.
.
.
.
.
Ajendra Jenaka Nusantara
Siapa sih di sekolahnya yang tidak mengenal Naka? Pemegang tahta peringkat satu pae sejak kelas 10 sampai sekarang semester 5.
Selama SMA dia juga sudah mengikuti 4 kejuaraan sains. Tak tanggung-tanggung, ia berhasil keluar sebagai juara umum.Namun, di mata Jenderal, Naka hanyalah adiknya. Adik yang harus dijaga keberadaannya.
Jenderal dan Naka itu kembar. Hanya berbeda beberapa menit. Tapi bukan kembar yang identik. Mudah kok membedakan mereka.
Wajah Jenderal cenderung tegas dengan tatapannya yang tajam. Kata Orang-orang sih, tatapannya sering mengintimidasi.
Sedangkan wajah Naka cenderung lembut dengan senyuman yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Membuat siapapun ikut menyunggingkan senyuman saat berpapasan dengannya.
Siapa sangka, senyuman itu menyimpan kesedihan tersendiri. Pernah dengar kalimat "dibalik sebuah senyuman ada hidup yang tak baik-baik saja"? Itu berlaku untuk Naka.
Naka juga lupa kapan tepatnya, tapi sepertinya ini dimulai ketika ia dan saudaranya itu masuk taman kanak-kanak.
Tidak. Awalnya tidak ada masalah. Mama dan Papa merawat mereka dengan penuh kasih sayang. Tidak ada perbedaan perlakuan.
Saat itu, saat akan memasuki TK besar, guru wali kelas Naka mengatakan, "Wah, Naka ini pintar sekali loh, bund, mungkin kalau langsung masuk SD bisa ngikutin anaknya."
Padahal wali kelasnya itu hanya berniat memuji. Tidak ada maksud lain. Hanya ingin memuji anak didiknya yang sangat cerdas itu.
Di saat yang lain kesulitan untuk mengingat dan mengeja huruf, Naka dengan segala kepintaran dan ingatannya mampu mengingat semuanya hanya dalam sekali baca.
Di saat semuanya baru mulai lancar membaca, Naka malah sudah menghabiskan banyak buku kumpulan cerpen.
Di saat anak lain masih kesulitan menghitung angka satu sampai sepuluh, Naka sudah berhasil menghitung hingga puluhan.
Saat itulah ambisi Mama muncul. Entah darimana asalnya, Mama menjadi orang tua yang menuntut anak-anaknya untuk memiliki nilai tinggi.
Naka langsung didaftarkan ke SD, sedangkan Jenderal belum mampu, jadi ia masih harus mengikuti TK besar dahulu.
Semua terus berjalan. Mama mendaftarkan kedua anaknya ke tempat bimbingan belajar.
Naka mampu, maka dia semakin pintar. Berbeda dengan Jenderal. Setiap anak punya cara yang berbeda hntuk belajar dan Jenderal bukan tipe orang yang langsung paham.
Naka selalu menjadi juara satu saat itu, membuat senyuman mama terus mengembang. Jenderal juga ingin membuat mama tersenyum, dia ingin menjadj alasan mamanya tersenyum. Tapi ia tak mampu. Itu diluar batas kemampuannya.
Semakin hari, perbedaan sikap Mama semakin terasa. Papa juga menyadari itu dan menasehati Mama. Namun, Mama mengelak, mengatakan bahwa dirinya tidak pernah membedakan kedua anaknya.
Saat SMP, Naka berhasil masuk program akselerasi dan lulus SMP hanya dalam waktu 2 tahun. Karena itulah Naka dan Jenderal bisa berbeda dua angkatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala | Lee Jeno
Teen FictionSandyakala Gurat merah di langit sore. Pertanda Matahari berganti bintang. Mengingatkan tuk segera pulang. Kaya Jeje, senja itu hebat. Senja itu cuma muncul sebentar saja. Tapi itulah pesonanya, jadi banyak yang nungguin dia. Walau muncul sebentar...