.
.
.
.
.
Bang Atha
|Heh, dimana lo?
Lagi dijajanin pak Toriq, bang|
|Lah?
Abang pulang duluan aja|
Masih ada urusan|
Nanti pulang bareng Eja|
Bilangin bunda kalo adek pulang telat||Urusan naon?
|jangan aneh-aneh, SabNggak!|
Dah ya gue sibuk!|Sabda keluar dari roomchat lalu mematikan ponselnya, menyimpannya dalam kantong celananya.
Selanjutnya, ia menatap sebatang es yang dia pegang juga plastik yang berisi hal yang sama. "Pak Toriq punya masalah apa sih? Masa dijajanin kiko sekebon?"
"Tapi enak tau, Sab, lama ga makan kiko." Reza asyik menghisap kiko miliknya.
"Gue curiga nih, jangan-jangan sebenernya ini kita disuruh jualan kiko."
"Ngaco!"
Sabda dan Reza sekarang masih berada di tangga bawah menuju rooftop. Niatnya menunggu seseorang.
Setelah mengobrol bersama Pak Toriq tadi, entah kenapa Sabda langsung punya ide untuk mengajak Jenderal pulang bersama.
Pak Toriq yang ingin pulang, melihat seorang anak kecil berjualan kiko di depan gerbang sekolah. Akhirnya pak Toriq membeli semua dagangannya lalu memberikannya pada dua muridnya itu.
Katanya sih sebagai permintaan maaf karena tidak bisa ikut menemani pulang bersama. Bisa buat camilan di perjalanan juga.
"Ini dia bakal pulang kan ya? Jangan-jangan mau kemah di rooftop," ucap Reza.
"Hiii,, emang berani? Di rooftop gedung yang ini ngeri anjer, ada lukisan yang cewek nangis terus matanya merah," balas Sabda. "Yang katanya itu lukisan cewek bunuh diri."
"Cih, penakut! Cemen!"
"NGACA! Lo pas diklat jurit malem nangis di rooftop ya, nyet! Mana ngaku-ngaku liat cewek."
"Emang bener, nyet! Jalur lo beda sama gue sih ah!"
"Tetep aja, cemen, huuu."
Di sisi lain, Jenderal baru saja turun dari rooftop. Ia bingung melihat dua siswa yang sedang berdebat tidak jelas di bawah tangga. Tidak merasa memiliki kepentingan, Jenderal langsung melengos pergi.
"Oy! Jenderal! Gaada akhlaknya ye! Ditungguin malah ninggal," gerutu Sabda setengah berteriak.
Di depan sana, Jenderal yang merasa terpanggil langsung berhenti dan menoleh ke belakang. Terlihat Sabda berjalan ke arahnya disusul Reza.
Jenderal mengernyitkan dahinya. "Kunci motor lo udah gue balikin kan?"
"Heem," jawab Sabda santai, mulutnya sibuk menahan sebatang kiko sementara kedua tangannya mengeluarkan satu batang kiko lantas mematahkannya menjadi dua.
Kemudian Sabda menyodorkannya kepada Jenderal. Tentu saja Jenderal bingung, ia hanya menatap kedua kiko itu tanpa berniat mengambilnya.
"Mlamma amnjir, mtangan mgua ndinin," ucapan Sabda tak jelas karena mulutnya yang masih sibuk menahan kiko disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala | Lee Jeno
Teen FictionSandyakala Gurat merah di langit sore. Pertanda Matahari berganti bintang. Mengingatkan tuk segera pulang. Kaya Jeje, senja itu hebat. Senja itu cuma muncul sebentar saja. Tapi itulah pesonanya, jadi banyak yang nungguin dia. Walau muncul sebentar...