My Last|25

3K 296 41
                                    

CERITA INI SUDAH DI REVISI, JIKA MASIH ADA TYPO ATAU ADANYA KATA-KATA YANG TIDAK NYAMBUNG, MOHON UNTUK DIBERITAHUKAN KEMBALI
.

.

.

.

.

Arlen tidak henti-hentinya tersenyum melihat wajah damai Kei yang sedang terlelap tepat di sebelahnya. Wajah itu terlihat sangat lembut, dan juga menggemaskan tanpa mengurangi ketampanan dari sipemiliknya. 

Wajah tersenyum Arlen luntur seketika, diganti oleh tatapan penuh keraguan. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, mencoba untuk menimbang apa yang baru saja ia pikirkan. Kemudian, dengan mata yang tertutup rapat, Arlen mendekatkan wajah, memberanikan diri untuk memberikan kecupan singkat pada kening Kei kemudian menurun pada bibir yang tampak sangat menggoda itu.

Kei membuka matanya ketika Arlen memberikan kecupan singkat padanya. Sebenarnya Kei sudah bangun sejak pukul 5 pagi tadi. Setelah berbincang-bincang dengan Ren di lantai bawah, ia kembali memasuki kamar itu dan berpuas diri menatap wajah terlelap Arlen sampai pemuda manis itu terbangun, membuatnya harus berpura-pura tidur, dia sendiri bingung, kenapa ia harus melakukan hal itu?

Arlen terkejut dan membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegap.

"Maaf! Ak-aku hanya.."

Cup!

Satu kecupan mendarat di kening Arlen, dan pelakunya adalah Kei sendiri. Jadi, ini adalah morning kiss? Belum pernah Arlen mendapatkan hal seperti itu sebelumnya. Kedua ujung bibir Arlen terangkat sempurna. Dia sangat bahagia sekarang.

"Mau pergi ke planetarium?" Tanya Kei memulai percakapan.

"Planetarium?"

"Bukankah kau sangat menyukai hal-hal yang berbau luar angkasa?"

Demi apapun Arlen betul-betul tidak dapat mengekspresikan bagaimana bahagianya dia sekarang. Kei mengetahui hal yang ia sukai, dan itu berarti Kei memperhatikannya selama ini. Tunggu! Apa ini hanya mimpi? Arlen memukul-mukul pipinya, dan hal itu menimbulkan nyeri pada area yang ia pukul.

"Apa yang kau lakukan!" Kei terduduk, kemudian memperhatikan pipi Arlen yang sudah berubah menjadi kemerahan sekarang.

"Kenapa kau memukul pipimu?" Tanya Kei merasa aneh dengan sikap Arlen. Berbeda dengan Kei yang menunjukkan raut tidak senangnya, Arlen kembali tersenyum.

"Kupikir ini mimpi, makanya aku memukul pipiku, jika terasa sakit bararti itu bukanlah mimpi, dan ternyata pipiku merasakan sakit..jadi..ini bukan mimpi." Ucap Arlen dibarengi dengan senyuman yang tak kunjung menipis. Melihat wajah bahagia Arlen ini lantas Kei memberikan senyum tipisnya lalu mengusap lembut pipi Arlen yang memerah itu.

"Kita akan pergi nanti siang, lebih baik kau sarapan dulu." Ucap Kei yang dibalas anggukan oleh Arlen.

"Aku kembali ke kamarku dulu, aku lupa jika masih ada pekerjaan yang belum kuselesaikan." Ucap Kei.

"Apa kau sibuk? Kalau kau sibuk lebih baik dibatalkan saja."

Kei menggeleng, "Aku tidak terlalu sibuk. Aku pergi dulu." Kei menutup pintu itu.

Membuat Arlen lagi-lagi tersenyum, ia meregangkan otot-ototnya, kemudian turun dari atas kasur dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar menuju dapur. Ia merasa haus dan juga lapar. Sekarang masih pukul 10 pagi, dia punya sedikit waktu untuk bersantai sebelum pergi ke planetarium nanti. Lagi-lagi Arlen menyunggingkan senyumnya kala mengingat kejadian yang ia alami beberapa menit yang lalu, baru kali ini Arlen diajak keluar bersama oleh Kei. Bisa dibilang, mereka akan berkencan nanti.

My Last|PROSES REVISI|Where stories live. Discover now