part 41

247 46 3
                                    

Hari ini belum pernah terbayang sekalipun dalam benak Haeun. Hidupnya terasa benar-benar runtuh, tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Apa ia masih bisa meniti hari demi hari yang akan datang? Memikirkannya saja mampu membuat dadanya kembali terasa sesak.

Pagi-pagi sekali disaat Haeun masih terlelap dalam tidurnya, ponsel gadis itu berdering, terdengar begitu nyaring di tengah kebisuan pagi buta. Haeun yang biasanya amat mudah terbangun dalam tidurnya hanya dengan suara kecil, pagi ini mendadak teramat sulit membuka kedua kelopak mata yang justru terasa semakin melekat satu sama lain.

Entah pada panggilan ke berapa sampai akhirnya Haeun berhasil membuka penglihatannya dan menemukan nama Jaehyun pada layar ponselnya.

"Ada apa Oppa?" tanya Haeun, dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka.

Percakapan melalui telfon itu berlangsung cukup singkat, hingga akhirnya dengan tergesa Haeun bangkit dari ranjangnya dan bergerak dengan cepat keluar dari apartemennya menuju Rumah sakit tempat Ibunya dirawat.

Kakinya melangkah perlahan begitu sampai di lorong tempat ruang inap sang Ibu. Dalam hati harap-harap cemas setengah tak percaya dengan apa yang Kakaknya katakan tadi melalui telfon.

Haeun stagnan, langkahnya terhenti dengan napas yang tercekat begitu mendapati Dokter serta beberapa perawat yang baru saja keluar dari ruangan Ibunya dengan mendorong bangsal yang ia ketahui adalah tempat Ibunya berbaring.

Mata itu buram tertutup air mata kala tangannya berhasil membuka kain putih yang terdapat Ibunya tengah terpejam kaku di sana.

**
Haeun masih terdiam sejak 30 menit lalu terduduk tak jauh di hadapan peti yang dipenuhi dengan bunga. Ditatapnya figur wanita 50an yang masih terlihat cantik tersenyum tipis nan anggun, yang terletak di tengah-tengah.

Sementara itu tamu terus berdatangan di rumah duka. Tuan Jung juga Jaehyun terlihat bercengkrama dengan beberapa kerabat juga kenalan yang hadir guna menyampaikan duka cita.

Haeun tidak lagi menitihkan air matanya. Begitu pula Jaehyun dan Ayahnya. Hanya saja, pancaran kesedihan itu jelas tersirat dari tatapan mereka, siapapun jelas menyadari hal itu. Siapa pula yang tak bersedih ketika ditinggalkan anggota keluarga untuk selamanya.

Haeun bangkit dari duduknya, menatap sekitar dengan tatapan nanar. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut gadis dengan busana hitam khas orang berduka itu. Dalam hati sedikit merasa lega, begitu melihat banyaknya pelayat yang datang dan mendoakan Ibunya.

"Makanlah dulu. Kau belum mengisi perutmu sejak tadi pagi," pinta Jaehyun, yang entah sejak kapan sudah berdiri di hadapan Haeun.

Haeun hanya menggeleng sebagai respon. Dirinya sama sekali tak miliki nafsu makan saat ini, bahkan untuk melakukan apapun Haeun tak ingin. Yang ingin ia lakukan saat ini hanya sendiri, di kamarnya, bergelung dengan selimut serta guling kesayangannya lalu tertidur dan terbangun karena omelan Ibunya, seperti hari-hari biasanya.

Haeun berharap ini semua hanya mimpi. Tak nyata.

Dengan begitu, Haeun menjauh. Melangkahkan kakinya dan berhenti di satu ruangan yang berada di dalam gedung yang sama. Di sini gelap, sunyi. Hanya ada Haeun sendiri di sini.

Memorinya berputar, mengingat semua hal tentang Ibunya. Mulai dari omelan-omelan khas seorang Ibu, tuntutan Ibunya agar ia menjadi gadis sempurna, hingga perhatian-perhatian kecil yang baru Haeun sadari saat ini, bahwa itu semua teramat berarti dan sayangnya tak akan dapat terulang lagi.

Air matanya mulai tumpah, perlahan Haeun terduduk bersandar tembok sembari menahan tangisnya yang semakin pecah. Di bekapnya mulutnya, juga menepuk-nepuk dadanya guna menghentikan tangisan.

The Last Distance | ff taehyung |✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang