.
.
.
.
.
Memasuki hari-hari UN kelas 12, sudah bisa dipastikan seluruh kelas 10 dan 11 diliburkan. Oh, tidak berlaku untuk anggota tim basket. Hari pertandingan yang semakin dekat membuat mereka lebih giat berlatih.
Jenderal sendiri merasa badannya tidak enak. Mungkin karena dia belum terbiasa bekerja paruh waktu. Apalagi stand yang dia jaga selalu ramai, bukannya sombong, tapi emang dari awal standnya banyak pelanggan.
Bayangkan saja, sekolah dari pagi sampai setengah 4. Lalu, latihan basket sampai kira-kira jam 5 kadang mepet jam 6. Setelah itu, langsung menjaga stand sampai kurang lebih jam 9. Mana jarak swalayan dengan rumah cukup jauh. Oh jangan lupa Jenderal selalu pergi dengan sepedanya
Tapi Jenderal ya Jenderal. Basket adalah dunianya. Dia tidak mau absen. Jadi dia meyakinkan dirinya pasti bisa. Toh, dia juga sudah minum obat.
"Jen! Kiko!!" Siang itu, Sabda ke sekolah atas permintaan Atha. Atha minta tolong Sabda untuk membeli sekardus minuman untuk timnya. Jadi, babu anak basket ceritanya. Udah biasa Sabda, mah.
Jenderal menggeleng. Mengembalikan kiko yang tadi disodorkan Sabda kepadanya.
Sabda mengernyit. "Tumben, biasanya ga nolak. Sampe diomelin Naka."
Jenderal hanya mengedikkan bahu.
"Oiya, Jen. Tentang kasus lo, gimana kalo kita cari tau abis lo selesai tanding? Kan lo udah gaada tanggungan tuh!" tawar Sabda.
Jenderal mengangguk. "Lo kenapa ngebet banget sih? Gue biasa aja padahal, serius."
Sabda mendengus. "Keenakan pelakunya, Jen! Ga terima gue. Jahat banget."
Jenderal terkekeh.
"Tandingnya Kamis kan? Besok?" Sabda memastikan.
Jenderal mengangguk.
"Berarti nanti malem makan-makan dong? Pantes bunda tadi riweuh masak, asyiikk," ucap Sabda.
"Nanti?"
"Oh, bang Atha belum bilang? Sehari sebelum tanding, tim basket selalu makan bareng dulu malamnya, doa bareng."
"Malem ya?"
Sabda menoleh pada Jenderal. "Kenapa? Harus dateng ya!" Sabda sudah mencium bau-bau adanya mencurigakan.
Jenderal tersenyum. "Gue usahain, tapi ga janji."
"Dih, sok sibuk."
"Emang sibuk, njir! Enak aja!" Balas Jenderal.
Sabda hanya mendengus lalu beralih ke topik lain.
Hari itu, pak Toriq juga datang ke tempat tim basket latihan. Beliau bisa melihat tim basket yang berkumpul di pinggir lapangan, beristirahat. Pak Toriq tersenyum mendengar itu, hatinya selalu senang melihat pemandangan seperti itu.
Namun, senyuman Pak Toriq sedikit memudah begitu melihat Jenderal berada di sisi yang lain, hanya berdua dengan Sabda.
Setelah menghampiri gerombolan, memberi beberapa kata penyemangat, pak Toriq beralih duduk bersama Sabda dan Jenderal.
"Sabda ikut basket?" tanya pak Toriq, heran karena ada Sabda.
"Jadi babu, pak," ucap Jenderal.
"Sembarangan! Ganteng gini dibilang babu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala | Lee Jeno
Teen FictionSandyakala Gurat merah di langit sore. Pertanda Matahari berganti bintang. Mengingatkan tuk segera pulang. Kaya Jeje, senja itu hebat. Senja itu cuma muncul sebentar saja. Tapi itulah pesonanya, jadi banyak yang nungguin dia. Walau muncul sebentar...