.
.
.
.
.
"Siang, tante, siang, om." Siang itu, Sabda sudah berada di depan sebuah rumah. Terlihat ada seorang pria yang sedang mengelap mobilnya dengan wanita di sebelahnya yang menemani bercengkrama.
"Eh, haloo, nyari siapa?" Papa mendekat ke arah Sabda.
"Cari Jenderal, om."
"Sabda!" Panggil Naka yang dari pintu rumah. "Jeje! Ditungguin Sabda!"
Selanjutnya, Naka mendekat pada Sabda.
"Widih, rapi banget lo," ucap Sabda meneliti pakaian yang dipakai Naka.
Naka hanya menunjukkan ssnyumnya. Ia memberikan sekantong plastik yang berisi pocari dan beberapa roti. Sabda yang menerima mengernyit heran. "Titip buat Jeje."
"Ngapain titip? Kan kasih sendiri bisa?" tanya Sabda.
Naka melirik papa dan mamanya lalu kembali menatap Sabda dan tersenyum lembut.
Sabda menggeleng pelan, seakan bertanya "lo ga nonton?" Yang lalu dibalas anggukan kepala oleh Naka.
Sabda mengernyitkan dahinya, bingung. "Ah, dahlah, mungkin mereka ada keperluan penting" batinnya.
"Pa, Ma, Jeje duluan ya," Jenderal berpamitan sambil buru-buru memakai sepatunya di teras rumah. Dia ingin cepat-cepat menghampiri Naka dan Sabda.
"Kamu gapapa, Je?" tanya Naka, melihat wajah Jenderal yang sedikit pucat.
"Ya gapapa? Orang semangat gini!" Jenderal membuat gerakan meloncat-loncat lincah.
"Belom makan siang kan lo?" Tuding Sabda.
Jenderal hanya mengedikkan bahu acuh.
"Yup! Sudah gue duga! Itulah tujuan gue kesini, nyari geprek enak nih!" Sabda menyodorkan helm yang dia bawa pada Jenderal.
"Geprek? Naspad aja lah." Jenderal bernego.
"Serah dah, yang penting makan, laper gue," balas Sabda. "Le yang di depan ya, Je! Boncengin gue!"
Sabda kemudian mundur ke jok belakang, menyisihkan jok depan motornya untuk dinaiki oleh Jenderal.
Jenderal berdecak kesal lalu naik ke motor Sabda. Sudah bisa ditebak. Sabda terlalu malas untuk naik motor sendiri. Maupun itu pakai motornya pun, pasti dia akan menjadi penumpang saja.
"Semangat, Je! Aku tunggu ceritamu hari ini!" Ucap Naka.
Jenderal tersenyum sambil mengangguk. "Have fun buat hari ini! Ingetin papa buat buka kado gue!"
"Siap!" naka memberikan pose hormat.
"Pergi dulu, Na!" Ucap Sabda. "Permisi, om, tante."
"Hati-hati, Je!" Ucap Naka sebelum akhirnya Jenderal dan Sabda benar-benar pergi meninggalkan pekarangan rumah Jenderal.
Pada akhirnya, Jenderal dan Sabda makan bakso di deket GOR. Kata Sabda sih biar bisa duduk lama-lama di situ, nanti datangnya agak mepet jam tanding aja. Sabda juga menelpon Reza agar menyusul. Yah, rencana awalnya emang mereka bertiga mau makan bareng dulu sih.
"Nih!" Reza menaruh sekantong plastik putih yang terlihat penuh.
"Apaan?" Tanya Jenderal, malas melirik ke dalam kantong plastiknya. Baksonya lebih menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala | Lee Jeno
Teen FictionSandyakala Gurat merah di langit sore. Pertanda Matahari berganti bintang. Mengingatkan tuk segera pulang. Kaya Jeje, senja itu hebat. Senja itu cuma muncul sebentar saja. Tapi itulah pesonanya, jadi banyak yang nungguin dia. Walau muncul sebentar...