Let's get it!
JaemRen in your areahhh~
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Renjun menutup telphonnya. Saat berbalik ia dikejutkan oleh kekasihnya yang berdiri dengan tas punggungnya.
"Eoh, sudah selesai?" Dibalas anggukan. Namun malah membuat mata Renjun menyipit penuh selidik. "Bukan karena kau pergi begitu saja, kan? Kukira masih setengah kau menjelaskan."
"Aku mengajarkannya secara cepat saat kau menelphon."
"Um oke, ayo pulang. Tasku bawa sini." Jaemin memberikan tas kekasihnya.
"Pulang kemana?"
"Ke rumah."
"Rumah siapa?"
"Rumah kita, eh apartement-mu."
Jaemin melihat ekspresi Renjun dari kaca spion tersenyum. "Soon to be our apartement."
"Tidak ah, kau kan itu dibelikan appa. Aku mau beli sendiri nanti kalau sudah bekerja."
"Kenapa harus bekerja? Jika nanti kau bisa mendapatkan uang dari hubby-mu nanti." Jaemin merasa hatinya menghangat. Jika saja ia tidak sedang mengendarai motor, sudah pasti tangannya terulur untuk mencubit pipi memerah si mungil.
"Aku kan wifey mandiri, cari uang sendiri."
"Mandiri boleh, tapi kalau cari uang, itu tugasku, kau cukup di rumah melayani—aw, aku sedang berkendara sayang."
"Percaya diri sekali, masa depan siapa yang tahu sih, Jaem."
"Ya kalau begitu, kita mendahului dulu sebelum takdir datang."
"Ha?"
"Menikah Injunnie~ menikah. Kau belum menjawab pertanyaanku."
Pegangan tangan Renjun dijaket jeans Jaemin menguat. Bibir bawahnya digigit. Tiba-tiba Renjun merasakan sesuatu yang aneh(?), gejolak yang jarang sekali ia rasakan. Hanya di keadaan tertentu saat Renjun merasa tak nyaman.
Tak segera mendapat balasan, Jaemin menghela nafas pelan. Sebenarnya si mungil itu kenapa? Apa tidak percaya dengan dirinya?
"Injunnie~" Panggilan itu berhasil menutupi kesedihan Jaemin.
"Um?"
"Kau kuantar ke rumah mama saja ya."
"Jaem, kau marah ya?"
"Sudah sampai, ayo turun."
"Jaem."
"Tidak sama sekali."
Renjun turun dari motor dengan pipi menggembung. Ia merasa bersalah sekarang.
"Tidak sayang, sudah ya, sana masuk nanti kalau rindu telphon saja." Jaemin melepaskan pegangan kecil di lengan jaketnya.
"Jaem..." suara Renjun mulai terdengar lirih.
Yang dipanggil mengurungkan niatnya untuk kembali mengendarai motor. Ia menoleh, "eh Injunnie, kenapa menangis?" Jaemin memilih turun.
"Hei." Mensejajarkan wajahnya ke si mungil yang menunduk.
"Hiks, k-kau marah padaku." Renjun mengusap mata sembabnya. Ia jelek kalau menangis, nanti Jaemin semakin menjauhinya.
"Siapa bilang?"
"Nyatanya kau malah membawaku ke rumah."
"Lho masa tidak mau ke rumah, tidak rindu baba, mama, dan Lucas ge?"
"Kemarin sudah ketemu."
"Kau malah setiap hari bertemu aku, apa tidak bosan?" Renjun menggeleng pelan. "Yang benar? Kau menunduk begitu."
Grep.
Meskipun teredam, namun isakan Renjun kembali terdengar. Jaemin ingin balas memeluk, tapi...
Tidak, Jaemin tidak boleh egois hanya karena si mungil tak menjawab. Pasti ada alasan dibalik itu.
"Sstt, kesayangannya Nana tidak boleh menangis." Mengusap punggung Renjun pelan.
"Uh." Renjun merasa kepalanya memberat.
"Injunnie."
"Uhm."
Jaemin merenggangkan pelukan.
"Aku jelek." Segera membuang muka saat Jaemin menarik dagunya.
"Aku lebih jelek." Jaemin membuat ekspresi konyol membuat Renjun harus menahan tawanya. "Jangan ditahan, tertawa saja daripada nanti kentut."
"Menyebalkan, aku mau masuk saja."
"Eits, jangan pergi, nanti rindu padaku. Kau mau diledek Lucas ge karena menangis?"
"Nanti aku adukan baba, sudah sana pergi."
"Benar nih aku pergi?"
"Hum, hush hush."
"Tidak takut aku hilang diambil orang?"
"Siapa juga yang mau mengambilmu, jelek begitu."
"Haha, iya iya aku jelek, sudah ya, aku pergi."
"Ikut."
"Lho tadi katanya—"
Cup.
"Sudah diam, ayo pulang ke apartement."
"Ei, Injunnie, pipi yang satunya belum."
"Jaem!"
"Iya iya, Injunnie sedang malu malu kucing."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Fluffy • JaemRen✔
Fanfiction[Follow me before read] Manis manis asem pahit . . . Terkadang nyerempet ke 'itu', tapi ya sudahlah. Check aja. Ini buku bxb, jadi jangan salah lapak! Started : Sun, 21 March '21 Finished : - Thu, 6 May '21 [Ending] - Fri, 7 May '...