'Oppa, Jung Haeun tak sengaja mendengarku saat membahas pernikahanmu dengan Anne di telfon.'
Taehyung kalang kabut sendiri kala mendengar penuturan Sohyun di telfon beberapa saat lalu. Pria itu lantas mengirim beberapa pesan kepada Haeun namun tak kunjung mendapat balasan. Telepon pun sama sekali tak digubris oleh gadisnya. Mencoba berpikir positif, mungkin Haeun sudah tertidur mengingat perbedaan waktu antara Korea dan Perancis. Meski demikian sama sekali tak dapat menyembunyikan gejolak gelisah dalam diri Taehyung.
Tanpa pikir panjang, pria Kim itu lantas mengambil penerbangan saat itu juga. Meski seharusnya ia melakukan fitting baju bersama Anne besok tak lantas mampu membuat langkahnya terhenti. Dalam otaknya hanya ada Haeun saat ini. Bahkan ia mengabaikan ibunya kala bertanya gerangan apa yang membuat Taehyung harus kembali mendadak ke Korea.
Selama penerbangan Kim Taehyung sama sekali tak bisa fokus akan apanpun, pria itu selalu gagal ketika mencoba masuk ke dalam dunia mimpi. Wajahnya terlihat begitu tegang hingga membuat pramugari yang melintas bertanya khawatir.
Otaknya terus memproses apa yang akan ia lakukan nanti saat berhadapan dengan Jung Haeun. Menjelaskan tentu saja! Lantas setelah itu?
Apa ia harus mengakhiri hubungannya dengan gadis yang ia cintai?
***
Haeun menangis.
Sejak langkah kakinya meninggalkan apartemen milik Taehyung, air mata itu tak kunjung berhenti, terus mengalir meski telah ia maki.
Hatinya terasa sesak dan otaknya terasa penuh. Sangat pusing. Membingungkan. Bertanya-tanya dalam benaknya, apa yang sebenarnya Taehyung lakukan? Mempermainkannya? Atau apa?
Bagaimana bisa pria yang telah menjadi tunangan gadis lain justru menyatakan cinta kepadanya, lantas menjalin hubungan bersama seolah hanya ada mereka.
Dering ponsel sejak satu jam lalu Haeun abaikan. Sama sekali tak berminat untuk hanya sekadar mengintip siapa gerangan yang menelepon hingga berjam-jam, sudah tahu pasti itu Taehyung. Bukan lari dari masalah, Haeun hanya ingin menenangkan diri dan perasaannya terlebih dulu. Tentu saja gadis Jung itu merasa buncah perasaannya, setelah mendengar penjelasan singkat dari Sohyun--Taehyung sebenarnya sudah bertunangan sejak tiga tahun lalu dan akan melangsungkan pernikahan satu bulan lagi.
Jam pada nakas di sebelah tempat tidurnya sudah menunjukkan pukul dua dini hari, namun kedua mata itu tak kunjung terlelap bahkan masih mengalirkan air yang terasa asin ketika tak sengaja masuk ke dalam mulut. Sesekali isakan terdengar, bahu itu masih berguncang seiring erangan yang ia coba redam.
Haeun baru saja tertidur dua jam kemudian dengan keadaan pipi serta bantal yang basah akibat air mata yang menetes.
Dalam tidurnya Haeun bermimpi tentang Taehyung. Semua masih berjalan baik-baik saja hingga saat Taehyung yang perlahan menjauh meski Haeun terus mengejar dan sesekali memanggil nama itu, tak lantas membuat Taehyung menoleh barang sedikitpun. Berakhir dengan Haeun yang kembali terbangun karena Taehyung yang menghilang dalam mimpinya.
"Apa akan seperti itu pada akhirnya?"
Haeun termenung bertanya pada diri sendiri. Dibawanya tubuh itu duduk menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
Matahari sudah menampakkan diri ternyata.
Sejujurnya Haeun terlalu malas untuk beraktifitas hari ini. Namun gadis itu memaksakan diri karena perutnya terasa keroncongan. Belum di isi sejak kemarin sore terakhir dia makan. Tubuhnya jadi terasa lemas saat ini.
Jam sudah menunjukkan pukul dua siang saat Haeun bangkit dari ranjangnya, pantas saja matahari sudah teramat terik.
Gadis itu baru selesai membersihkan diri saat tiba-tiba pintu apartemennya terbuka, menampilkan sang ibu yang datang dengan beberapa kantung di tangannya yang terlihat lebih banyak dari biasanya.
"Kenapa membawa makanan sebanyak ini," ucap Haeun kala Nyonya Jung mulai mengeluarkan beberapa toples kimchi, japcae dan beberapa makanan khas rumahan lainnya untuk ditata di dalam kulkas.
"Untukmu dan Taehyung. Dia sering ke sini bukan."
"Untuk apa membawakan untuk dia juga."
Nyonya Jung lantas menghentikan aktifitasnya, menatap sang putri lantaran nada bicaranya yang terdengar tak menyenangkan.
"Ada apa denganmu? Tentu saja Ibu harus memperhatikannya juga. Ia akan menjadi menantuku."
Haeun mendengus, meletakkan gelas selepas ia minum dengan sedikit keras hingga menimbulkan bunyi yang membuat sang ibu mengernyit heran.
"Sebaiknya Ibu pulang saja, aku sedang ingin sendiri. Dan berhentilah bicara soal Taehyung, ia hanya orang asing!"
"Pulanglah! Aku harus bergegas ke tempat Sorim," lanjut Haeun sembari tangannya membawa sang Ibu yang masih kebingungan menuju pintu apartemen, mengusir ibunya dengan terang-terangan. Benar-benar tak ingin diganggu oleh siapapun.
"Kalian bertengkar?" tanya Nyonya Jung diambang pintu.
"Bu, berhenti menganggap Taehyung menantumu! Aku dan dia tak akan menikah. Maaf harus mengusirmu dari sini, aku benar-benar tak ingin diganggu," final Haeun dan menutup pintu. Menyisakan Nyonya Jung yang memasang wajah sendunya. Seorang Ibu tentu tahu betul bahwa putrinya sedang tak baik-baik saja.
"Kenapa harus sebegitu perhatian kepada pria berengsek itu," ucap Haeun frustasi menatap semua makanan yang telah Ibunya siapkan. Teramat banyak untuk dirinya sendiri, mungkin akan cukup untuk stok selama dua minggu atau lebih.
Dihelanya napas berat, tangannya mulai sibuk menyiapkan beberapa makanan untuk ia santap. Tubuhnya sepertinya akan roboh sebentar lagi jika tak kunjung diisi amunisi.
Bel apartemen berbunyi di tengah kegiatan Haeun menyantap makanan olahan ibunya. Memilih mengabaikan dan melanjutkan aktifitasnya, namun tak lama pintu itu terbuka dan menampakkan Taehyung yang datang dengan tergesa dan napas yang memburu, terlihat jelas bahwa lelaki itu sangat terburu-buru untuk sampai di sini.
Sesaat mata mereka bertemu pandang. Haeun dengan tatapan datarnya yang sedikit kosong dan Taehyung dengan tatapan sendunya yang terlihat menyedihkan. Tatap itu terputus kala Haeun memilih untuk melanjutkan kegiatan makannya yang baru berjalan setengah putaran.
Taehyung masih terdiam di tempatnya, berdiri dengan mata yang terus menatap Haeun.
Langkah kaki sang adam mendekat membawa diri untuk duduk di hadapan gadisnya yang sama sekali tak menggubris kehadirannya.
"Ini baru tiga hari, kenapa kau sudah ada di Korea," ucap Haeun masih belum menaruh tatap pada pria di hadapannya.
"Apa kau kembali lebih awal karena harus menjelaskan sesuatu padaku, tuan Kim?"
Seharusnya itu menjadi pertanyaan biasa saja, namun tidak untuk sekarang. Dengan tatapan tajam dan nada dingin yang tersemat dalam tiap kalimat yang Haeun ucapkan mampu membuat Taehyung menelan ludah dengan susah payah.
"Maafkan aku. Aku bisa menjelaskan semuanya, ini tidak seperti ...," ucapan Taehyung terhenti kala Haeun menyela masih dengan nada dinginnya, "Aku sangat lapar. Biarkan aku menyelesaikan makananku, setelah itu bicaralah."
Taehyung hanya mengangguk dalam diamnya. Tak berani untuk bersuara lagi. Aura Haeun saat ini benar-benar menakutkan baginya, gadis itu terlihat santai namun mematikan.
Jika bisa, Taehyung lebih memilih Haeun untuk menampar, memaki atau menendangnya daripada harus bersikap sedingin ini. Ini benar-benar tidak bagus. Taehyung sendiri bisa melihat melalui sorot mata gadis itu,
Haeun-nya kecewa, sangat terluka.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.To be continued...
26 Desember 2020
- fishaci❤
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Distance | ff taehyung |✅
Fanfiction[COMPLETED] - belum direvisi . . Tak ada satupun yang tahu akan seperti apa takdir yang mereka jalani, dan tak ada satupun yang tahu kepada siapa nantinya hati itu berlabuh. Baik Taehyung maupun Haeun, mereka hanya korban dari permainan takdir yang...