenderal.

Yah, walaupun rantainya suka longgar dan akhirnya lepas. Seperti sekarang, tiba-tiba Jenderal merasakan kayuh sepedanya sangat ringan.

“Haish, gue lupa ke bengkel kemaren.”

Dan begitulah akhirnya, Jenderal terpaksa berhenti dan menepi ke pinggir jalan, lantas memperbaiki rantai sepedanya. Jenderal bisa mengatasinya kok.

Tapi ya tetap saja. Jenderal mungkin akan telat masuk ke sekolah karena itu.

“Telat sekali gapapa lah ya, eh, tapi kalo gue kayaknya nggak.”

Hari itu, mungkin ia akan dimarahi habis-habisan di sekolah. Jenderal tau. Dan karena itulah Jenderal akhirnya hanya memilih untuk menggiring sepedanya, berjalan kaki menuju sekolah. Sengaja mengulur waktu agar tidak cepat sampai ke sekolah.

.

.

.

.

.
[TBC]
14/06/21

See you...

Sandyakala | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang