My Last|39🔞

1.4K 106 2
                                    

CERITA INI SUDAH DI REVISI, JIKA MASIH ADA TYPO ATAU ADANYA KATA-KATA YANG TIDAK NYAMBUNG, MOHON UNTUK DIBERITAHUKAN KEMBALI
.

.

.

.

.

Orion menatap amplop putih yang Kei serahkan tadi. Setidaknya sudah lebih dari 2 menit dia tidak bergerak dari tempat duduknya. Orion ragu-ragu, dia tidak sanggup menerima kenyataan bahwa dia telah gagal melindungi Nathan. Dengan frustasi pria itu mengusap wajahnya, setelah beberapa menit berkutat dengan pikirannya, pria dominan itu akhirnya membuka amplop itu. Ada beberapa foto Nathan yang menunjukkan luka memar, wajahnya tampak pucat, berat badannya juga menurun dengan drastis. Melihat itu, Orion mengepalkan tangannya. Mencoba untuk menahan amarah. Amarah pada dirinya sendiri yang kali ini memang benar-benar gagal melindungi Nathan. Seandainya saat itu dia tidak terlalu terpaku pada Arlen, masalah ini tidak akan terjadi.

Orion mengambil sebuah flashdisk dari dalam amplop itu, menancapkannya pada PC yang berada depannya. Ia membuka satu-satunya file yang ada di sana. Tidak ada nama, hanya sederatan angka. Setelah membuka folder itu, di dalamnya terdapat sebuah video. Dengan cepat dia mengklik video tersebut. Di dalam video itu, dia dapat melihat dengan jelas sesosok pria keluar dari sebuah ruangan, yang kemudian di susul oleh pria lainnya. Untuk menghentikan langkah Nathan, Ren menarik rambut pemuda manis itu. Membuatnya seketika tersungkur di atas lantai. Beberapa detik setelah dia tersungkur, Ren mendekat, dan memberikan tendangan demi tendangan ke perut Nathan. Setelahnya menarik kembali rambut Nathan yang dulunya sangat terawat.

Orion berdiri dari bangkunya, emosinya memuncak seketika. Tangannya yang terkepal itu ia arahkan pada layar komputer di depannya. Dengan kekuatan yang penuh, berhasil membuat komputer itu terpental dari atas meja kerjanya. Rasanya belum puas, emosinya masih berada di ubun-ubun sekarang.

"SIALAN!" Orion berteriak, mencoba untuk menghilangkan rasa emosinya barang cuma sedikit saja. Namun hasilnya nihil, amarahnya malah terasa semakin menggebu-gebu.

Pintu ruangan itu kembali terbuka, Hareslah yang membukanya. Pria yang tak kalah mendominannya dari Orion itu tampak terkejut dengan kekacauan yang berada di ruangan itu. Orion duduk bersimpuh di atas lantai, tangannya yang masih terkepal itu tampak mengeluarkan cairan merah.

"Rion, ada apa?" Hares menghampiri Orion, ia mencoba mengangkat tubuh Orion untuk segera berdiri.

"Dimana Kei?" Orion berucap dengan suara pelan. Wajahnya tertunduk, membuat Hares kesulitan untuk melihat ekspresi Orion.

"Dia berada di taman. Awalnya dia ingin kembali, tapi ku larang. Aku memintanya untuk menunggu sebentar."

"Aku ingin bertemu dengannya."

Hares mengangguk, kemudian memapah pria yang sudah lama menjadi rekannya itu ke taman. Tempat di mana Kei berada.

Di sana, di taman belakang rumah Orion, Kei sedang duduk bersamaan dengan Len. Pria tampan itu tidak sedetikpun mengalihkan tatapannya dari Len yang sedari tadi secara bolak-balik menyeruput secangkir tehnya. Pemuda manis itu salah tingkah. Tidak pernah sebelumnya dia di tatap selama ini oleh Kei.

"Aku baru menyadarinya sekarang.." Akhirnya, setelah beberapa jam di temani keheningan, Kei membuka suaranya. Memimpin percakapan di antara dua orang itu.

"Kalau ternyata kau sangat berbeda dengan Arsen." Kei menyambung ucapannya yang beberapa detik terjeda itu.

Len menghentikan aktivitas meminum tehnya. Mata sayu yang malu-malu itu kini ikut menatap lurus ke manik Kei.

My Last|PROSES REVISI|Where stories live. Discover now