Baby Sitter & Tuan Manja
Hari ini, tanggal 21 Februari 2021 tapi setelah sebulan kepergian Mbak Ita dari kehidupanku, aku kembali berusaha tersenyum. Because, aku bakal ngelamar Mbak Ita hari ini. Kalau ditanya, seneng nggak? Aku bakal bilang, bahkan luasnya benua dan samudra nggak bisa gambaran rasa bahagia aku sekarang. Eakkk.
Waktu itu, aku emang kaget banget pas Mama sama Papa bilang kalo mereka mecat Mbak Ita. Aku sempat ngamuk. Namun segera ditenangkan. Oh iya, jadi, waktu itu pembicaraan dengan keluarga besar Romandra itu tentang hubunganku yang bakal direncanain bersama Mbak Ita. Bingung nggak kalimatnya? Maaf kalau bingung. Akukan masih polos, belum tahu apa-apa. Hihihi.
Gini-gini, pasti ada yang nanya. Umurku kan baru jalan 19, tapi kenapa sudah mau ngelamar? Jawabannya, agar kami bisa bertanggung jawab. Kami secara langsung akan diberi tanggungan berat untuk kami pikul. Jadilah kek gini. Kami harus nikah muda agar bisa mengerti apa arti sesungguhnya tentang bertanggung jawab. Dan secara tidak langsung itu bakal mendidik kami menjadi cepat dewasa. Karena jujur saja. Sifat manja yang aku miliki, adalah sikap turun-temurun dari keluarga Romandra.
Bingung nggak? Nggak dong! Yakan?
"Al, semuanya sudah siap?" tanya Mama. Aku tersenyum lalu mengangguk cepat. Mama berjalan mendekatiku dengan mengenakan baju batiknya, diikuti Papa yang juga mengenakan pakaian batik.
"Mau ngelamar anak gadis kok pakaian sembarangan. Itu rapiin bajumu! Jan bikin malu pake nangis segala nanti di sana," ujar Papa menasehatin.
Aku hanya memutar mata jengah. Dari semalam hanya itu terus yang Papa bilang. Nggak ada yang lain apa?
Mama mendekatiku lalu membantuku merapikan pakaianku. Aku tersenyum dibuatnya.
"Tuh Pah! Lihat! Mamah aja nggak comen langsung bergerak. Nggak kek Papa bisanya cuman ngomong," balasku.
"Cih! Dasar manja! Waktu Papa ngelamar Mama kamu, Papa ngerapiin baju sendiri tuh!"
"Iya karena Papa habis ngambek sama Nenek Kakek. Papa waktu itu mau paket jas, cuman jasnya kena saos. Disuruh ganti, Papa nggak mau. Terus diomelin deh, hahaha!"
Dapat kulihat wajah Papa memerah. Dih, bodo amet!
"Sudah semua kan? Kalau sudah kita berangkat. BI, tolong jaga rumah yah?" ujar Mama.
"Baik, Nyonya."
Disaat baru akan naik mobil, aku tiba-tiba teringat sesuatu.
"Ada apa Al?" tanya Mama.
"Kita nggak bawa roti buaya?" tanyaku.
"Nanti beli roti di jalan. Kalau buaya, itukan Papamu sudah jadi Buaya."
"Mel!"
Aku hanya tersenyum menanggapi candaan Mama lalu kami mulai berangkat menuju dunia tak terbatas dan melampauinya. Eh, salah. Kok malah itu. Maksudnya menuju ke kampung Mbak Ita. Untuk namanya, di privasi. Nanti malah ada yang duluin aku lagi ngelamar Mbak Ita.
★★★★
Tak banyak yang mengantar kami ke kampung Mbak Ita. Hanya beberapa Tante dan Omku yang mengantar kami. Baru saja tiba di sana, kami sudah menjadi sorotan semua kampung. Mendadak aku jadi gugup.
"Tenang, Al. Kamu kan sudah pernah ketemu sama calon mertua kamu," ujar Mama.
"Tapi tetep aja aku gugup, Mah. Tangan aku keringatan, kaki aku jadi jelly," ringisku. Papa yang mendengarnya sontak tertawa. Segera aku menundukkan kepala. Aku malu, hiks.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Sitter & Tuan Manja
Ficção Adolescente"Baiklah. Kamu diterima bekerja disini," putus Wanita tersebut sambil tersenyum menatapku. Aku membalasnya tersenyum. "Terima kasih, Bu." "Kamu bisa tinggal disini. Nanti bi Siti yang bakal ngantar kamu ke kamar. Kamu bisa manggil saya dan suami say...