Akhir Cerita

781 96 18
                                    

Jenderal pov.

Gue... Gue emang se-gak-berguna itu ya?. Eh, nggak kok! Gue masih berguna. Buat tempat tuduhan tepatnya.

Nggak. Demi tuhan gue gak marah sama Nana sumpah. Gue gak marah dia ngelakuin itu dan berakhir gue yang dituduh.

Gue cuma merasa... gagal? Nana sampai senekat itu berarti dia emang sudah tertekan kan? Emang gue ni gak guna jadi saudara.

Lihat? Bahkan hadirnya gue di tim inti basket malah jadi petaka. Gelar juara bertahan jadi hilang gitu aja karena gue.

Waktu itu gue cuma mau ikutin kata Sabda. Gue boleh sedikit egois kan? Gue mau ikut tanding. Tapi, egois emang bikin susah gini ya?

Hari ini gue ke sekolah cuma mau nyantai di rooftop. Tapi, ternyata semua orang emang sebenci itu sama gue ya? Gasuka kehadiran gue?

Gue jadi overthinking gini.

Ah, bener kata Nana. Kalo lagi sendiri emang gue suka overthinking. Dia emang kembaran gue!

Sabda... gue bener bener bersyukur bisa ketemu lo. Ketemu Reza, bang Atha, Ayah, sama Bunda.

Kadang gue iri, Sab. Bunda lo sehangat itu. Bahkan sama gue yang notabenenya cuma temen lo. Bahkan baru kenal ga sampe 4 bulan.

Pelukan bunda kemarin... rasanya nagih. Apalagi pelukan Mama ya? Liat Nana dipeluk Mama aja keliatan enak banget. Nana keliatan nyaman banget.

Dan kali ini, saat gue hampir nyerah, Sabda ada di sana. Yakinin gue dengan kata-katanya.

Sorry, Sab, gue beneran hopeless ini. Tapi, jujur liat mata lo emang buat gue goyah. Gue mau naik sebenernya. Berjuang bareng lo di dunia ini.

Tapi...

Lagi-lagi dunia ngingetin gue kalo gue gak berguna di dunia ini. Gak diharapkan siapapun. Jadi, maaf ya, Sab? Gue pamit.

.

.

.

Dan Jenderal pergi. Meninggalkan beribu kesedihan, sesal, dan pelajaran.

"Lo... pelakunya?" Sabda membelalakkan matanya kaget. Ternyata hidup emang serandom itu ya?

"Menurut kamu, Jeje bakal benci aku gak?"

Sabda menatap Naka dengan tatapan tak percaya. "Lo masih tanya? Kalo itu gue, gue bakal marah banget sama lo! Lo kemana aja? Sodara lo susah susah begitu, bahkan dia numpahin segalanya buat lo, dan lo malah begitu?"

Naka menundukkan kepalanya. Air matanya mulai menetes kembali. Bahkan yang sebelumnya saja belum kering.

"Tapi ini Jenderal, gue tau dia sayang banget sama lo. Gue cukup yakin dia gak akan benci lo. Kalo udah gini, mau gimana lagi? Terserah lo sih mau gimana."

"Kamu... bisa bantu aku?"

Sabda terdiam sejenak. Lelaki di depannya ini minta bantuan apa? "Sorry, gue gak sebaik Jenderal. Gue benci fakta bahwa lo juga salah satu alasan dia jadi kayak gini. Jadi, kalo boleh, mending kita balik ke posisi awal, seolah-olah kita gak pernah kenalan. Oke?"

Hari itu, Naka tak bergerak seinchi pun dari tempat Jenderal. Dia yang paling merasa menyesal dan kehilangan. Seharusnya dia yang berada di posisi Jenderal, itu yang dipikirkannya.

Papa? Penyesalannya datang begitu sebuah telepon sampai di ruangan kantornya.

Mama? Masih tidak peduli. "Na, pokoknya kamu harus kejar SBM! Mama gak mau tau, kamu harus masuk kedokteran."

"Ma! Belum cukup? Kita kehilangan satu putra karena itu! Masih belum cukup?"

"Nana sama Jeje kan beda. Mereka orang yang beda. Nana gak mungkin gitu kan?"

"Kamu, gak akan pernah berubah ya?"

Lalu, bagaimana dengan orang-orang di bawah waktu itu? Mereka tidak terlihat merasa bersalah. Pasti ada rasa bersalah, menyesal, dan tidak nyaman. Tapi ya namanya manusia, merasa dirinya paling benar.

.

.

.

"Jen, demi apapun gue nyesel kenal sama lo..."

"Gue nyesel kenal sama lo baru-baru ini, gue nyesel gak deketin lo dari awal."

"Gue nyesel gak bisa lebih peka sama lo, gue nyesel gak kuat angkat badan lo."

"Lo maafin gue kan? Maaf, Jen."

.

.

.

Dan seperti yang kalian ketahui, setiap kematian pasti membawa kesedihan bagi orang yang ditinggalkan. Apalagi jika kematian itu karena sesuatu yang tidak wajar. Pasti meninggalkan luka mendalam.

.

.

.

.

.

SANDYAKALA COMPLETED

14/06/21
-
11/07/21

Dah.... selesai...

Gimana? Maaf kalo ceritanya gak sebagus itu😭 Aku juga masih disini. Jadi, belum bisa rangkai kata sebagus itu. Tapi, lumayan lah ya...

Okay! See you next time guys! Thank You!

Sandyakala | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang